#5

126K 7.8K 566
                                    

Aku berjalan dengan santai di koridor sekolah. Jam segini koridor masih sepi, makanya aku bisa berjalan dengan santai sambil menghirup angin pagi yang segar. Aku memutuskan mampir ke taman belakang karena kemarin aku tidak sengaja meninggalkan earphone-ku. Aku memejamkan mataku dan membiarkan udara segar masuk ke paru-paruku.

"Morning, Bianca."

Aku terlonjak kaget saat mendengar suara itu. Aku membalikkan badan dan kembali menunduk begitu melihat siapa pemilik suara itu. "Morning, Nathaniel," balasku pelan.

Dia berjalan ke arahku dan berhenti tepat di hadapanku. Lalu, dia mengangkat wajahku dengan jari telunjuknya. "Begini selalu lebih baik. Masih pagi, gue butuh semangat," ucapnya sambil tersenyum.

Aku hanya menatapnya dengan bingung. "Apa hubungannya lo butuh semangat sama gue angkat kepala?"

"Gak kenapa-kenapa," jawabnya sambil duduk di kursi dengan santai.

Aku tidak bertanya apapun lagi. Aku mengambil earphone-ku yang berada di atas rumput dan mengikutinya duduk di kursi dengan jarak yang lumayan jauh. Bisa dibilang aku di ujung kiri, dia di ujung kanan.

Dia tertawa pelan. "Kenapa duduknya jauh banget? Gue gak gigit kok."

"Hah?" tanyaku kikuk. "Oh, gak papa kok," jawabku sambil menunduk dan memainkan jari-jariku.

"Yauda sini geserlah," ucapnya sambil menepuk tempat di sebelahnya sambil menatapku dengan lembut.

Aku tidak mengangkat kepalaku, hanya bangkit dan pindah ke sebelahnya. Dari tempatku sekarang, aku bisa mencium parfum Nathaniel yang tidak terlalu menyengat. Tapi aku tahu itu akan menjadi wangi favoritku juga.

"Lo sering kesini?" Aku membuka pembicaraan tapi tetap sambil menunduk dan memainkan jari-jariku.

"Gue gak akan jawab sampe lo angkat kepala lo." Ia tertawa pelan.

Aku pun mengangkat kepalaku. Menuruti permintaannya.

Dia memandang ke depan dan mengangguk. "Iya, tiap pagi. Kenapa?"

Dia ke sini setiap pagi? Dan aku ke sini setiap pulang sekolah. Apa ini hanya kebetulan?

"Oh, gak papa," jawabku pelan.

"Eh, gue mau nanya deh." Tiba-tiba ia memutar kepalanya untuk menatapku. Aku sedikit kaget karna gerakannya yang tiba-tiba.

Aku mengerutkan keningku dengan pandangan bertanya. "Apa?"

"Lo anak baru bukan sih?"

"Bukan. Gue di sini dari kelas sepuluh kok," jawabku. "Kenapa emang?"

Ia menggeleng. "Abis, gue heran aja kenapa gue baru bisa liat lo kemaren itu. Padahal, gue dari kelas sepuluh juga," ucapnya dengan bingung.

"Mungkin karena gue jarang keliatan aja." Aku tersenyum tipis. Tidak heran kalau ia tidak tahu aku. Aku saja hampir menghabiskan seluruh waktu istirahatku untuk membaca novel, bukan mengobrol dengan teman.

"Satu pertanyaan lagi. Lo kenapa sering banget sih nunduk?" tanyanya dengan wajah polos yang membuatnya terlihat sangat ingin tahu.

Aku menarik nafasku dengan panjang lalu mengangkat kedua bahuku, tanda aku tidak tahu.

Gak mungkin kan gue bilang kalo gue insecure sama diri gue sendiri. Seakan akan gue caper banget. Ucapku dalam hati.

"Lo beneran gak tau?" tanyanya lagi. Dan aku hanya mengangguk.

Sorry, Nath. Gue belum bisa kasih tau lo. Ucapku lagi dalam hati.

"Oh gitu, yauda deh," ucap Nathan sambil kembali menghadap ke depan. Aku menikmati wajah Nathaniel yang terlihat perfect walau dari samping. Mimpi apa aku semalam bisa duduk di samping laki-laki ganteng seperti dia?

InsecurityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang