Setelah sampai di sekolah, aku bergegas untuk masuk kelas. Untung saja saat itu pak guru belum datang, akupun bisa bernafas lega.
Setelah menunggu 10 menit.
"Maaf anak anak bapak telat sebentar soalnya tadi ada rapat di lantai 2!" Kata pak guru.
"Iya, pak. "Jawab kami. "Oh ya, hari ini kita kedatangan murid baru pindahan dari luar kota! Silahkan perkenalkan diri!"
Ku pikir dia perempuan, ternyata...
"Halo teman teman, nama saya Eren, nama panjang nya Eren Scmidht, saya murid pindahan dari Sekolah 7. Salam kenal semuanya!"
Entah mengapa, hatiku merasa akan copot. Eren seperti orang yang pernah aku temui saat di taman, mulai dari suara, kulit, dan badannya yang atletis.
"Silahkan duduk di sebelah Mentari!" Kata pak guru. Tanganku bergetar, badanku juga tidak bisa digerakkan. Dalam hati aku berkata "Apa yang harus aku lakukan?"
"Permisi." Katanya. "Ss...silahkan." Jawabku. "Terima kasih, ya. Oh ya, perke alkan nama saya Eren Scmidht. Salam kenal ya!" Sambil mengulurkan tangannya. "I..iya s..salam k..kenal juga, n..nama saya Mennntari." Jawabku sambil terbata bata.
"Tidak usah malu malu denganku, santai saja." Kata Eren dengan santai nya. "Iya."
Pulang Sekolah
Mungkin setelah hari ini, merupakan hari yang berat bagiku. Bertemu dengan Eren yang menurutku merupakan orang yang misterius di taman, seperti membawaku ke masalah berikutnya. Yaitu, untuk memecahkan teka teki kehidupan.
Dengan lelah dan masih gemetaran, ku bawa sepedaku ke taman. Entah apa yang membuatku merasa kesal, pasalnya saat di jalan untuk pergi ke taman aku selalu diikuti oleh orang misterius. Setiap ku melihat ke belakang, ntah apa yang sedang orang itu lakukan.
Sesampainya di taman
"Akhirnya." Kataku
Saat melihat lihat di taman, ku melihat banyak sekali orang berpacaran, hal ini seperti membuatku merasa terganggu, apalagi sampah sampah yang dibuang seenaknya saja semakin membuat taman ini seperti pasar.
Kubuka buku diary yang ada di dalam tasku, dan ku tulis...
Huft, kenapa hari ini membuatku ingin pergi ya? Melihat seisi kota ini membuatku cepat bosan, apalagi melihat orang orang itu secara terus menerus. Sangat menyebalkan.
Tanpa kusadar, seseorang melihat diary ku dan kemudian ia berkata. "Mengapa nasibmu sama sepertiku?" Sontak aku langsung menjawab. "Meeemang nya, kenapa?".
Sebelum memulai cerita ia mengambil makanan ringan yang terdapat di tasnya lalu memulai ceritanya. "Aku tumbuh dan besar di kota ini, hari hari ku seperti dirimu. Kau dan diriku sama sama cepat bosan tidak? Saat aku kecil, aku sudah ditinggal oleh ayah dan ibuku untuk berdagang. Mereka menitipkanku di nenekku, mungkin aku hanya bisa membahagiakan nenekku saja. Sejak orang tua ku meninggalkanku, mereka sampai sekarang belum juga memberi kabar, aku juga tidak tahu bagaimana rupa orang tua ku sekarang. Aku melampiaskan amarah ku ini terhadap kota ini, mengapa aku dilahirkan di kota ini dan mengapa mereka meninggalkanku?"
Aku merasa tertegun atas apa yang ia rasakan, seharusnya aku bersyukur bisa tinggal di kota ini dengan orang tuaku.
"Maafkan aku atas apa yang terjadi denganmu."
"Tidak apa apa." Sambil membuang sampah makanan ringannya.
"Perkenalkan namaku Mentari." Kataku
"Hai Mentari namaku Vidi." Jawab Vidi sambil tersenyum lebar