Dua

960 142 23
                                    

"Dokter Jay!" panggilan dari Dokter Nina menyambut Jayden saat memasuki kafetaria. Selain Dokter Nina, di meja itu ada dua dokter lainnya yang sedang makan bersama. Termasuk Ralisa.

"Baru istirahat, Dok?" tanya Wanda, dokter spesialis kulit yang juga memiliki kulit nggak kalah mulus dari porselen itu.

"Iya, Dok," balas Jayden ramah. Matanya sesekali melirik ke arah Ralisa yang nampak nggak terganggu sama sekali. Alias acuh. Wanita itu sibuk dengan baki makanan di hadapannya. Ia bahkan tidak menyapa Jayden seperti teman-temannya yang lain. Hah, janganlan menyapa, melirik pun juga tidak.

"Gabung sini aja, Dok!"

Setelah mendengar usulan Nina, barulah Ralisa mengangkat wajahnya untuk menatap temannya yang nggak peka itu. Jayden memperhatikan. Ia tahu Ralisa tidak ingin dirinya bergabung, meski tawaran Nina sangat menarik. Sudah lama sejak terakhir kali Jayden duduk satu meja dan makan bersama dengan Ralisa. Jayden merindukannya.

Ralisa beralih menatap Jayden, memberi kode lewat tatapan agar Jayden menolak tawaran Nina. Jayden melihatnya. Pria itu menarik sudut bibirnya seolah menantang Ralisa yang udah siap memegang tray makanannya. Wanita itu berencana menyudahi makan siangnya jika Jayden menerima tawaran Nina.

"Terimakasih banyak, Dokter Nina. Tapi saya udah ditunggu Dokter Reno," tolak Jayden sopan. Ralisa menghela lega, berbanding terbalik dengan Nina yang memasang wakah kecewa.

"Oke, Dok, next time kita makan bareng ya!"

"Siap, Dokter Nina atur aja waktu dan tempatnya. Saya yang teraktir nanti," balas Jayden mengedipkan sebelah matanya sebelum kembali menghela langkah menuju meja Reno.

Ralisa yang melihat itu semua menahan diri agar tidak muntah di sana. Benar-benar memuakkan. Dasar buaya!

"Sumpah, Dokter Jayden baik banget! Ramah, mana manis juga! Kalo senyum gemesin banget. Apa lagi lesung pipinya... ugh!" seru Nina geregetan sendiri dengan nada tertahan.

Wanda hanya tertawa melihat tingkah Nina yang emang udah menunjukkan ketertarikannya pada Dokter Obgyn baru itu sejak kedatangan pertamanya tiga bulan lalu.

Berbanding terbalik pada Ralisa yang diam-diam memutar bola matanya. Belum tahu aja Nina sebrengsek apa seorang Jayden itu.

•••


Jayden langsung mengambil tempat di depan Reno. "Ini punya gue, kan?" tanyanya yang merujuk pada mangkuk soto serta sepiring nasi lainnya yang ada di sana. Tanpa menunggu jawaban, Jayden langsung memakannya.

Reno nggak berkata apapun, hanya melanjutkan makannya dengan mata yang masih mengamati sahabatnya itu.

"Emh, enak juga ternyata," komentar Jayden setelah beberapa suapan. "Udah lama nggak makan soto. Tiba-tiba gue jadi inget soto budeh. Dulu jaman masih ngampus pasti makan siangnya soto budeh," flashback Jayden. Ia dan Reno memang satu kampus dulu. Mereka satu angkatan. Sama dengan Ralisa. Hanya saja wanita itu satu tingkat dibawahnya. Dan dulu... mereka juga cukup dekat. Atau mungkin sangat dekat? Setidaknya hubungan mereka dulu tidak sedingin ini.

"So, how is it?" tanya Reno akhirnya membuka suara.

Jayden mendongakkan matanya dengan tangan yang masih sibuk menyuap. Dia beneran lapar. Jayden bukan tipe orang yang sarapan. Dia hanya meminum secangkir teh tadi pagi. Dan sebelum istirahat dia melakukan beberapa visit juga operasi cesar. Cukup melelahkan, belum lagi ditambah dengan pertengkarannya dengan Ralisa tadi.

"About what?"

"Kerja disini? You seems enjoy it so much. You have fun, right?"

Jayden meletakkan mangkuk sotonya ke meja. Nggak tahu kenapa, tapi Jayden merasa seperti menangkal dua maksud dalam pertanyaan Reno. Jayden meraih gelas mineralnya dan meminumnya hingga setengah sebelum menjawab pertanyaan Reno.

Love to Hate MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang