[10 Oktober 20**, 🍃]
"Bunda..." Panggilku pada perempuan yang sedang mengepang rambut Natasha.
"Ya My, ada apa? Kamu mau sesuatu?" Jawab Bunda tanpa melihat kearahku.
Aku duduk di samping Bunda dan memperhatikan tangannya yang terampil mengepang rambut adik bungsuku. Setelah selesai rambutnya di kepang, Natasha berlari keluar dari kamar begitu mendengar suara Ayah.
"Ada apa My? Kamu ingin sesuatu?"
Aku naik ke tempat tidur dan memegang kening Bunda. Tubuhnya masih sama seperti tadi pagi, panas. Aku turun dari tempat tidur dan memberikan obat yang berada di meja.
"Waktunya minum obat." Ucapku.
Bunda tersenyum dan mengambil obat itu, kemudian meminumnya dengan sekali teguk. Aku menatap wajah Bunda dengan khawatir, sudah 3 hari panas tubuh Bunda tidak kunjung turun.
"Terima kasih dokter kecil." Bunda mengelus rambutku.
"Bunda, cepat sembuh, My gak bisa lihat Bunda sakit."
"Sebentar lagi juga Bunda sembuh. Jeremy mending main sama yang lain, nanti ketularan sakit loh."
Aku menyimpan obat Bunda, kemudian duduk di samping Bunda dan memeluknya. Kalimat itu sudah 3 hari ini Bunda katakan, tapi Bunda tidak membaik. Kemudian aku teringat kata-kata Ayah.
"Seorang penyembuh harus kuat."
"Ayah kalian mengajarkan untuk berpegang pada prinsip, anak-anak Bunda hebat."
Itu adalah salah satu pujian yang paling aku ingat dari Bunda. Di hari itu aku dengan semangat dan percaya diri akan menjadi seorang penyembuh yang kuat. Tapi faktanya, keesokan harinya aku terkena demam.
***
[27 Juli 20**, 🍃]
"Selamat makan kakak senior." Ucap seluruh mahasiswa baru Fakultas Kedokteran siang itu. Aku mencium aroma makanan kotak itu dan aku pastikan aku tidak bisa memakannya.
Aku mengangkat tanganku.
"Kak izin berbicara.""Silahkan."
"Saya Conjunctivitis izin meninggalkan santap siang."
Salah satu senior mendekatiku dan memberikan isyarat agar aku berdiri dari kursiku. Aku berdiri dan menampakkan tubuhku yang paling tinggi diantara yang lain. Aku menatap ke depan, berusaha menghindari kontak mata dengan seniorku yang lebih pendek dariku.
"Kenapa?"
"Saya intoleran beberapa jenis makanan dan saya tidak bawa bekal. Saya ingin meminta izin untuk mencari makanan ke fakultas lain."
"Diizinkan, tapi kembalilah kesini sebelum jam materi berikutnya."
"Terima kasih kak."
Aku keluar dari kursi dan berjalan menuju fakultas yang berdampingan dengan fakultasku. Aku masuk ke area Fakultas Pertanian, disini banyak pipa-pipa untuk tanaman hidroponik.
Sampai di kantin Fakultas Pertanian, aku melihat penjual nasi uduk, aku segera memesan satu porsi lengkap nasi uduk itu. Setelah pesananku selesai di buat, aku membawa nasi itu ke meja dan segera menyantapnya.
Prang!
Suara nampan terjatuh menggema ke setiap sudut kantin. Aku melihat kearah sumber kegaduhan itu, seorang mahasiswi baru sedang dimarahi oleh senior.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeremy Alfa Trisaka [Cerita Ketiga]
RomanceCintaku yang pertama dan terakhir, terhalang restu karena kesalahan Ayahku. Hubunganku dengan saudariku yang tidak pernah diakui keberadaannya oleh Ayah. Kapan aku harus menjadi egois dan mengabaikan bahwa aku adalah orang yang harus paling berkema...