Part 1

3.3K 186 2
                                    

Tittle : Limerence; adalah keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketertarikan romantis kepada orang lain dan biasanya mencakup pikiran, fantasi obsesif dan keinginan untuk membentuk atau mempertahankan hubungan dengan objek cinta dan perasaan seseorang dibalas.

Genre. Romansa, drama.

Warning
18+ area❌

•••

"Aku tidak suka makanan ini!" Zhong Chenle berucap lantang ketika Na Jaena melirik dari sudut matanya yang jernih. Gadis yang usianya terpaut lebih muda empat tahun dari dirinya itu sangat blak-blakan saat disuguhi semangkuk ramyon instan yang di atasnya ditaburi oleh keju mozarella.

Chenle membenci makanan seperti itu. Satu mangkuk saja bisa menimbun banyak kalori di tubuhnya. Dan itu adalah kesalahan fatal untuk tubuhnya yang sudah sangat ideal.

Lantas Nana mendengus kecil. Dia tidak ingin cepat-cepat marah--- pasalnya gadis berwajah oval itu mengerti seperti apa kehidupan sang gadis manja di hadapannya. Hanya saja ia bingung harus melakukan apa lagi pada gadis berkulit seputih susu itu.
Menelan sedikit saja lemak untuk hari ini tak ada salahnya, bukan? Pikir Nana.

Kalau boleh jujur, Chenle memang jelas merepotkannya sejak seminggu lalu menginap di apartemen miliknya. Seperti: meminta makanan yang memang tak bisa Nana buat dalam waktu cepat. Nana seringnya makan makanan instan, sungguh kebiasaan yang buruk memang. Namun itu bukan sebuah dosa besar baginya. Selagi otaknya masih bisa menyusun diksi-diksi untuk novelnya, itu tak menjadi masalah.

Selanjutnya Chenle juga suka sekali mempermalukannya kala mereka melewati tetangga apartemen sebelah yang dihuni oleh dua pria---yang tampannya di luar akal sehat memang.

Selain itu, gadis itu bagai ratu es yang harus tetap dengan suhu terdingin dalam ruangan di manapun ia berada dalam apartemen. Itu membuat Nana menggigil seperti saat musim dingin.
Chenle tak bisa kepanasan karena ia tak suka berkeringat saat di dalam rumah.

Intinya kehidupan gadis itu sangat bertolak belakang dengan Nana yang tentu dibilang normal-normal saja.

"Kalau begitu kau bisa turun ke bawah, ada restoran Jepang di seberang jalan sana, barangkali kau mau mengunjunginya," papar Nana.
Dia berusaha mengabaikan informasi dari ibunya soal Chenle yang sama sekali tak menyukai makanan mentah.
Kali ini rasa risih mulai merayap dan menguasai dadanya.
Enggan sekali ia beradu mulut dengan Chenle, tapi gadis itu selalu saja memancingnya.

"Baiklah!" Tanpa diduga jawaban itu melesat dari bibir merona Chenle yang sudah mulai kering.
Gadis itu sudah kedinginan sekaligus kelaparan. Dia juga tak ingin beradu mulut dengan Nana. Sungguh memalukan, akhirnya ia merasakan juga saat-saat kelaparan seperti sekarang. Jika ibunya tahu, mungkin Nana akan kena sedikit teguran.

Ini jelas tidak seperti kebiasaan Chenle, meski dalam hati Nana agaknya senang, membayangkan dirinya bisa bersantai saat sang sepupu menikmati makanan Jepang yang sama sekali tak disukai gadis itu. Tidak ada rasa kasihan lagi, sebab ini sudah batasnya.

Tanpa niat mencurigai keputusan itu, Nana putuskan untuk mengangguk sambil menyisipkan senyuman. Bukan senyuman girang atau sebagainya, tapi hanya senyuman skeptis.

Semoga saja adik sepupunya itu tidak berpikir kalau dirinya sangat senang karena tidak lagi direpotkan. Walau bagaimana pun Chenle tetap adik kecilnya yang dulu sering menemaninya saat kesepian. Dan lagi ia malas jika harus menghadapi penilaian keluarganya jika mengetahui ia dan Chenle tak akur hanya karena soal makanan.

Dalam keluarga besar mereka, dilarang untuk berdebat, apalagi hanya persoalan sepele. Itu hanya akan jadi lelucon yang buruk bagi mereka orang-orang berkelas.

LIMERENCE (Nomin GS)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang