Alex dan kedua temannya sampai di warjok, di sana sudah ramai oleh teman-teman Alex. Netra coklat milik Alex menatap jengah ke arah perempuan yang berlari mendatanginya. Ia bergelayut manja di tangan Alex.
"Bisa lepas ga?" Alex menggeram rendah ke arah calista.
"Ishh aku kan mau ikut sama kamu" bibirnya terpout menanggapi ucapan Alex.
"Heh gatel, ga tau malu banget lo Alex bilang kaga ya kaga" Rey menggertak calista, namun tetap saja perempuan berambut coklat itu tak menghiraukan ucapan Rey. Ia malah mendudukan dirinya di samping Alex dan Tristan.
"Gara gara lo gua jadi ga mood anjir" Rey masih berlanjut dengan gerutuannya.
Calista Ananda, Alex mengenal baik Calista. Dia teman kecil Alex yang sejak dulu sampai sekarang selalu mengejar-ngejar Alex. Ayahnya seorang miliarder di negaranya, oleh sebab itu sikap calista sangat manja.
Alex tak pernah mempersalahkan keberadaan calista, ia hanya tak suka saat calista mendatanginya saat sedang berkumpul dengan teman-temannya.
Dari tempat duduknya tristan memperhatikan seorang remaja perempuan yang berdiri di sebrang jalan, Alex mengenalnya. Tristan terus memperhatikan, sampai dimana ia berdiri dan menghampiri gadis tersebut mengabaikan panggilan dari kembarannya.
"Woy, tristan mau kemana lo?" Tanpa mengubris perkataan Rey, tristan terus berjalan menghampiri gadis yang berdiri di sebrang jalan.
"Nunggu siapa?" Tanpa basa basi tristan langsung menanyai Dara.
"Nunggu abang hehe" dara tersenyum canggung ke arah tristan.
"Balik sama gua aja, udah sore ga baik perempuan sore-sore sendirian" tristan menawarkan dirinya untuk mengantarkan dara.
Dara sempat diam beberapa saat menimang keputusannya, namun akhirnya ia angguki tawaran dari tristan. Ia tidak ingin pulang terlalu larut kerumahnya, apa lagi ini baru beberapa hari dia berada di jakarta.
Sore itu langit tampak indah dengan semburat jingga menghiasinya, dara memperhatikan setiap jengkal dari langit yang indah, di tambah angin sore hari dan pulang menggunakan motor. Dara sangat suka langit sore, terutama saat senja.
"Makasih ya tristan" dara berucap tulus saat ia baru selesai membuka helm milik tristan.
"Sama-sama, gua pulang dulu kalau gitu"
"Hati-hati" dara melambaikan tangannya saat motor milik tristan pergi dari pekarangan rumah miliknya.
✧*。
Suara dari bola basket kini menggema cukup keras di lapangan. Tampak seorang remaja sedang bermain sendirian tanpa adanya teman.
Sambil berpikir, Megapa hidupnya terasa berbeda. Apakah tuhan membencinya? Atau kah semua manusia di muka bumi ini yang membenci nya?
Dihadapan sang shandyakala Ia berucap dalam hati merapalkan doa kepada sang pencipta, semoga untuk doa kali ini sang pencipta mengabulkannya.
Ia berjalan gontai mengambil sebuah tas yang ia letakkan dia atas lantai, ia kembali berjalan menuju arah parkiran dimana tempat aang kuda besi terparkir dengan rapih.
Menjalankan kendaraan miliknya dengan kecepatan rendah sambil menikmati indahnya senja, Ia menyukai senja. Senja yang selalu menemaninya di saat pergantian hari.
Terlalu menikmati senja sampai tak sadar ia sudah sampai di halaman rumahnya. Baru setengah ia membuka pintu rumahnya suara teriakan dari kedua orang tuanya sudah memasuki gendang telinga miliknya.
Mengabaikan sekitar ia berjalan menuju kamarnya, menjatuhkan tubuhnya di pembaringan. Menutup mata dan telinganya, berharap sang fajar cepat tiba.
✧*。
Matahari kembali menaiki tahtanya ttkala sepasang mata yang dihiasi bulu lentik nan indah itu perlahan-lahan terbuka. Sinarnya yang terang menembus sampai sela-sela terkecil dari ventilasi, menggantikan presensi rona pucat dari purnama yang tadinya bersemayam dengan indah di cakrawala.
Kedua kelopak yang masih setengah merekat itu lantas berpendar ke seluruh ruangan, mencoba mengumpulkan kesadarannya yang seolah hilang ditelan gulita malam. Mendudukkan dirinya sebentar, hingga tak lama remaja berjalan kedekat jendela dan membukanya.
Riuhnya suasana perkotaan terdengar jelas di rungunya, udara perkotaan tak sesegar udara pedesaan. Suara ketukan pintu menyadarkan lamunannya.
"Non dara, ibu menyuruh untuk segera turun" dari balik pintu terdengar suara asisten rumah tangga yang baru ibunya pekerjakan selama satu minggu.
"Bentar bi, dara mandi dulu" setelah menyahuti bibi dara bergegas untuk bersia ke sekolah.
Sementara itu seorang pemuda masih menutup matanya dengan nyaman, baru 2 jam ia tertidur setelah semalaman penuh ia mengerjakan tugas acara tahunan yang akan di gelar di sekolahnya.
Suara alarem yang ia asang semalam memasuki rungunya memaksa matanya untuk terbuka sepenuhnya, dengan gerakan lamban ia menarik ponselnya menggeser simbol yang tertera di ponselnya.
Dengan mata setengah terpejam ia menyingkap selimut hangat miliknya untuk bergegas membersihkan diri.
Hari-hari yang melelahkan ini harus tetap ia jalani, meski tanpa ada rasa semangat dan kata penyemangat untuk dirinya. Ia termerenung menatap pantulan dirinya, ia sudah seperti mayat hidup. Wajahnya pucat dengan kantung mata yang mulai menghitam.
-02 April 2021
-eriichn<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Got To Believe In Magic
RandomUntuk Alex, mari kita temukan akhir kisah ini bersama. Copyright©2021 by eriichn