01. Amnesia

6 0 0
                                    

Dion duduk di taman pesantren, matanya menghadap ke atas memandangi langit yang gelap, seperti hatinya sekarang.

Sadiya mengalami kecelakaan satu minggu yang lalu dan membuatnya amnesia sekarang.

Pernyataan yang di ucapkan Abah Rizal terus mengganggu pikirannya.

Dion menyandarkan bahunya di bangku taman, ia memejamkan matanya mencoba menenangkan pikirannya yang tengah kacau.

"Astaghfirullahal'adzim," gumamnya.

"Yaelah bro galau amat, lo," ucap seseorang sembari menepuk bahu Dion.

Dion pun terkejut dan membuka matanya.

"Astaghfirullah, Malik. Lo ngagetin gue aja," bentak Dion tak terima.

Malik adalah salah satu sahabat Dion, dengan watak tengilnya ia membuyarkan lamunan Dion.

"Ya maaf. Habisnya lo ngapain, sih malam-malam ngalamun. Kesambet setan mampus lo!" cerca Malik.

Dion kembali terdiam, raut wajahnya begitu jelas menggambarkan kegusaran.

"Galau gue, Lik," aku Dion.

Mata Malik membulat sempurna, mulutnya pun sedikit terbuka.

"Woi, mingkem," peringat Dion.

"Wow!Seorang Dion Adhyaksa galau? Woohoo," ujar Malik dengan suara hebohnya.

Dion Adhyaksa, pemuda asal Banyumas ini adalah putra dari salah satu pengurus Pondok Pesantren Darrul Qur'an.

Memang Dion adalah pemuda yang jarang mengungkapkan apa yang di rasakannya namun ada sisi lain dari Dion yang tak di ketahui banyak orang.

"Apa, sih lo. Nggak jelas!" kesal Dion.

"Sorry, kelepasan."

***

"Kamu beneran lupa sama Mas Dion, Ya?" tanya Atika.

"Mas Dion yang mana, sih?" Sadiya terlihat bingung.

"Mas Dion yang tadi siang jemput kamu di bandara Diya. Masa kamu nggak ingat?" geram Atika.

"Enggak," jawab Sadiya apa adanya.

Sudah berulang kali Atika mengingatkan tentang Dion namun, tetap saja Sadiya tidak mengingatnya.

Sementara Kinanti hanya diam dan tetap fokus pada bukunya.

"Kinan, kamu kok diam aja, sih? Kenapa? tanya Sadiya.

"Hah ... enggak, kok. Nggak papa," jawab Kinanti dan mengalihkan pandangannya ke arah Sadiya.

"Pokoknya besok kamu harus ketemu Mas Dion!" tegas Atika.

"Kamu kok maksa, sih," balas Sadiya sedikit kesal.

"Iya, Tik, nggak usah di paksa. Kasihan Diya baru sembuh," sambar Kinanti.

"Biarin," sewot Atika.

"Hush ... udah-udah. Tidur, yuk udah malam. Ingat besok kita ospek," lerai Sadiya.

Ia tidak mau ada perang mulut berujung jambak-menjambak di kamar ini. Ia tahu betul bagaimana dua sahabatnya ini jika sudah bertengkar.

"Dasar nenek lampir!" ejek Kinanti dan segara pergi ke ranjangnya untuk tidur.

Merasa tidak terima, Atika tak segan melayangkan bantalnya yang mendarat pas di kepala Kinanti.

"Dasar sotong!"

Terjadilah aksi lempar melempar bantal di antara mereka, Sadiya yang menyaksikannya hanya geleng-geleng kepala. Sungguh dia kehabisan akal untuk melerai keduanya.

DILEMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang