2. Cincin

39 8 1
                                    


Allen tersandar lemas di bawah pohon. Setiap jantungnya berdetak, dadanya terasa ditumbuk dengan keras, sangat sakit dan sesak. Ia tidak tahu apa kesalahan yang telah diperbuatnya sehingga menjadi sepeeti ini. Semuanya terjadi begitu saja. Sebelumnya Allen tidak pernah mengalami kejadian ini.

Sambil memegang dada dan menahan rasa sakitnya, Allen membuka lembaran kitab agar mendapatkan penjelasan tentang yang ia rasakan. Penjelasan tentang dadanya yang terasa sesak ternyata itu pertanda, "Lahir - cincin - kekuatan." hanya kata itu yang dapat ia baca karena tidak terlalu menguasai tulisan Yunani kuno yang terdapat di dalam kitabnya.

Allen masih belum mengerti dengan maksudnya. Menurut halaman sebelumnya yang pernah ia baca, cincin yang disebut-sebut itu dari zaman dahulu sudah ada, tapi kenapa ada kata 'lahir' yang menunjukan seakan cincin itu baru muncul?

Beberapa saat berlalu, perlahan rasa sakit di seluruh tubuhnya mulai mereda, Allen pun dapat bernapas dengan lega.

Allen kembali fokus dengan kitabnya. Sedikit demi sedikit ia pahami walaupun masih banyak teka-teki.

"Aku harus berbaur dengan manusia lainnya," gumam Allen. Mungkin saja ia dapat menemukan petunjuk lain yang mudah untuk ia pahami.

Selama ini, hidupnya berada di dalam hutan yang dulunya adalah sebuah perkampungan. Allen pergi ke perkotaan hanya untuk memburu hantu, itu pun dilakukan saat malam hari. Nyatanya hantu lebih banyak dijumpai di perkotaan karena dengan padatnya penduduk menjadikan besarnya potensi sebuah kecelakaan.

Sebelum bergabung dengan manusia zaman sekarang, Allen pergi ke sebuah danau terlebih dahulu untuk bercermin agar penampilannya bisa menyesuaikan. Sudah cukup lama ia tidak melihat wajahnya sendiri.

Begitu Allen melihat pantulan dirinya, ia langsung terkejut bukan main. "HUA! Rubik!"

Allen terdiam memikirkan kata yang baru saja ia ucapkan. "Rubik? Biruk kali, ya?" gumamnya.

Allen menerawang ke atas. "Oke ulang." ia menghembuskan napasnya, siap-siap untuk terkejut. Perlahan ia kembali melihat pantulan wajahnya di danau. "Hua wajahku berak!" teriaknya.

Allen kembali terdiam. Aneh, serasa ada yang janggal. Niatnya untuk belajar membiasakan penggunaan bahasa - bahasa yang sedang trend.

"Akh! Bahasa anak sekarang ribet. Intinya ini wajah jelek," ucap Allen kesal sendiri.

Allan menarik napas dalam-dalam lalu matanya ia pejamkan. Pikirannnya fokus membayangkan bentuk yang ia inginkan. "Kulit putih, badan tinggi, rahang tegas, bibir pink, hidung mancung, mata coklat, alis tebal bulu mata panjang, rambut hitam kecoklatan," gumamnya

Tubuhnya mulai tersusun dengan sendirinya sesuai dengan yang ada di dalam bayangan Allen. Terasa ada yang menggelitiki dan mencubit pelan tubuhnya ketika proses itu.

Matanya kembali ia buka lalu melihat pantulan dirinya. Allan tersenyum dengan penampilannya sekarang ini. "Sempurna," ucapnya merasa puas

Allen menatap pantulan dirinya lumayan lama. Ternyata, ada sesuatu yang kurang susuai. "Pakaian."

Setelah ini Allan berencana pegi ke kota untuk muncuri beberapa pakaian dan beberapa benda yang dimiliki manusia zaman sekarang. Sebisa mungkin dirinya harus beradaptasi, hidup sebagai manusia normal pada umumnya.

Selain untuk mendapatkan cincin yang ia cari, mungkin ia bisa bermain - main sebentar. Menikmati hal yang dirasakan remaja zaman sekarang.

***

"Segala sesuatu yang kamu miliki sudah bisa kamu gunakan jika suatu saat kamu memerlukannya. Kamu punya tanggung jawab dan hak atas semua itu."

Ruby mengerjapkan matanya pelan. Ia tidak tahu dirinya ada di mana dan ia tidak mengenali wanita paruh baya yang wajahnya sangat cantik di hadapannya, ia juga bingung dengan maksud dari perkataan yang dilontarkan wanita itu kepadanya.

Ghost BusterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang