🕛 ; peurologeu

229 18 25
                                    

"Bi, Han mau ke pos kamling bentar. Disuruh anak-anak ke sana."

Jeonghan menggamit punggung tangan kanan Abinya, lalu menciumnya.

"Nggeh. Nanti jangan pulang ke rumah, ya."

Jeonghan terdiam, lalu mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Maksud abi, Han diusir gitu, Bi? Ya Allah, abi. Han sepuluh menit doang di pos kamlingnya. Beneran, deh," rengek Jeonghan. Abinya hanya tertawa kecil melihat anak laki-laki bungsunya itu telah tumbuh dewasa namun tidak dengan kelakuannya.

"Kamu, sih. Udah semester 6 masih aja suka kelayapan. Skripsi udah kepikiran emang?" sahut abangnya yang mendekap leher Jeonghan tiba-tiba dari belakang.

"Aduh, Mas Ren!" rintih Jeonghan kesakitan. "Skripsi Han aman aja tau. Udah mulai nyicil juga pelan-pelan. Emangnya mas, anak dua tapi masih suka main poker gambar Ben10 di pos ronda."

Aib yang dibongkar adiknya tak bisa dibiarkan begitu saja oleh Ren.

"Ya namanya juga bapak-bapak. Butuh refreshing dikit, lah, dari kerjaan di kantor," kelit Ren.

Tawa Umi mereka menggelegar memenuhi ruangan. Umi menyodorkan teh hangat untuk Abi, lalu ikut berceloteh bersama kedua anak lanangnya.

"Ren ini, main kartu, kok, pakai kartu poker punya anakmu," tambah Umi yang sedang membujuk cucu laki-lakinya yang berusia empat tahun agar mau digendong. Sedangkan, ayah dari cucunya itu hanya menimpali dengan cengengesan.

"Tapi, kamu gak main judi, kan?" tanya Umi memastikan.

"Enggak, lah, umi! Ren masih bisa nyari uang halal juga ngapain main begituan," sanggah Ren dengan cepat.

"Alah, hasil ngepet waktu SMA dipakai buat apa toh, Mas?" celetuk Jeonghan.

"Heh, cuma bercandaan juga waktu itu. Gak usah bongkar-bongkar masa lalu, ya, Han."

"Sudah-sudah. Kok, cara haram begitu dibawa-bawa," tegur Abi setelah menyesap teh buatan Umi. "Han tadi habis tarawih tadarusan, gak?"

Jeonghan mengangguk cepat.

"Bagus itu," balas Abinya sambil manggut-manggut.

Umi yang sedang bermain bersama cucunya ikut menghadap Jeonghan. "Han, nanti habis dari pos kamling langsung ke rumah Bapak Askanah, ya. Abinya Arumi tau, kan?"

"Tetangganya Seungcheol, Mi?" tanya Jeonghan balik yang dibalas Uminya dengan anggukan. "Pantas Abi bilang jangan pulang ke rumah. Kirain Han diusir."

"Ntar kamu diusirnya kalau udah lulus wisuda tapi gak dapat-dapat kerjaan. Baru beneran diusir Abi," celetuk Ren yang langsung membuat Jeonghan membalasnya dengan perbuatan serupa yang abangnya lakukan beberapa menit lalu.

Setelah puas membuat Ren mengaduh kesakitan, Jeonghan segera melepasnya sambil tertawa licik.

"Oh, iya, Bi. Emang nanti kita ngapain di sana? Kan, belum idul fitri. Masa udah berkunjung buat maaf-maafan?" tanya Jeonghan pada Abinya.

"Kan emang mau ngunjungin calon mertua kamu," jawab Ren.

"Mas, beneran...," lirih Jeonghan.

"Benar, Han," jawab Abi dengan tenang.

Jeonghan membelalakkan mata. Orang-orang di sekitarnya memandangnya. Ia akan mengira semua ini hanya candaan belaka. Namun, jika Abi sudah mengiyakan, maka hal ini benar-benar nyata adanya.

"Ma-maksudnya Han dijodohin?!"

Umi dan Abi kompak mengangguk.

🌙🌙🌙

Dijodohin sama Anak Pak Ustadz ; [YJH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang