DTN 25 - Dermaga

56 15 0
                                    

Kedua kaki Nara bergerak tak tentu arah mengikuti langkah pria itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua kaki Nara bergerak tak tentu arah mengikuti langkah pria itu. Sejak pagi, Nara sudah mencoba bicara pada Satria. Tapi Satria selalu saja menghindarinya.

Pria itu terus sibuk dengan perkara ini-itu. menyiram tanaman hias lah. Memberi makan kucing lah. Memandikan kucing, padahal dua anak kucing itu baru saja mandi kemarin. Kini Satria melangkah menuju dapur, mengambil lap yang tersampir di dekat wastafel dan menggunakannya untuk mengelap meja yang bahkan sudah kinclong itu.

Nara berdecak sekali. “Bang Sat, jangan ngehindar terus dong. Aku mau ngomong,” katanya sedikit kesal. Meski suaranya terdengar serak setelah hampir semalaman menangis. Matanya juga menjadi sembab sekarang.

Namun pria itu berlagak tidak mendengar.

Cewek itu buru-buru memblok jalan Satria, ketika pria itu hendak keluar dari dapur. “Jangan diem gini dong,” katanya risau. “Aku mau ngomong. Penting.”

Satria menghela napas panjang. Ia membuka kulkas yang kebetulan berada persis di samping kanannya, mengambil sebotol minuman ion berukuran 500 ml. “Kamu punya waktu sampai air di botol ini habis,” katanya kemudian menenggak habis isi botol tersebut.

“Eh. Kok-” Nara sedikit gelagapan melihat isi botol itu sudah berkurang setengah, dalam hitungan tak lebih dari dua detik. “Aku mau ngomong soal-”

Satria bersendawa pelan. “Waktu kamu habis,” katanya menghentak pelan bagian bawah botol minuman yang telah kosong itu ke meja.  Pria itu pun pergi tanpa kata.

“Ini soal Raga.”

Mendengar itu, sontak membuat Satria menghentikan langkah. “Saya sudah lihat semuanya semalam,” ucapnya tanpa menoleh. 

Cewek itu menghela napas berat. Kepalanya tertunduk dalam. “Aku sama Raga udah putus semalam,” ungkapnya.

“Karena dia tau kalau niat kamu gak baik.” Pria itu berbalik menghadap Nara. “Kamu mau pacaran sama Raga cuma karena kamu mau pamer ke mantan kamu.”

“Masalahnya gak sesederhana itu.” Nara masih berusaha mengelak. “Raga itu...dia-” Ia menghela napas, bahunya merosot. “Iya, aku mau pacaran sama Raga karena mau panas-panasin Reza.” 

“Y-ya tapi kan aku kayak gini gara-gara Reza juga.” Cewek itu masih berusaha membela diri. “Reza udah nyakitin aku sampe segitunya. Bahkan pamer cewek baru di depan aku. Jadi wajar kalo aku mau balas dia dengan hal yang sama. Itu wajar kan?”

Satria menyilangkan kedua tangan di dada, kemdian menyandarkan sisi kanan tubuh pada tembok di dekatnya. “Itu wajar,” tuturnya, “tapi beberapa orang lebih waras dan lebih bisa berpikir untuk gak nyakiti perasaan orang lain.”

“Aku yang salah,” kata cewek itu penuh sesal.

“Saya tau mantan kamu itu toxic, tapi itu bukan berarti kamu juga toxic seperti dia,” sambung Satria. “Kamu tau, 10 persen dari hidup kita itu masalah yang terjadi pada kita. 90 persen sisanya adalah bagaimana cara kita menghadapi masalah itu. Masalah hanya akan jadi masalah, gak akan merubah banyak hal di hidup kamu. Tapi respon kamu pada masalah itu, kamu mau bangkit dan berubah jadi lebih baik atau terus diam dan menyalahkan keadaan, itu yang akan menentukan hidup kamu.”

DAFTAR TUGAS NARA (TAMAT✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang