CHAPTER O8

160 29 7
                                    

Siang ini Winwin tengah bersantai bersama Wendy dan Renjun. Obrolan mereka seputar rencana yang akan digunakan untuk menjatuhkan Suho dan juga antek-anteknya. Tinggal 2 hari lagi, ia dan kedua saudaranya akan menginjakkan kaki didalam istana.

"Aku tidak tau apakah kita akan berpisah atau tidak, tapi yang jelas, salah satu dari mereka pasti memanfaatkan kesempatan—berusaha mencicipi tubuh kita." Terlihat jelas ada ekspresi ngeri di wajah Winwin setelah mengatakan hal itu.

Jujur saja, Winwin tidak mau terpisah dari kedua saudaranya ketika menghibur Suho ataupun antek-anteknya. Ia mudah sekali takut ketika didekati pria mesum, hal inilah yang membuat Winwin menjadi cemas. Ia tidak mau ketakutannya membuat dirinya menjadi lemah.

"Itu sudah pasti. Maka dari itu kita harus siap ketika mereka hendak mencicipi kita—dengan memukul wajahnya. Saat itulah tingkat kewaspadaan kita harus semakin tinggi, mereka tidak akan membiarkan kita lolos." Balas Wendy seraya memainkan rambutnya.

Winwin hanya bisa menghela nafas. Ia sudah menyiapkan mentalnya dari jauh hari. Dan apa yang akan terjadi selanjutnya, hanya Tuhan yang menentukan. Winwin tidak takut jika sabtu malam nanti dirinya harus mati.

Ditengah obrolan ketiga bersaudara itu, Yuta muncul dengan wajah khas baru bangun tidur, hal ini membuat Winwin mendengus. Selama tinggal disini tidak ada yang Yuta lakukan selain makan dan tidur. Diberi tugas untuk bersih-bersih pun masih ada debu yang tersisa.

"Serius sekali, sedang membicarakan apa?" Tanya Yuta seraya mendudukkan dirinya di sofa, jemarinya dengan santai mengambil beberapa cemilan yang terletak didalam toples.

Pertanyaan Yuta tadi sukses membuat Winwin menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Ia lupa kalau semalam tidak ada satupun yang memberitau kalau sabtu malam ia, Wendy, dan Renjun akan pergi ke istana. Singkatnya, lagi-lagi Yuta ditinggal sendirian.

"Membicarakan rencana untuk melawan Suho, dua hari lagi kita akan pergi ke istana." Jelas Winwin yang hampir membuat Yuta tersedak cemilan.

"Tunggu dulu.. Bagaimana caranya kalian masuk?!" Yuta tidak bisa meneruskan ucapannya, saat ini ia tengah bingung. Kabar ini terlalu tiba-tiba baginya.

Akhirnya Winwin menjelaskan semua kejadian yang menghampirinya saat membeli pisau di salah satu kedai. Tentu wajah Yuta mengeras setelah mendengar penjelasan tersebut, entah mengapa ia menjadi tidak rela melepas Winwin dan kedua saudaranya untuk pergi ke istana.

Yuta masih dilanda rasa ketakutannya tentang status mereka bertiga; wanita dan juga submissive! Mau sepintar apapun ketiganya dalam ahli bela diri, tetap saja mempunyai titik lemah yang membuat mereka mudah dikalahkan. Yuta tidak ingin kehilangan mereka, terutama Winwin. Ia sangat mencintai pria cantik itu.

Dan disaat seperti ini Yuta membenci dirinya yang tidak bisa melakukan apapun. Luka di kakinya masih dalam tahap penyembuhan, ia tidak bisa ikut bertarung membantu mereka bertiga.

"Bisakah aku berbicara sebentar denganmu Winwin? Hanya berdua.." Pinta Yuta dengan wajah sendu.

Hal ini membuat Winwin mengernyit. "Untuk apa? Disini sa—"

"Ku mohon.. Ini penting, dan ada hubungannya dengan rencana yang kalian bicarakan." Wajah Yuta semakin memelas, yang pada akhirnya dituruti oleh Winwin.

Entah apa yang akan Yuta bicarakan, tapi didalam hati Winwin menggerutu. Hal penting apa yang ingin Yuta bicarakan padanya sampai Wendy dan Renjun tidak boleh mendengarnya? Kalaupun ada hubungannya dengan rencana yang ia bicarakan, seharusnya Yuta tidak perlu seperti ini bukan?

Kekesalan Winwin semakin meningkat ketika Yuta mengajaknya keluar rumah. Oh astaga, jika yang Yuta bicarakan ternyata sama sekali tidak penting baginya, maka ia tidak akan ragu untuk memukul pria itu.

All For One, One For All •yuwin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang