Chapter 25 : Perpindahan

64 30 3
                                    

Happy reading.
***

Banyak lika-liku yang mereka hadapi. Dimulai dari kondisi keuangan menurun, belanja bulanan, membayar listrik, dan keperluan sehari-hari. Angga merasa sedih saat melihat wajah lelah istrinya. Angga ingin menyerah namun saat ia melihat perut istrinya yang semakin membesar—membuat dirinya harus semangat mencari nafkah.

Angga sudah menerima gajian pertama, namun hasilnya tak membuahkan hasil untuk mengatasi ke-ekonomian mereka. Gaji pertama tak terlalu banyak, hanya mencapai 70 ribu saja. Namun, Devi bilang katanya harus bersyukur. Saat itu Angga tersenyum mendengarnya, air mata berjalan keluar. Ucapan itu membuat dirinya merasa terharu.

Sebenarnya terlintas ide Angga ingin keluar—mencari pekerjaan yang gajinya lebih besar. Namun, ia masih bimbang. Apakah nanti saat ia keluar akan langsung mendapatkan pekerjaan ataupun tidaknya. Bagaimanapun jaman sekarang mencari pekerjaan itu susahnya minta ampun.

Angga tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Tapi, jika terus seperti ini apakah nanti dia sanggup membayar segala kebutuhan yang akan dikeluarkan?

***

Saat ini Angga mengantarkan Devi melakukan cek-up, untuk melihat perkembangan janin mereka. Angga rasanya tak sabar melihat perkembangan janin Devi. Sedari tadi cowok itu tak henti-hentinya tersenyum diatas motor—mengendarai ke klinik terdekat. Di lihatnya dari kaca spion, Devi turut tersenyum bahagia melihatnya.

Devi melingkarkan tangannya, menatap motor-motor yang berlalu lalang. Rasanya bahagia. Keduanya sama-sama diam, tak ada yang berniat mengeluarkan suara.

Saat dipertengahan jalan, lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Hal itu membuat Angga bosan, karena menunggu terlalu lama. Cowok itu menatap istrinya dari kaca jendela, ia tersenyum tipis, sangat tipis. Nyaris tak terlihat. Angga mengusap-usap dengkul istrinya. Devi merasa nyaman akan kelakuan suaminya yang sangatlah romantis baginya.

Lalu lintas telah berubah menjadi lampu hijau.

***

Kedua pasutri itu sudah sampai di halaman klinik Dokter Soli Kati. Devi semakin berdebar saat melangkah memasuki, namun Angga yang tahu istrinya deg-degan mengusap-usap lengan Devi. Angga pun sama deg-degan namun ia berusaha menutupi. Lagian dirinya juga tak sabar.

Saat sudah sampai depan ruangan, banyak ibu-ibu yang mengantri. Devi semakin takut saat mereka menatapnya aneh. Angga yang tahu istrinya sedang ketakutan segera menatap ibu-ibuan itu.

"Ya ampun anak muda jaman sekarang pergaulannya semakin ngeri ya," celetuk salah satu dari mereka.

"Iya bun, ngeri banget. Umur masih muda kok udah hamil gimana masa depannya nanti. Suram! Pasti orang tuanya gak pernah mengawasi anaknya," sahut yang lain.

"Iya, semoga aja anakku nggak kayak begitu. Amit-amit deh. Anak itu kayak gak ada harga diri sama sekali, mau aja diajak enak-enak yang belum halalnya! Murahan banget."

"Iya bun, semoga aja. Parah banget kelakuannya, pasti keluarganya malu punya anak seperti mereka."

Devi terisak, ia menunduk. Tak berani mendongak. Ucapan mereka semakin membuatnya sesak. Begitu hinanya dia dimata orang-orang? Apa orang tua juga mertuanya menganggapnya seperti itu?

Angga yang sedari tadi menahan emosi pun tak bisa menjaga lagi. "Jaga omongan kalian! Udah tua kok gak ada attitude sama sekali. Memangnya kenapa kalau kami nikah muda? Ada yang salah? Selagi nggak ada yang merugikan kalian, lambe kalian cukup diam! Memangnya kami punya salah apa sama kalian, sampai-sampai kalian membicarakan kami seperti itu?" tanyanya dengan suara yang berbeda. Seperti menahan emosi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diksa (Belum Direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang