Ch. 17 : Tiba

31 6 1
                                    


Pintu dibuka membuat Amaya bergegas duduk dan waspada. Selama dikurung, ia selalu seperti itu. Pakaiannya kini berganti kaos putih polos beserta celana sepaha, yang diberikan oleh pemilik rumah.

"Lama tidak bertemu, Amaya." Gadis cantik yang disebut menampilkan raut tegang.

Berhari-hari berada di rumah orang asing, Amaya masih bisa tenang. Dia sudah pasrah mengenai apa yang akan terjadi padanya. Tetapi begitu Rino datang, takut, resah, gelisah, langsung menyergap hatinya. Kedatangan wanita itu, menjelaskan pada Amaya pintu neraka untuknya telah dibuka.

"Jangan menatapku seperti melihat hantu begitu. Bergembiralah, kau akan merasakan surga mulai hari ini." Amaya mengernyit tak paham, sedangkan Rino mengulas senyum puas seraya membelai wajah anak asuhnya. Ia kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Amaya lalu berkata,

"Karena kau akan selalu hidup dipuaskan..."

"...oleh selangkangan pria."

Amaya tercekat, terasa berat, dan sulit mengatur nafas. Dia menunduk memeluk tubuhnya yang gemetar.

"Tidak usah berlagak seperti perawan."

"Huh?"

"Kau pasti sering melakukannya 'kan? dengan kekasih tercintamu." Sontak pemilik surai violet membelalak. Kini rasa kesalnya kian mendominasi.

Ditepisnya kasar tangan Rino yang menyentuhnya. "Jangan bicara seenaknya!"

"Kenapa kau marah begini? Kau pasti tinggal dengannya 'kan? lagipula kau tidak punya rumah. Seorang wanita dan pria tinggal bersama, memangnya apalagi yang dilakukan selain bercinta?"

"Itu tidak benar!"

"Bukan berarti karena kalian masih pelajar, kalian tidak akan melakukannya."

"Sudah kubilang itu tidak benar!!" Amaya tersenggal, mengepalkan tangan dan menatap dingin ibu asuhnya. Ingin mengelak, membentak, mengutarakan semua yang ia pikirkan, tetapi rasa kesal dan sesak di dada membuatnya mati-matian menahan air mata.

Berciuman dengan seorang pria saja Amaya tidak pernah, apalagi melakukan hal yang lebih dari itu. Dia tidak pernah punya orang yang disukai, walaupun beberapa kali lelaki kerap menyatakan perasaan, Amaya selalu menolak. Dia tidak mengerti mengapa Rino berpikir begitu.

Sekarang, meski tahu ibu asuhnya orang seperti apa, Amaya masih merasa sedih dianggap seperti itu. Dia heran kenapa dirinya berharap Rino tak lagi mengucapkan hal yang menyakitinya. Padahal dia hanya harus tidak peduli, karena Rino pun demikian, tapi semua itu tak semudah yang Amaya inginkan.

"Terserahlah. Mau perawan atau tidak, yang menginginkanmu masih banyak. Kau tahu? saat aku menyebarkan fotomu, lima orang langsung siap memberikanku banyak uang. Itu masih kemarin, kalau semakin banyak yang tahu tentangmu, aku pasti mendadak kaya." Rino tertawa menunjukkan kegembiraannya.

Menggigit bibir bawah, ketakutan Amaya tak lagi terbendung. Tidak peduli pada hidupnya, sangat sulit dilakukan. Amaya tetap tak ingin tubuhnya dijamah banyak pria. Walau begitu, ia pun enggan bunuh diri, melarikan diri dengan mengakhiri hidup bukan solusi yang tepat. Kalau dia menghilangkan keberadaannya, Rino bisa mencari orang lain, wanita itu dan komplotannya tidak akan berhenti melakukan pekerjaan mereka. Artinya, kematian Amaya menjadi hal yang sia-sia.

Karena itulah, dia bingung harus bagaimana. Lari, Tobio bisa dalam bahaya. Tapi di sini dan menanti malam keparat bersama pria bejat, bukanlah keinginannya.

Apa benar tidak ada pilihan lagi?

Terdiam lama dengan wajah kalut, Amaya terkejut saat sebuah gaun dilempar padanya. Gaun berwarna hitam tanpa lengan, terbuka di bagian dada, juga berbahan ketat dan pendek.

Thief of Hearts (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang