Ep. 2 Pertemuan tak terduga

13 8 4
                                    

Shin Ye dan kedua orang tuanya sudah berada di ruang guru. Perlu kesabaran penuh untuk Shin Ye memberikan penjelasan pada orang tuanya agar mau menemui wali kelasnya.

"Karena saya tidak mau mengulur waktu, anda pasti sudah dengar kalau anak anda mencuri dompet salah satu temannya" sang guru menaruh sebuah buku tebal ke atas mejanya lalu menatap kedua orang tua Shin Ye.

"Kenapa anak saya bisa mencuri? Padahal dia saya didik dengan benar, apa masih kurang untuk si sialan itu menjadi lebih baik!" Shin Ye tertunduk lemah, hatinya sakit ketika sang ayah berkata seperti itu padanya. Kemarin ia sudah digunjingkan sekarang kata - kata itu keluar dari ayahnya sendiri.

"Saya tau perasaan anda, tapi tidak bisakah anda berkata lebih halus lagi. Dia anak anda" ujar sang guru yang paham dengan kondisi saat ini.

"Apa yang anda tau, anda sendiri sudah melihat kejahatan sialan itu. Lalu anda meminta padanya untuk menghubungi kami, tapi sekarang? Anda malah membela sialan ini." kini sang ibu yang bersuara, ia nampak jengah meihat Shin Ye, putrinya sendiri.

"Saya meminta anda datang untuk menuntaskan ini semua, bukan menghina anak anda."

Ayah Shin Ye meraba saku celananya, mengambil rokok dan pemantiknya lalu menyesap benda itu dan melepas asapnya di wajah sang guru. "Apa yang anda lakukan!"

Ayah Shin Ye tersenyum miring, "kau sudah memanggil singa, jadi jangan harap bisa lepas dari kami."

"Mereka benar - benar gila, pantas seluruh siswa kemarin menggunjing Shin Ye." batin sang guru.

"Sudah tidak ada yang pentingkan? Kalau begitu kami akan pergi." kedua orang tua Shin Ye pergi menjauh, tanpa mengucapkan septah kata pun pada anaknya. Shin Ye hanya tetap menunduk karena malu dengan apa yang terjadi, dia kemudian keluar begitu saja tanpa mengucapkan 'permisi' pada sang guru.

"Aku paham dengan perasaanmu sekarang, Shin Ye" gumam sang guru.

Shin Ye berlari sepanjang koridor, ia mengikut kemana arah kakinya bergerak. Ia tak perduli dengan tatapan siswa lain yang menatapnya aneh karena menangis. Pikirannya sangat kacau dan dia bingung ingin membagikannya pada siapa. Kim Jun Jie sudah tiada, kalau ia masih ada sekarang pasti dia akan menghabisi orang - orang yang menggunjingnya. Rasanya ia sangat membutuhkan kekasihnya itu, semua hal dari kekasihnya, perhatian bahkan perlindungannya. Ia sangat tak berdaya saat ini, bahkan untuk kembali ke kelasnya saja rasanya enggan dan berakhir ia berada di atap sekolah.

"KENAPA! KENAPA KAU HARUS PERGI! KENAPA!" tanggisnya pecah, ia terduduk begitu saja. Keadaanya sudah sangat berantak, ditambah ia berteriak tadi membuatnya nampak lebih kacau.

"Harusnya aku menolak permintaanmu, harusnya aku tetap bersamamu, harusnya... harusnya..." Shin Ye benar - benar kacau sekarang. Setelah perkataan dari orang tuanya, ia kembali merasa bersalah karena kematian kekasihnya. Hanya ada penyesalan dan kata 'Maaf' yang terus dilontarkan bibirnya hingga sepersekian detik ia tak sadarkan diri akibat kelelahan menangis.

Dari kejauhan, arwah Jun Jie menatap nanar kekasihnya. Ia hanya mengumamkan kata 'Maaf' lalu menghilang bersama tiupan angin yang sedikit kencang.

***

Keesokan harinya Shin Ye tidak masuk kesekolahnya, bukan karena kejadian kemarin tapi ia sudah dipindahkan oleh kedua orang tuanya secara paksa. Mau tak mau, Shin Ye harus mengikuti kemauan kedua orang tuanya. Jika keluar kata yang merujuk penolakan, habislah Shin Ye saat itu juga.

Sekarang Shin Ye tengah bersiap untuk pergi kesekolah barunya. Ia tidak dia antar oleh ayahnya, karena ayahnya sibuk bagaimana dengan ibunya? Ibunya terlalu malas hanya untuk mengantar Shin Ye dan dengan terpaksa ia harus naik bus.

Come To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang