"Eh, Ca. Inget gak yang pas lo disuruh Pak Benni ambil tugas ke kelas gue?" tanya Emily tiba-tiba saat kami sedang makan di kantin.
Aku memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutku sambil mengangguk. "Kenapa?"
"Mereka langsung pada nanyain lo loh. Pada nanya lo itu siapa, anak kelas mana, gitu-gitu."
Aku pun berhenti mengunyah saat mendengar ucapan Emily. Mau apa mereka tanya-tanya pada Emily? Jadi aku akan benar-benar di-bully? "Oh." Hanya itu respon yang kuberikan karena aku tidak tahu harus menjawab apa lagi.
"Ih, kok lo jawabnya gitu doang sih?" Emily berdecak sebal.
Aku berhenti makan. "Terus maunya jawab apa?"
"Yah apa kek gitu, kayaknya bentar lagi lo bakal jadi eksis," ucapnya dengan heboh.
Aku mengerutkan keningku. Aku? Jadi eksis? Yang benar saja. Tidak mungkin. Tidak mungkin aku jadi terkenal."Yah, gak lah. Palingan besok juga udah lupa semua." Aku kembali melanjutkan acara makanku. Tidak mau memusingkan terlalu banyak tentang masalah itu.
"Gak percayaan. Si Josh aja sampe nanyain lo,tapi gue gak kasih tau nama lo sih."
Aku menelan makananku dan meminum es teh manisku. Josh? Sepertinya aku tidak pernah kenal dengan orang yang bernama Josh.
"Josh? Siapa?" tanyaku bingung.
"Dia anak futsal, musuhnya Nathaniel dari kelas sepuluh. Padahal mereka sahabatan dari kecil," jelas Emily panjang lebar. "Gak tau deh kenapa tiba-tiba jadi musuhan," lanjut Emily sambil mengangkat kedua bahunya.
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku setelah mendengar cerita Emily. "Oh."
"Kayaknya dia tertarik sama lo, ganteng loh dia." Emily menaikturunkan kedua alisnya, menggodaku.
"Gak lah, gak mungkin," bantahku. Memang tidak mungkin bukan? Aku sejelek ini disukai oleh laki-laki ganteng? Mustahil.
"Iya sih-"
"Yauda, gue mau ke perpus dulu ya. Bye!" Aku menghabiskan minumanku lalu berjalan ke perpustakaan dengan cepat sebelum Emily kembali berbicara. Aku lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah daripada menongkrong di kantin. Aku memilih sebuah novel dari rak buku dan mencari tempat yang nyaman.
Aku mulai terlarut dalam novel yang sedang kubaca hingga aku tidak menyadari kalau ada seseorang di depanku."Hai."
Aku terlonjak kaget mendengar suara itu. "Bisa gak ngagetin gak sih? Kayak setan aja muncul tiba-tiba," ucapku sebal sambil mengusap-usap dadaku.
"Tadi lo lagi asik baca, gue gak mau ganggu." Ia memberikan cengiran.
Aku hanya memutar bola mataku dan kembali membaca. "Kenapa hobby banget ya nunduk?"
"Gak usah ganggu gue," ucapku berusaha mengusirnya.
"Emang enak apa nunduk mulu?" tanyanya lagi tanpa menghiraukan omonganku barusan.
Aku memejamkan mataku untuk meredam emosi yang mulai muncul. "Namanya lagi baca ya nunduk lah." Aku bisa pastikan nada bicaraku terdengar jengkel.
"Wets, galak amat sih," ucapnya sambil memasang senyum jahilnya.
"Mau lo apa sih?" tanyaku dengan galak. Kesabaranku sudah habis pada laki-laki ini.
"Mau gue adalah gue mau tau nama lo."
"Gak mau." Aku tidak sudi memberi tahu namaku pada orang menyebalkan seperti dia.
"Oh, come on. Tinggal kasih tau nama lo doang kan gak susah," ucapnya masih dengan senyum jahil yang membuatku semakin sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecurity
Teen Fiction(PUBLISHED) Hi, aku bukan orang yang percaya diri. Aku bukan orang yang cantik, bukan orang yang punya badan ideal. Aku cuma orang biasa yang punya masalah dengan kepercayaan diriku. Tapi, saat aku menemukan seseorang yang dapat membuatku mulai per...