00

48 3 0
                                    

Hello, fellas... Hai teman-teman ku yang terkasihi. Yaa kalian yang akan membaca cerita ini semuanya adalah temanku. Untuk yang baru datang selamat datang dan salam kenal yaa.

Untuk awalan ini aku tak akan memberi instrumen sebab aku ingin kalian membayangkan hal- hal yang kuceritakan dengan imajinasi kalian dulu dan kalian bisa memikirkan lagu apa yang cocok untuk awalan ini.

Jadi mari kita mulai...

***
*****

[Agatha Herse Cecilya]

Desember 2018

Sibuk. Itulah yang akan gue katakan saat ada yang iseng telepon gue saat ini. Sebetulnya hari ini hari libur cuma gue sedang menyibukkan diri sendiri dengan melakukan kegiatan yang paling gue suka yaitu pergi ke toko buku cukup melihat-lihat aja sih, karena gue harus ngumpulin uangnya dulu.

Oufit gue hari ini, baju kodok denim dengan dalaman baju kaus belang-belang kayak zebra, sepatu kets putih dan tas yang entah gue juga bingung isinya apa pokoknya banyak, gue siap untuk pergi ke toko buku.

"Okee, lets go.." ucap gue sembari sibuk mencari dompet untuk ngecek apa kartu bus gue masih ada disitu, karna gue pernah bawa dompet dan merasa yakin kalau kartu busnya ada didompet alhasil pas di halte kartunya raib, taraa... Menghilang, gaada, kosong. Entah jin ifrit mana yang berani ngambil kartu bus gue yang isinya udah pas gue perhitungkan untuk sebulan.

"Kartu aman, uang ada, ATM bawa ajalah walau isinya gaada lumayan Sebagai menghuni dompet," gue yang udah pake sepatu di teras melongok masuk ke rumah, sembari mengscan dimana ibunda pemegang keuangan negara berada dan ternyata ada lagi ngumpet di kursi sambil nonton drama china yang ga selesai-selesai  dari beberapa hari lalu.

"Maa, mau salim," mama tetep aja diem.

"Maa, salim,"  ucap gue lagi ini versi geregetan. Gue liat mama julurin tangannya dengan mata masih nonton drama, sebuah pilihan yang sulit brader. Kalau gue masuk injek lantai dalam rumah pake sepatu apa ga bunyi alarm mama untuk mengomel. Alhasil gue buka salah satu sepatu dan menginjakan kaki ke dalam rumah. Begitulah repotnya seorang Cecil dalam berpamitan. Gue injek sepatu yang tadi lepas dan lari pergi ke halte bodo amat deh sama sepatu yang belum kepasang dengan benar nanti dibus bisa di pake.

Setiba di halte gue langsung lari naikin tangga dengan cepat dengan sigap gue tap kartu bus gue lalu nunggu bus di pintu penghalang. Enggap, itu lah yang gue rasain tapi gue seneng karena mau pergi ke toko buku. Gue liat sekeliling gue cuma ada dua orang sepantaran gue dan sibuk ngobrol di ujung sana. Kayaknya sih bahas sekolah atau doi.

Please, jangan tanya gue punya doi apa ga, jawabannya gaada dong.

Terdengar bus datang dan gue pun naik.  Mata gue dengan sigap nyari tempat duduk kosong, yap gue dapet duduk. Dari halte deket rumah gue sih cuma lewatin satu halte untuk sampai di Mall. Rasanya tuh kayak baru juga duduk udah nyampe yaa begitulah. Buru-buru gue pegangan ke gagang deket pintu untuk turun dari bus.

Dengan riang gue jalan dikit untuk bisa masuk ke Mallnya. Duhh baru depan pintu udah semriwing dinginnya Mall, gue sih senyum-senyum aja masuk ke Mall.

Sekarang toko buku udah didepan gue. Nama tokonya terpampang besar di atas pintu masuk dengan beberapa mbak penjaga toko yang mempersilahkan masuk. senyum gue makin lebar mata gue berbinar ngeliat tumpukan buku baru yang masih terbungkus rapih. Gue kelilingin toko buku mulai dari rak buku best seller bulan ini sampai ke rak buku yang isinya undang-undang, bingung mau ngapain lagi gue balik ke rak yang isinya novel dan mulai baca-bacain sinopsis di buku berwarna sampul merah dan itu cukup bikin gue penasaran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lexicon Aeternum Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang