[ Don't believe in disney, happy ending does not exist, a prince won't waste his time to look for you. -wounds ]
*
Jennie memainkan jemarinya. Sejak bibirnya berhenti mengeluarkan kata untuk berdebat, suasana di antara keduanya nyaris menyerupai danau alaska beku. Damian juga sama sekali tidak berisiatif untuk membuka suara. Jennie berdecak.
"Ada apa?" tanya Damian tanpa menoleh.
"Apa kau membawaku untuk merasakan suasana mencekam seperti ini?" sindir Jennie.
"Pertanyaan dibalas dengan jawaban, J."
"Pertanyaanku menyiratkan jawaban, Tuan." Jennie memutar kedua bola matanya jengkel.
"Jangan memutar matamu. Itu menyebalkan."
Jennie menatap Damian tidak percaya, "Lihat siapa yang berbicara."
"Kenapa?"
"Apa kau tidak merasa jika kau lebih menyebalkan?"
"Apa kau tidak pernah diajar untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban bukan dengan kalimat tanya?" sarkas Damian.
Jennie mendengus, memilih untuk berhenti membalas Damian. Bisa-bisa tekanan darahnya naik pada titik tertinggi. Sementara Damian melirik Jennie sekilas sembari menahan tawanya. Tangan pria itu bergerak menyetel lagu. Dua detik kemudian, alunan lagu mengisi keheningan di antara mereka berdua.
Four Seasons: Spring.
Jennie bisa mengenali lagu klasik itu dengan cepat. Nadanya terdengar familiar. Komposer era Baroque, Antonio Vivaldi, paling dikenal dengan karya Four Seasons-nya. Four Seasons adalah concerto grosso, terdiri dari 4 concerto: Spring, Summer, Autumn dan Winter. Tiap-tiap concerto ini dibagi menjadi 3 bagian atau movement. Concerto No.1 in E major, Op.8, RV. 269 atau yang lebih dikenal dengan "Spring Concerto"
Spring Concerto berganti menjadi Summer Concerto. Jennie memejamkan matanya, menikmati alunan musik yang memanjakan telinganya. Wanita itu tidak menyangka pria sebeku danau Alaska seperti Damian mempunyai selera yang cukup bagus.
"Moja lepa ženska." Damian tanpa sadar membuka suara ketika menatap Jennie. Wanita itu refleks menoleh. Menemukan matanya tergelam di iris Damian. "Kau bilang apa?"
"Bukan apa-apa." Damian mengalihkan wajahnya, fokus menatap jalan.
"Kau berbicara dalam bahasa Slovenia."
"Kau tahu?"
"Aku mengenali nadanya, tidak tahu artinya." Jennie mengangkat bahu. Diam-diam Damian mendesah lega. Jennie memicingkan matanya, "Kau mengataiku?"
Damian menggeleng. "Hanya bergumam dan teringat sesuatu."
"Awas saja kalau kau mengataiku." Jennie memicing ke arah Damian, mengancam pria itu.
"Memangnya kenapa?"
"Aku akan membunuhmu."
"Lihat siapa yang bertaring." balas Damian lalu terkekeh, sembari memutar kemudinya. Mobil yang mereka tumpangi berbelok, memasuki kawasan yang dipenuhi pepohonan. Suara gilas ban kendara Damian terdengar berbeda ketika berbelok. Jennie mendengar summer concerto digantikan dengan winter concerto. Entah mengapa lagu itu terdengar menegangkan baginya. Wanita itu kemudian melirik pria yang fokus menatap jalan setapak.
"Kau yakin tidak sedang berniat buruk?" Jennie melontarkan pertanyaan sembari bergidik ngeri. Bagaimana jika Damian ingin menyantapnya di sini? Melihat tempat ini sangat strategis untuk dijadikan lokasi pembunuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon is Blue Light Tonight - [ ON GOING ]
Fantasy[ O N G O I N G ] - PG-19 || Genre : Adult, Fantasy, Werewolf, Romance, Angst || Berhasil mengelabui Jeremiah -kakaknya, Jennie seolah mendapat karma. Wanita itu berakhir di hutan hitam dengan segala cerita beraroma pekat. Tidak hanya sampai di s...