Chapter 24 : Pembicaraan Malam Ini

89 41 12
                                    

Setelah kejadian kemarin tepat Rere menyelesaikan hubungannya dengan Galendra, lelaki itu berusaha untuk tetap tersenyum. Meski dalam lubuk hatinya ingin menolak ini semua, tetapi mendengar penuturan Rere bahwa ia harus menemukan kebahagiaan, Galendra berusaha melepas. Dia tidak ingin menjadi sosok egois yang ingin menahan seseorang agar tetap ada.

Sudah cukup selama ini dia selalu menyakiti dua perempuan yang tak bersalah. Galendra tidak ingin menyakiti Rere maupun Devi lebih dalam lagi. Semenjak pulang dari rumah gadis itu, Galendra menangis sepanjang jalan. Memang berat melepas orang yang sudah memberikan cerita begitu indah pada kita. Namun, Galendra menyadari, ada cerita yang dia dapat dari pengalaman itu.

Malam telah tiba, kedua pasangan muda itu sedang berada di ruang tamu. Tepatnya setelah menyelesaikan makan malam, mereka semua menonton acara televisi. Pak Agus melirik Galendra dan tersenyum tipis. Dia sangat berharap agar Galendra tak mengecewakan anaknya lagi. Sudah cukup kekecewaan yang dibuat kemarin.

"Kamu mau ke mana?" tanya Galendra, melirik Devi yang hendak berdiri.

"Aku mau buatin kamu kopi, Mas."

"Enggak usah. Kamu duduk aja. Kamu gak perlu repot-repot buat bikinin aku kopi. Nanti kalau aku butuh, aku pasti buat sendiri." Galendra menarik tangan Devi agar perempuan itu kembali duduk dan menonton televisi kembali.

Devi mengembuskan napas berat lalu menurut. Pak Agus serta Bu Rahma diam-diam tersenyum melihat adegan barusan. Bu Rahma seperti melihat dirinya di masa lalu. Adegan tersebut sama persis dengan apa yang pernah dia lakukan. Sama halnya dengan Pak Agus, pria tua itu justru semakin menerbitkan senyum. Hal sederhana tetapi membuat hati kita menjadi hangat.

"Gal," panggil Pak Agus.

Galendra menoleh menatap Pak Agus. "Iya, Pak?"

"Gimana pekerjaan kamu? Lancar semuanya, kan?"

"Alhamdulillah, Pak. Lancar semua," balas Galendra tersenyum hangat.

Pak Agus mengangguk. Ia melihat Devi yang sedang menonton televisi. Seketika itu ingatannya pada saat Devi masih kecil membayang. Tidak terasa, anak yang dulunya merengek meminta es krim kini sudah bersuami. Sudah milik orang lain. Pak Agus merasa sedih ketika mengingat fakta ini. Anak yang dulunya selalu dekat dengannya kini sudah mengandung benih orang lain.

"Gal." Ada jeda di antara mereka. Pak Agus masih memandang Devi dengan perasaan hangat serta sedih yang menjalar. "Bapak minta sama kamu, tolong jangan pernah sakiti anak Bapak, ya? Jaga Devi sekuat hatimu, jaga dia sekuat harapanmu, jaga Devi sekuat genggamanmu. Jangan sampai kamu buat Devi nangis. Kamu tahu? Devi adalah anak perempuan satu-satunya Bapak. Kalau kamu sampai menyakiti anak Bapak, Bapak gak akan segan-segan jatuhin kamu sama dia. Apa pun permasalahannya, harus dijelaskan dengan hati yang tenang. Emosi boleh tapi kalau bisa jangan sampai keluarin kata-kata kasar, ya?"

Dengar? Bahkan Galendra tersentuh mendengar penuturan seorang ayah yang rela melakukan apa saja untuk anaknya. Untuk anak perempuan satu-satunya. Galendra merasa sangat jahat saat dia merebut itu semua. Impian, harapan, dan masa depan Devi demi sebuah nafsu sesaat. Galendra merasa orang sejahat sedunia. Andai waktu itu dia tidak meminta Devi untuk menuruti kemauannya, mungkin kejadian itu tidak akan pernah terjadi dan masa depan Devi masih bersinar.

Mendengar omongan Pak Agus, Devi serta Bu Rahma mengalihkan pandangan pada orang berstatus kepala keluarga itu.

"Pasti, Pak. Aku janji sama Bapak, gak akan pernah ninggalin Devi dalam keadaan apa pun. Gak akan pernah buat hal-hal yang bisa Devi nangis. Bapak bisa pegang omonganku ini. Kalau seandainya aku melanggar janji ini, Bapak bisa bawa pergi Devi sejauh-jauhnya. Bahkan kalau perlu, Bapak bisa hukum aku dengan cara memisahkan Devi sama aku."

Diksa (Belum Direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang