"Jangan bilang kalau kamu belok, ya, Fel?!"
Kedua mata lelaki yang disebut 'Fel' tadi, seketika membola. Ia jelas kaget dengan pertanyaan yang sang mama lontarkan, secara tidak langsung menuduh jika dia adalah penyuka sesama jenis. Lelaki itu berdecak, "Astaga, Ma, enggak." Ia memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut. "Mama jangan aneh-aneh, deh."
Fina—sang mama, melipat kedua tangan di depan dada, sembari memperhatikan putranya dengan tatapan serius. "Mama bukannya aneh-aneh," ujarnya. "Mama ngomong gini, bukan tanpa sebab lho. Coba Mama tanya sama kamu sekarang. Kapan terakhir kali kamu pacaran?"
Lelaki itu—Rafelo Diazka—tampak menghela napas panjang, kemudian menjawab, "Waktu SMA, Ma. Udah deh. Rafel males ditanya-tanya begini terus, Ma."
Mamanya memutar bola mata tak senang dengan apa yang putranya katakan. "Ya sudah kalau begitu. Pertanyaannya Mama ganti. Kapan kamu mau menikah?"
"Ma ...."
"Mama nggak suka diprotes!" tegas wanita itu. "Umur kamu udah 27 tahun, Rafel. Mama nggak mau orang-orang mikir kalau kamu itu punya kelainan seksual. Mama malu sama teman-teman arisan Mama, kolega-kolega Papa kamu dan keluarga. Coba pikirin Mama sama Papamu dong, Nak."
Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya Rafel menghela napas panjang. "Ma," ucapnya. "Bukannya Rafel nggak mau mikirin Mama sama Papa. Rafel hanya ingin butuh waktu lebih lama lagi, Ma. Rafel pengin bikin LovasMart jauh lebih berkembang lagi. Rafel juga belum siap untuk menikah, Ma. Tolonglah, jangan tanya-tanya 'kapan' lagi, Ma."
Fina mengembuskan napas panjang, kemudian menatap sang putra dengan wajah serius. Kedua tangannya terlipat di depan dada, "Sekarang begini deh." Wanita itu berusaha merangkai kalimat, agar sang putra yang secara usia sudah semakin dewasa itu mengerti dengan apa yang ia maksudkan.
"Selalu ada wanita hebat, di belakang laki-laki sukses. Dulu Papamu masih belum seperti sekarang, tapi setelah menikah sama Mama, Papamu jadi sukses, kaya raya dan tentunya banyak uang. Nanti kamu juga kalau sudah menikah pasti bakal seperti itu. Yakin deh, omongan Mama ini seratus persen terjamin kebenarannya."
Rafel menahan diri untuk tidak menghujat ibu yang telah melahirkannya ke dunia itu. Akan tetapi, rasanya ia pusing juga kalau terus-menerus diteror sang ibu agar segera menikah. Lantas dengan santainya Rafel berujar, "Memangnya Mama mau punya menantu matre?"
Sang ibu sempat terdiam sesaat. Omong-omong, Rafel juga sadar betul jika sedari tadi—di balik ceramahan panjang ibunya—terselip pujian kepada diri sendiri. Iya, benar. Ibunya Rafel itu senang sekali memuji diri sendiri, terlebih ketika sedang memberikan ceramah panjang kepada Rafel. Alasannya tetap sama, agar Rafel mengerti. Akan tetapi, sayangnya Rafel sudah kadung capek dan rasanya sulit sekali menerima segala omelan sang ibu. Ayolah, dia sudah dewasa sekarang. Apakah semua pilihannya harus atas persetujuan orang tuanya?
Rafel kembali melanjutkan, sebelum sang mama kembali berceloteh. "Zaman sekarang, susah cari perempuan yang mau diajak berjuang sama-sama, Ma. Minimal Rafel sukses dulu, deh, baru berani cari perempuan buat diajak berkomitmen. Rafel juga nggak mau kali Ma, bikin anak orang yang sudah dibesarkan baik-baik sama orang tuanya, malah dibuat melarat kalau hidup sama Rafel. Memangnya Mama mau, begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
✔LOVASHIP
Random[SUDAH TERBIT] BAB TIDAK LENGKAP _______________________ Untuk pemesanan Novel LOVASHIP, bisa dilihat di IG @stora.media dengan harga normal 85k soft cover (belum termasuk ongkir). _______________________ Hari kedua bekerja, sudah diajak menjadi tem...