A Shred of Hope (CerMin)

4 0 0
                                    

"Aku merasa semuanya hampa, aku merasa sudah tidak ada harapan lagi. Aku tidak tahu apa yang aku harapkan lagi," guman seorang gadis yang bernama Eiria, "tidak ada lagi."

"Eiria! Lama tak bertemu, kamu gimana?" Pertanyaan orang itu mengejutkan Eiria yang sedang melamun.

"Hai, Reila. Baik, kamu?" ucap Eiria.

"Tentu saja aku baik. Aku diterima untuk bekerja di perusahaan Extrain, lho. Kamu bekerja di mana?" tanya Reila meremehkan.

"Selamat, ya. Oh iya, aku pergi dulu, bye." Eiria tahu kalau pertanyaan Reila itu bermaksud untuk menjatuhkannya, jadi dia memilih untuk pergi daripada membuat pertengkaran yang tidak berguna.

"Sekarang apa yang harus kulakukan? Tidak ada perusahaan yang mau menerimaku. A–aku ingin pergi ke taman," gumam Eiria.

Lalu Eiria pun berjalan menuju ke taman untuk menenangkan pikirannya. Taman yang sering dikunjunginya di saat dia masih kecil ataupun saat banyak pikiran, yang dikelilingi cahaya remang-remang dan tenang. Eiria sangat suka dengan ketenangan, selain itu taman ini adalah taman yang disukai oleh mendiang orang tuanya yang sudah meninggal saat Eiria berusia 8 tahun. Iya, taman yang sangat berarti bagi Eiria.

Eiria berjalan menuju ayunan yang berada di tengah taman, ayunan adalah tempat favoritnya di taman. Namun, pada hari ini ada sesuatu yang berbeda, Eiria melihat ada seorang laki-laki yang berada di salah satu ayunan. Laki-laki itu terlihat sangat familier padahal, biasanya taman ini sepi karena menurut orang sekitar, taman ini adalah taman angker, tetapi menurut Eiria, cerita itu dikatakan agar anak-anak tidak keluar dari rumah saat malam hari.

"Hai!" sapa Eiria, tapi tak kunjung mendapatkan jawaban.

Mungkinkah orang itu adalah hantu? T–tapi aku penasaran, batin Eiria.

Dengan rasa penasarannya yang menggebu-gebu, dia berjalan mendekatinya dan memanggilnya sekali lagi, "hai, yang ada di ayunan!"

Wah, jangan-jangan be—, batin Eiria, tapi terpotong karena lelaki itu sudah tidak ada, "dia dimana?"

"Hai!"

"HAA!"

"Kenapa? Bukannya tadi kamu memanggilku?" tanya laki-laki itu.

"Hah? Kok kamu di sini?" tanya Eiria balik.

"Emang kenapa? Ini 'kan tempat umum."

"Iya, sih, tapi 'kan rumahmu jauh dari sini. Lalu kok kamu bisa ada di belakangku?"

"Entahlah," tawa lelaki itu.

"Oh iya, setelah lulus SMA kamu ke Inggris, tapi kok kamu bisa di sini? 'Kan belum 4 tahun," tanya Eiria penasaran.

"Because i'm smart," bangga lelaki itu.

"Terserahlah, tapi sebagai teman yang baik aku mau tanya, gimana kabarmu?" Eiria mengulurkan tangannya.

"Hahaha.... baik kok baik, kamu gimana?" Lelaki itu nenerima uluran tangan Eiria

"Ya gitu deh, Ren. Ini serius kutanya, kok kamu bisa di sini?" jawab Eiria

"Gitu gimana?"

"Jawab dulu pertanyaanku."

"Iya, itu karena aku ikut program yang kuliah cuma 2 tahun dan 'kan sudah kubilang, aku pintar. Sekarang jawab pertanyaanku," paksanya.

"Iya deh, sang Aren Wilriad yang pintar. Ya, not bad and not good."

"Yang gak baiknya apa?" tanya lelaki yang bernama Ren itu.

"Penasaran banget si bambang."

"Emang kenapa?"

"Ya enggak sih. Yang gak baiknya itu aku belum dapat pekerjaan tetap sampai sekarang," cicit Eiria.

"Hah? Kok bi— eh enggak-enggak, kamu berarti gimana selama ini?" tanya Ren.

"Ya, aku sempat bekerja di toko obat, tapi dipecat karena gak tau alasannya. Lalu gak ada yang mau nerima aku lagi karena aku hanya lulusan SMA, jadi aku hanya menjadi penjaga toko kopi," lirih Eiria.

"Kamu bukannya pernah ditawari beasiswa?"

"Iya pernah, tapi gak jadi karena saat tes kesehatan aku mengidap TBC, jadi dibatalkan oleh mereka." Eiria berusaha tersenyum, tetapi tiba-tiba Ren langsung memeluknya, "hah? Kenapa?"

"Enggak, kayaknya bebanmu berat sekali selama ini. Padahal dari dulu kamu selalu berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa, bahkan kamu rela tidak bermain denganku untuk belajar dan part-time," ucap Ren setelah melepas pelukannya, "oh! Apa kamu mau aku rekomendasikan? Kebetulan kantorku sedang mencari karyawan, tapi karyawan tidak tetap sih."

"Serius? Persyaratannya apa saja?" Percakapan pun berlanjut hingga larut malam. Sebelum pulang, mereka saling bertukar nomor.

Setelah menjalani beberapa tes, Eiria mampu menjadi karyawan sementara di kantor itu. Meski hanya sementara, tapi Eiria bersyukur karena sudah memiliki pekerjaan. Hingga pada suatu hari, divisinya mengalami masalah, kepala divisi, yaitu teman dekatnya, terancam akan dipecat. Eiria yang mendengar itu berusaha mencaritahu dan mencoba menyelesaikan masalah itu, ternyata masalahnya karena temannya salah memprediksi sehingga mengalami kerugian yang cukup besar.

Eiria mencoba untuk memprediksi agar bisa menutup kerugian itu, dia merangkum segala kemungkinan yang akan terjadi selain itu, dia juga berlatih untuk presentasi karena dia memiliki ketakutan bila bicara di hadapan banyak orang. Dia berprinsip bahwa harapan masih ada bila terus berusaha karena usaha tidak akan mengkhianati hasil. Akhirnya semua yang ia usahakan membuahkan hasil, temannya tidak dipecat dan dia menjadi karyawan tetap bahkan direktur utama di kantor utama karena prediksinya sangatlah berhasil, dia juga memberikan banyak inovasi kepada perusahaan.

Eiria juga bisa meraih mimpinya yaitu kuliah di Prancis dan mendapatkan gelar cum laude, dia juga bisa membuktikan kepada Reila bahwa harapan itu masih ada, sesusah apapun keadaan. Eiria juga berterima kasih kepada Ren karena sudah membantunya selama ini.

☆~☆~☆

Terima kasih sudah membaca, jangan lupa vote and comment ♥︎.

Letter for EventTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang