Prolog

71 18 36
                                    

"Mr. Leo, persiapan pesawat Anda telah siap. Pukul 09:00, pesawat jet menuju Tokyo, bagasi telah terisi lengkap."

"Terima kasih, buddy. Seperti biasa, aku bersama Miguel."

Untuk sesaat manajerku menghela napas. "Soal itu ... sepertinya tidak bisa. Pesawat kita sudah penuh. Tapi aku sudah menangani hal itu, Miguel akan di tempatkan pada pesawat kelas satu."

"Tidak, aku tidak setuju. Kau tahu, Miguel adalah hombre-ku saat aku belum sesukses ini. Aku tidak bisa membiarkannya berdesakkan dengan orang-orang miskin itu."

"Tenanglah, Mr. Leo, aku sudah berbicara dengannya. Dan ia tidak bermasalah dengan itu."

Sepertinya tidak ada pilihan lain. Seandainya aku memiliki banyak uang, aku akan membeli pesawat pribadi untuk Miguel dan diriku sendiri.

Miguel adalah penyelamatku dalam kesusahan, sekaligus pelindungku kala terancam.

Aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Leonard Ricardo, atlet parkour profesional, keturunan Amerika–Meksiko. Penduduk California sangat membenci keberadaan kami. Aku tahu ini terdengar rasis, akan tetapi, akulah saksinya, Holmes.

Masa kecilku sudah terbiasa hidup di jalanan, bersama sahabatku seorang kartel bereputasi kecil yang pernah merasakan pahit-ketirnya kota Sao Paulo, New Mexico, dan Los Angeles.

Kalian harus tahu, Holmes, Miguel itu orangnya baik. Walaupun wajahnya sangar, tetapi ia sangat baik kepada orang-orang senasib dengan kami.

Miguel sudah mengenal gelapnya dunia kriminal. Dari merampok bank, menjambret, mencopet, dan memalak, ia sudah berpengalaman dengan hal tersebut. Pernah suatu hari aku ingin mengikuti jejak karirnya itu. Akan tetapi, ia tidak setuju, bahkan tidak pernah mau setuju.

'Biarlah aku yang merasakan dosa, tetapi jangan pernah kau mengikuti jejakku' tekan Miguel.

Menurut kalian, Holmes, apakah aku akan selalu berada di zona aman? Tidak. Waktu yang membuktikan, kalau aku akan terseret ke dalam bisnis kartelnya.

Suatu waktu di Sao Paulo, kami digerebek polisi ketika melakukan transaksi narkoba. Saat itu, pilihannya ada dua, tertangkap dan membusuk di penjara atau melarikan diri dan hidup dalam teror. Kami memilih pilihan kedua. Itu lebih baik ketimbang bosan mati di dalam sel tahanan.

Miguel menggunakan uang terakhir untuk kami pergi bertolak menuju California-dengan identitas baru. Di sini kami berdua hidup di jalanan tanpa tempat tinggal maupun saudara. Miguel masih bekerja di bidang kriminal, sedangkan aku mulai menekuni olahraga parkour.

Aku mulai menyukai olahraga ini ketika kami melarikan diri dari polisi Sao Paulo. Dan sepertinya aku menemukan bakatku.

Singkat cerita, di sinilah sekarang aku berada. I'm ma' Leo, atlet parkour yang mendapatkan naturalisasi istimewa oleh negara bagian California dan menjadi warga negara Amerika Serikat seutuhnya. Catatanku bersih, berbeda dengan Miguel, FBI harus memberikan perlakuan khusus sebelum menjadi warga negara AS.

Grande Valse tone

Miguel menelponku pada akhirnya.

"Holmes ... Miguel, maafkan aku. Padahal aku ingin sekali kau menjadi teman perjalananku."

"It's fine, aku hanya ingin mengatakan kalau aku sudah sampai di bandara ... cabron, aku tidak bisa membaca bahasa Jepang."

Aku tertawa menanggapi kebodohannya itu. Karena berisik, aku menjadi pusat perhatian konglomerat lain. Lalu, seorang pramugara datang menepuk bahuku.

"Permisi Tuan, kita akan segera mendarat. Demi keselamatan para penumpang, tolong pasang sabuk pengaman Anda lalu matikan komputer tersebut."

Aku perhatikan penampilan pramugara tersebut. Berperawakan kecil, kurus, dan dilihat dari wajahnya, dia berasal dari asia timur.

"Oke, oke, akan kumatikan. Tunggu sebentar.

Koneksi yang sempat kualihkan membuat Miguel bertanya-tanya.

"Kau baik-baik saja, Leo?"

"Aku baik, aku baik," balasku panik. "Maaf, Holmes ... kita harus akhiri sambungan ini, protokol pesawat melarang kami untuk berkomunikasi. Aku pastikan sebentar lagi aku akan mendarat."

Miguel memaklumi dan langsung menutup telepon. Kumasukkan laptop ke dalam ransel. Dan terakhir memasang sabuk pengaman agar tidak terkena guncangan keras saat pendaratan pesawat.

Langit di luar menjadi gelap dari biasanya. Kuperhatikan arloji menunjukkan pukul 10:00 WBC. Bukankah ini terlalu siang untuk matahari beristirahat, atau mungkin perbedaan waktu di Jepang lebih awal dibandingkan Amerika?

"Kepada para penumpang, segera pasang sabuk pengaman kalian. Ada perputaran arus angin dan awan cumolonimbus, yang kemungkinan akan terjadi turbulensi."

Benar saja turbulensi terjadi. Pesawat bergetar kencang seperti suara gemuruh. Kaca-kaca jendela bergetar hebat seperti akan pecah sewaktu-waktu. Karena getaran semakin kencang, masker oksigen otomatis terbuka dan menampar wajahku berkali-kali.

Banyak para penumpang memasang alat tersebut dengan tergesa-gesa. Namun, dengan tenang aku pakai masker tersebut untuk bantuan pernapasan kala terguncang.

*inhale*

*exhale*

Tunggu sebentar, ada aromanya? Tabung oksigen ini ada aromanya. Tidak. Aku pernah sesekali mencium aroma seperti ini. Kalau tidak salah ketika aku berada di Sao Paulo, di mana kami sedang bertaransaksi narkoba kokain.

Pandangan mataku menyempit, kepalaku seperti berputar-putar, dan aku mulai berhalusinasi.

Hei, perempuan konglomerat di sana itu seperti sedang memamerkan lekuk tubuhnya.

Oh, lelaki itu memiliki tubuh macho dan berotot. Oh aku ingin menjadi sepertinya ....

Lihat para pramugari itu, mereka berjalan kemari hanya dengan busana minim. Sungguh pemandangan yang memanjakan ....

Perlahan mataku terkatup rapat. Bahkan sulit untuk kembali terbuka. Namun, dalam keadaan tertidur ini, aku masih bermimpi bahwa aku dikelilingi banyak wanita.

Dementia Z (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang