A-hui kemudian menjura ke arah Kam Hong. "Kepandaian Taihiap sungguh hebat, kami mengaku kalah. Kami adalah utusan-utusan dari Sam-thai-houw, kami dikenal sebagai Su-bi Mo-li (Empat Iblis Cantik). Agar kami dapat menyampaikan pelaporan kami kepada Sam-thai-houw (Ibu Suri ke Tiga), maka harap Taihiap sudi memberitahukan nama dan...."
"Kalian sudah melihat suling emas, nah, cukup dan pergilah!" kata Kam Hong dan sekali menggerakkan kedua tangannya, suling emas dan kipas sudah lenyap di balik bajunya.
"Suling Emas....?" Kembali A-hui tergagap dan kemudian dia memberi isyarat, mengajak teman-temannya pergi dari situ setelah menjura ke arah Kam Hong.
"Enaknya pergi begitu saja!" Siauw Goat berteriak dan dia sudah mengepal salju dan dilontarkannya bola salju itu ke arah A-hui.
A-hui menoleh, kebetulan dia bertemu pandang mata dengan Kam Hong dan dia tidak berani mengelak.
"Plokkk!"
Bola salju mengenai mukanya sehingga berlepotan salju. Dia hanya mengusap salju itu dan membalikkan tubuh, pergi bersama teman-temannya dengan muka menunduk.
"Paman, kenapa engkau tidak membunuh mereka?" Siauw Goat menegur Kam Hong.
Tetapi Kam Hong tidak menjawab, melainkan balas bertanya, "Apa maksudmu dengan menyebut-nyebut Pendekar Siluman Kecil tadi?"
"Aku tidak mengenalnya! Dia itulah yang menyombong, mengatakan bahwa di dunia ini Pendekar Siluman Kecil merupakan jagoan nomor satu! Panas perutku mendengarnya maka aku menantang Pendekar Siluman Kecil untuk diadu denganmu!"
Kam Hong memandang kepada Sim Hong Bu, pemuda cilik yang bermata tajam dan bertubuh kekar kuat itu. Melihat sinar mata yang demikian tajam penuh kejujuran dan keterbukaan, diam-diam Kam Hong merasa kagum dan suka. "Saudara cilik, apakah engkau mengenal Pendekar Siluman Kecil?"
Sim Hong Bu mengangguk bangga. "Dia adalah bintang penolong kami semua di daerah perbatasan Ho-nam."
Sim Tek yang maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang pendekar besar, lalu melangkah maju dan memberi hormat. "Harap Taihiap sudi memaafkan kami. Saya adalah Sim Tek dan ini keponakan saya Sim Hong Bu. Kalau dia memuji-muji Pendekar Siluman Kecil, bukan maksudnya untuk merendahkan Taihiap. Kalau tidak ada Taihiap datang menolong, tentu kami dan Nona cilik ini sudah mati di tangan mereka, oleh karena itu, terimalah hormat dan terima kasih kami, Taihiap."
Kam Hong menggerakkan tangan seperti menangkis sesuatu, seakan-akan pernyataan terima kasih orang membuat dia merasa terpukul dan tidak enak sekali, "Sudahlah! Siauw Goat, mari kita memeriksa para piauwsu itu."
Mendengar ini Siauw Goat teringat akan nasib para piauwsu, maka dia lalu mengangguk dan dengan cepat Kam Hong menyambar dan memondongnya karena Siauw Goat telah merasa lelah sekali dan sukar untuk menggerakkan tubuh saking lelah dan dingin dan juga laparnya. Dengan beberapa lompatan saja lenyaplah Kam Hong dari depan kedua orang pemburu itu yang memandang dengan melongo penuh kagum.
"Paman, dia itu lihai sekali. Entah siapa lebih lihai antara dia dan Pendekar Siluman Kecil," kata pula Sim Hong Bu penuh kagum.
Pamannya menghela napas panjang. "Hong Bu, lain kali harap jangan engkau lancang menyebutkan nama Pendekar Siluman Kecil. Untung bahwa pendekar sastrawan itu agaknya mengenal baik Pendekar Siluman Kecil. Kalau kita bertemu dengan seorang di antara musuh-musuhnya, tentu kita akan mendapatkan kesusahan."
Akan tetapi Hong Bu yang selalu merasa kagum kepada orang-orang yang berilmu tinggi seperti tidak mendengar teguran pamannya, dan dia berkata dengan pandang mata melamun, "Sayang kita tidak mengetahui nama dan julukannya."
"Melihat senjata suling yang luar biasa itu, sepatutnya dia dikenal dengan julukan Suling Emas. Buktinya wanita-wanita lihai itu pun terkejut melihat suling emas dari tangannya, sungguh pun kipasnya itu juga luar biasa sekali. Sudahlah, mari kita pergi dari tempat berbahaya ini. Kita pergi ke sini untuk menyelidiki tentang Yeti, bukan untuk mencari permusuhan dengan siapa pun."
Keduanya lalu pergi, melangkah lebar-lebar dan meninggalkan tapak kaki di atas tanah yang tertutup salju tebal. Sementara itu, Siauw Goat berdiri memandang dengan wajah pucat kepada mayat-mayat yang berserakan di tempat itu. Mayat-mayat para piauwsu. Akan tetapi dia dan Kam Hong tidak dapat menemukan mayat Lauw Sek sehingga mereka merasa heran sekali.
"Ke mana perginya Lauw-pek?" Siauw Goat bertanya dengan suara khawatir.
"Aneh sekali.... tidak mungkin dia dapat terhindar dari tangan maut iblis-iblis betina itu. Akan tetapi, jelas dia tidak terdapat di antara mayat-mayat ini. Biar kukubur mereka ini...."
Kam Hong lalu menggali lubang dan mengubur semua mayat itu dalam beberapa buah lubang yang dibuatnya di tempat itu. Setelah selesai, hari pun sudah menjelang senja dan dia mengajak Siauw Goat pergi dari situ.
"Ke mana kita hendak pergi, Paman Kam?"
"Hemmm, aku sendiri tidak tahu. Aku pergi tanpa tujuan tertentu dan engkau.... ke manakah rombongan piauwsu itu hendak membawamu?"
"Menurut kata Lauw-pek, aku akan diantarkannya ke puncak Ginung Kongmaa La...."
"Hemm, ada keperluan apa pergi ke gunung itu?"
Gadis cilik itu memandang tajam, kemudian menarik napas panjang. "Lauw-pek tadinya memesan kepadaku agar tidak membicarakan hal ini kepada siapa pun juga, akan tetapi aku percaya kepadamu, Paman. Aku hendak diajaknya ke sana untuk mencari orang tuaku, sesuai dengan pesanan mendiang Kongkong kepada Lauw-piauwsu."
Diam-diam Kam Hong amat terkejut. Sungguh mengherankan mendengar bahwa orang tua gadis cilik ini berada di tempat seperti itu, di sebuah gunung yang amat sunyi dan berbahaya! Dan sikap mendiang Kakek Kun sungguh penuh rahasia.
"Siapakah nama orang tuamu, Siauw Goat?"
Kembali sepasang mata yang bening itu menatap tajam, seperti orang yang meragu, tetapi akhirnya dia menjawab juga. "Engkau sudah menceritakan nama dan rahasiamu kepadaku, Paman, biarlah aku menceritakan rahasiaku juga. Akan tetapi yang kuketahui hanya sedikit. Agaknya Lauw-piauwsu lebih tahu dari pada aku karena dialah yang menerima pesanan terakhir dari mendiang Kakekku. Semenjak aku dapat ingat, aku sudah hidup bersama Kongkong, aku tidak ingat lagi bagaimana rupanya Ayah Bundaku. Kongkong dan aku hidup di sebuah dusun kecil di Pegunungan Kao-li-kung-san sebagai petani. Kongkong melatih ilmu baca tulis dan silat kepadaku. Pada suatu hari, datang dua orang kakek aneh yang kemudian berkelahi dengan kongkong. Kongkong lalu berhasil mengusir mereka, akan tetapi ternyata Kongkong menderita luka dalam yang hebat. Dengan tergesa-gesa Kongkong pada hari itu juga mengajakku pergi, katanya hendak mencari orang tuaku di Gunung Kongmaa La di daerah Himalaya Aku tahu bahwa dia masih menderita luka hebat dan akhirnya...." Gadis cilik itu berhenti, menunduk dan mengerutkan alisnya. Dua butir air mata berlinang turun, akan tetapi dia tidak terisak atau menangis sama sekali.
Kam Hong juga mengerti, maka dia tidak mau bertanya lagi tentang kakek itu. "Jangan khawatir, Siauw Goat. Karena engkau sekarang sebatang kara, juga aku melakukan perjalanan sendirian saja, biarlah aku yang menggantikan Lauw-piauwsu mengantarmu sampai di Kongmaa La mencari orang tuamu. Akan tetapi siapakah nama orang tuamu?"
Gadis cilik itu menggeleng kepala. "Kongkong tidak memberitahukan kepadaku. Kalau aku mendesaknya, dia hanya bilang bahwa kalau aku sudah bertemu dengan mereka aku akan mengerti dan mendengar semua itu. Aku hanya tahu bahwa Ayahku seorang she Bu...." Gadis cilik itu memejamkan mata dan nampak berduka karena betapa pun juga hatinya merasa perih bahwa dia tak mengenal orang tuanya, baik nama lengkapnya mau pun wajahnya.
"Hemm, kalau begitu engkau she Bu?"
"Ya, namaku sebenarnya adalah Bu Ci Sian! Aku disebut Goat oleh Kongkong hanya untuk menggunakan nama sebutan palsu saja. Kata Kongkong wajahku mengingatkan dia akan bulan purnama, maka aku disebutnya Goat (Bulan)...."
"Ah, Kongkong-mu sungguh seorang yang amat aneh, dan engkau.... memang wajahmu seperti bulan purnama.... akan tetapi Kakekmu menyebut dirinya Kakek Kun, siapakah namanya yang lengkap?"
"Namanya.... biarlah kulanggar pantangannya karena dia sudah meninggal adalah Bu Thai Kun...."
"Ahhh! Kau maksudkan Kiu-bwe Sin-eng (Garuda Sakti Ekor Sembilan) Bu Thai Kun?" Kam Hong bertanya dengan kaget karena dia pernah mendengar nama besar ini yang pernah menggemparkan dunia selatan.
"Hemm, kau mengenal Kakekku!" Siauw Goat atau lebih tepat mulai sekarang kita sebut nama aslinya saja, Ci Sian, berseru girang dan bangga.
"Hanya mengenal nama julukannya saja, pantas dia lihai."
"Ayahku lebih lihai! Begitu kata mendiang Kongkong. Biar pun dia tidak memberitahukan kepadaku, akan tetapi melihat betapa Kongkong terluka oleh dua orang kakek aneh itu lalu mengajakku mencari Ayah Ibu, tentu agaknya Kongkong hendak minta orang tuaku turun tangan menghajar dua orang kakek aneh itu."
Kam Hong teringat bahwa kakek itu pernah mengatakan kepadanya bahwa dia hendak pergi mencari musuhnya! Dia tidak dapat menduga siapa gerangan ayah dari anak ini, dan karena Ci Sian sendiri pun tidak tahu, maka dia bertanya apakah Ci Sian mengenal nama dua orang kakek aneh yang melukai kongkong-nya.
"Namanya? Aku tidak diberitahu oleh Kongkong, akan tetapi ketika Kongkong bertengkar dengan mereka, kudengar Kongkong menyebut mereka itu Sam-ok dan Ngo-ok."
Bukan main kagetnya hati Kam Hong mendengar ini. Tentu saja dia tahu persis siapa itu Sam-ok dan Ngo-ok, dua orang di antara Im-kan Ngo-ok (Si Lima Jahat Dari Akhirat), lima orang yang terkenal sebagai datuk-datuk kaum sesat yang ilmu kepandaiannya amat tinggi! Kini dia dapat menduga bahwa tentu dua orang kakek jahat itu sengaja melukai kakek gadis cilik ini dan setelah dia merasa yakin bahwa Kiu-bwe Sin-eng telah menderita luka parah, mereka sengaja meninggalkannya agar kelak kakek itu pergi memanggil putera dan mantunya yang agaknya bersembunyi di Pegunungan Himalaya itu! Ahhh, dia mulai dapat mengerti.
Karena dia sendiri sudah melihat tingkat kepandaian Kiu-bwe Sin-eng dan agaknya kalau dibandingkan dengan Sam-ok dan Ngo-ok, apalagi kalau harus dikeroyok dua, betapa pun lihainya, Bu Thai Kun masih belum dapat menandingi mereka! Kalau dua orang datuk sesat itu menghendaki, tentu mereka dapat membunuhnya, tidak perlu pergi seperti yang dikatakan oleh Ci Sian tadi, yaitu terusir oleh kakeknya biar pun kakeknya menderita luka parah. Memang sudah pasti ada rahasia terselubung di balik semua ini yang tidak diketahui oleh Ci Sian. Namun mendengar bahwa keluarga anak ini dimusuhi oleh Sam-ok dan Ngo-ok saja sudah cukup bagi Kam Hong untuk berpihak kepadanya dan melindunginya.
"Baiklah, Siauw.... ehh, Ci Sian. Setelah kita saling mengenal keadaan masing-masing, marilah engkau kuantar mencari orang tuamu, aku juga ingin mencari jejak isteriku, kalau-kalau dapat kutemukan di daerah ini. Sekarang malam hampir tiba, kita sebaiknya beristirahat dan makan. Engkau nampak lelah dan lapar."
Ci Sian menurut saja. Mereka lalu menemukan sebuah goa di mana mereka melewatkan malam dan Ci Sian bersama Kam Hong makan roti kering yang mereka kumpulkan dari bekal para piauwsu yang banyak terdapat di tempat perkelahian itu dan yang mereka bawa sekadarnya untuk bekal.
Sudah tiga hari tiga malam Kam Hong dan Ci Sian melakukan perjalanan yang amat sukar, menempuh bukit-bukit salju dan jurang-jurang yang amat curam. Malam itu pun mereka telah tiba di dekat Kongmaa La, di Lembah Arun yang luas.
Mereka melewatkan malam di dataran tinggi dan malam demikian indahnya sehingga Kam Hong terpesona, meninggalkan goa di mana dia telah membuat api unggun, keluar dan duduk di dataran tinggi sambil meniup sulingnya. Suara suling emas itu menembus kesunyian malam, melengking naik turun akan tetapi sama sekali tidak mengganggu keheningan. Bahkan sebaliknya, suara suling beralun naik turun itu bahkan membuat keheningan menjadi semakin syahdu, semakin terasa keheningan itu, semakin indah dan penuh rahasia.
Setelah berhenti menyuling, Kam Hong menoleh. Dia sudah mendengar langkah kaki ringan dari Ci Sian. Gadis cilik ini sudah semakin akrab dengannya. Selama dalam perjalanan, Kam Hong merasakan benar kehadiran gadis cilik itu dan mengertilah dia mengapa Kakek Bu Thai Kun menyebutnya Bulan! Memang dara cilik seperti bulan purnama yang selain cantik jelita juga mendatangkan kegembiraan dalam hati siapa pun karena dia lincah, gembira dan berseri-seri.
"Paman Kam, suara sulingmu indah sekali...." Ci Sian berkata sambil duduk di dekat Kam Hong, di atas rumput.
"Ah, hanya untuk iseng saja, Ci Sian." kata Kam Hong sederhana, akan tetapi dia sendiri merasa heran mengapa pujian yang keluar dari mulut gadis cilik ini dapat membuat hatinya terasa begitu enak dan nyaman!
"Mainkan lagi, Paman...." Ci Sian meminta dan gadis itu duduknya mendekat, bahkan bersandar ke bahu Kam Hong.
Memang sudah biasa dia bersikap kadang-kadang manja seperti itu, dan tidak jarang pula Kam Hong menggandengnya kalau melewati tempat sukar, bahkan memondongnya kalau harus berloncatan lewat jurang-jurang yang curam. Oleh karena itu, gadis cilik ini seperti menganggap Kam Hong sebagai pamannya sendiri, dan dia tidak ragu-ragu untuk merangkul atau memegang lengan pemuda itu.
"Baik, kumainkan lagu yang paling kusukai, dengarlah baik-baik," kata Kam Hong dan pemuda itu lalu meniup lagi sulingnya.
Ci Sian lalu merebahkan kepalanya di atas pangkuan Kam Hong yang duduk bersila. Suasana kembali menjadi penuh pesona yang mukjijat dalam keheningan yang terisi suara suling yang merdu itu. Setelah Kam Hong akhirnya menghentikan tiupan sulingnya, seolah-olah suara suling itu masih bergema dan mengalun di udara.
"Paman, engkau pantas benar berjuluk Suling Emas, tidak hanya sulingmu merupakan senjata ampuh, akan tetapi juga dapat mengeluarkan bunyi yang demikian indahnya."
Kam Hong tidak menjawab, jantungnya berdebar tidak karuan, seluruh tubuhnya seperti kemasukan kilat yang membuatnya gemetar. Terjadi perang hebat di dalam batinnya, terdapat dorongan aneh yang membuat dia ingin merangkul gadis cilik itu, ingin memeluk dan mendekapnya, akan tetapi kesadarannya melawan dan menolak.
"Paman.... kau.... kau kenapa....?" Ci Sian bangkit duduk dan memandang wajah yang matanya dipejamkan itu. Di bawah sinar bulan remang-remang wajah itu nampak putih pucat.
Kam Hong cepat sadar kembali, lalu memegang tangan Ci Sian dan menariknya bangkit berdiri. "Tidak apa-apa, hayo kita mengaso, kembali ke goa."
Malam itu Kam Hong gelisah dan tidak dapat memejamkan matanya. Alisnya berkerut dan berkali-kali bibirnya bergerak memanggil nama yang selalu menjadi kenangannya, "Hwi-moi.... Hwi-moi...."
Pada keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan. Mereka kini mulai mendaki lereng Kongmaa La. Salju turun dengan cukup deras, membuat tanah penuh dengan salju tebal sehingga langkah-langkah kaki mereka amat berat dan meninggalkan tapak yang dalam. Tiba-tiba Kam Hong memegang tangan Ci Sian dan berhenti. Gadis cilik itu memandang dan bergidik. Di depan mereka terdapat mayat seorang laki-laki dalam keadaan mengerikan. Kaki tangannya terpisah, dan tubuh itu seperti dicabik-cabik. Darah berceceran di atas salju yang putih.
"Bukankah itu korban Yeti lagi, Paman....?" Ci Sian bertanya dengan suara lirih dan agak gemetar.
Tiba-tiba, seperti menjawab pertanyaan itu, dari atas sana, dari puncak yang bersalju itu terdengar lengkingan yang dahsyat sekali. Lengkingan itu seperti menggetarkan seluruh lembah. Kam Hong menarik tangan Ci Sian untuk melanjutkan perjalanan. Gadis cilik itu merasa semakin dingin karena kengerian. Dua tangannya yang sudah memakai sarung tangan tebal itu menutupkan kain bulu tebal untuk melindungi mukanya. Jalan semakin sukar dan tiba-tiba Kam Hong memondongnya. Pendekar ini lalu berloncatan ke depan, mendaki gunung itu dengan cepat sekali.
Setelah melewati sebuah puncak kecil dan jalan agak menurun, kembali mereka berhenti dan kini Ci Sian memeluk pinggang Kam Hong, menggigil ketakutan. Apa yang mereka lihat memang amat mengerikan. Dataran puncak yang putih bersih itu dibasahi oleh genangan darah merah yang berceceran dari belasan mayat-mayat yang sudah tidak karuan lagi macamnya. Bukan hanya bagian tubuh yang putus-putus dan robek-robek, juga usus-usus berhamburan keluar, seperti habis dikoyak-koyak!
Kam Hong melihat di antara hujan salju itu sesosok bayangan berkelebatan di sebelah depan. Dia lalu menggandeng tangan Ci Sian dan melangkah maju terus dengan hati hati. Angin semakin kencang dan salju beterbangan dan berhamburan memukul muka mereka, membuat mereka agak sukar bernapas.
Tiba-tiba terdengar jeritan yang menyayat hati disertai geraman-geraman yang menggetarkan tanah yang mereka injak. Di sebelah depan nampak belasan orang berlari-lari turun dari puncak di depan. Belasan orang itu tentu orang-orang pandai, hal ini dapat dilihat dari gerakan mereka yang lincah dan ringan, akan tetapi ketika berpapasan dengan Kam Hong, jelas kelihatan mereka itu sedang dilanda ketakutan yang amat hebat. Mereka itu lari tunggang langgang dan agaknya kepanikan membuat mereka sama sekali tidak peduli atau mungkin juga tidak melihat kepada Kam Hong dan Ci Sian. Ada di antara mereka yang luka-luka dan pakaian mereka itu merah oleh darah mereka.
Kam Hong bersikap waspada. Dengan hati-hati dia menggandeng tangan Ci Sian, terus melangkah maju di antara pohon-pohon yang sudah tidak berdaun lagi, yang sudah menjadi pohon putih karena tertutup salju. Tiba-tiba terdengar lengkingan dahsyat seperti tadi dan ada angin menyambar, salju berhamburan dan tahu-tahu di depan mereka telah berdiri seekor makhluk yang amat menakutkan, Ci Sian menjerit dan gadis cilik yang biasanya tidak pernah mengenal takut itu sekali ini terhuyung ke belakang dan akhirnya dia menumbuk sebatang pohon, setengah lumpuh dia memeluk pohon itu sambil menengok dan memandang kepada makhluk itu dengan muka pucat ketakutan.
Namun Kam Hong menghadapi makhluk itu dengan sikap tenang dan penuh perhatian. Dia melihat bahwa makhluk itu tinggi besar, tingginya tentu dua meter lebih, kedua lengan tangannya yang tertutup bulu itu besar-besar dan nampak amat kuatnya. Bulu bulu yang menutupi tubuh itu pendek kasar, berwarna merah coklat kehitaman, dengan totol-totol putih di bagian dada. Rambut di kedua pundak paling tebal dan panjang. Mukanya tidak berambut seperti muka monyet atau muka beruang atau juga mirip muka manusia, hidungnya pesek, mulutnya lebar dengan gigi besar-besar. Kepalanya seperti kerucut agak meruncing ke atas. Kedua lengan yang amat kuat dan besar itu panjang sampai ke lutut. Dan makhluk ini tidak berekor. Anehnya, pada paha kanannya nampak sebatang pedang yang menancap dan menembus, pedang yang berkilauan.
Makhluk itu juga memandang Kam Hong dengan sepasang matanya yang mencorong. Mulutnya bergerak sedikit dan dari kerongkongannya keluarlah suara geraman yang dahsyat. Kedua tangannya bergerak-gerak, jari-jari tangan yang besar dengan kuku panjang kuat dan agak melengkung seperti kuku harimau itu juga bergerak-gerak seperti hendak mencengkeram.
Kam Hong mengukur dengan pandang matanya. Dia tahu bahwa makhluk ini tentu memiliki kekuatan yang luar biasa dahsyatnya. Buktinya banyak sudah orang yang dibunuhnya dengan ganas, dicabik-cabik, dan bahkan orang-orang yang melarikan diri tadi dia lihat rata-rata memiliki ginkang yang cukup tinggi, namun mereka itu lari ketakutan, tanda bahwa mereka tidak kuat menanggulangi amukan makhluk ini.
Makhluk ini ganas sekali, lebih baik mendahuluinya dari pada harus mempertahankan diri diserang oleh makhluk buas ini. Dia tahu bahwa serangan-serangan seorang ahli silat adalah teratur dan karenanya dapat dihadapinya dengan baik karena dia memiliki dasar ilmu silat tinggi. Akan tetapi serangan makhluk buas seperti ini tentu ganas dan tidak teratur, mengandalkan kekuatan yang luar biasa dan naluri yang amat peka. Aku harus mendahuluinya, pikirnya dan tiba-tiba Kam Hong meloncat ke depan dengan cepatnya. Baju bulunya yang lebar itu berkibar dan dia sudah mengirim pukulan ke arah dada makhluk itu dengan pengerahan tenaganya.
"Dukkk!"
Pukulan itu sedemikian kuatnya sehingga tubuh makhluk itu tergetar dan terdorong ke belakang, akan tetapi anehnya, makhluk itu tidak roboh terjengkang, sebaliknya Kam Hong merasa betapa pukulannya itu seperti bertemu dengan gunung baja yang amat kuat!
Tiba-tiba makhluk itu mengeluarkan gerengan dahsyat dan secepat kilat tangan kirinya menyambar ke arah muka Kam Hong! Pemuda ini sejenak tadi tertegun, akan tetapi tidak kehilangan kecepatannya untuk menarik tubuh ke belakang sehingga tamparan kuku kuku tajam itu hanya mengenai angin belaka. Diam-diam Kam Hong merasa terheran heran.
Kalau makhluk ini merupakan seekor binatang buas, tentu hanya memiliki tenaga otot kasar saja. Akan tetapi bagaimana mungkin dapat menahan pukulannya yang dilakukan dengan pengerahan sinkang amat kuat yang akan membobolkan semua pertahanan tenaga kasar? Hanya lawan yang memiliki tenaga sinkang kuat saja yang akan mampu bertahan. Apakah makhluk ini memiliki tenaga sakti pula?
Akan tetapi lawannya tidak memberi banyak kesempatan kepadanya untuk memikirkan hal aneh itu karena kini dengan gerengan-gerengan buas, agaknya marah, makhluk itu sudah menerjang lagi. Dan kembali Kam Hong yang berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan kuku-kuku tajam itu terkejut dan heran. Makhluk itu mampu bergerak dengan luar biasa ringannya! Ini hanya gerakan dari ilmu ginkang yang sudah masak, pikirnya. Mungkinkah makhluk yang seperti binatang ini selain memiliki sinkang yang kuat juga memiliki ilmu meringankan diri? Bergidik rasa hati Kam Hong saking ngerinya. Apakah dia bertemu siluman? Ataukah semacam makhluk sakti seperti Kauw Cee Thian atau Sun Go Kong itu raja kera di dalam dongeng See-yu? Jangan-jangan makhluk ini, seperti Sun Go Kong, dapat menghilang pula, pikirnya ngeri.
Akan tetapi, hampir saja dadanya kena dicengkeram saat Kam Hong dalam lamunannya menjadi agak kurang cepat mengelak.
"Brettt!" Sedikit bajunya robek oleh cengkeraman itu!
Cepat Kam Hong mencabut suling emasnya! Dia tidak mau mempergunakan kipasnya. Makhluk itu terlalu kuat untuk dihadapi dengan kipasnya, dan dia khawatir selain tidak ada gunanya juga kipasnya akan rusak. Maka kini dia membalas dengan totokan-totokan yang dilakukan dengan sulingnya.
Akan tetapi makhluk itu pandai sekali mengelak. Nalurinya demikian tajamnya sehingga mengatasi semua kesigapan gerak seorang ahli silat mana pun. Setiap totokan suling itu dapat dielakkan, dan kalau sekali dua kali suling itu mengenai sasaran, maka kenanya itu meleset karena gerakan makhluk itu terlalu cepat, dan agaknya makhluk itu memiliki kekebalan luar biasa sehingga tusukan suling yang dapat menghancurkan batu karang itu baginya seperti tubuh yang dipijit tangan dengan jari halus saja! Sedikit pun tidak terasa agaknya!
Kam Hong merasa penasaran. Dikerahkan seluruh tenaganya, dan dia mengeluarkan gerakan-gerakan yang terhebat dari ilmu-ilmu simpanannya. Bahkan ilmu-ilmu yang telah diwarisinya dari nenek moyangnya, yaitu keluarga Suling Emas, dimainkannya untuk menundukkan makhluk ini. Akan tetapi, makhluk itu benar-benar selain kebal kulitnya, juga memiliki tenaga dahsyat dan kecepatan yang membingungkan pendekar ini. Kaki makhluk itu sudah tertancap pedang, namun gerakan-gerakannya masih secepat itu.
Suling di tangan Kam Hong sampai mengeluarkan suara seperti ditiup saja ketika dia mainkan dengan cepatnya, dan makhluk itu agaknya menjadi semakin marah.
"Singgg....!"
Suling Kam Hong bergerak meluncur ke arah mata makhluk itu. Makhluk yang disebut Yeti itu menundukkan kepala sehingga meluncur di atas kepalanya.
"Wuuuttt.... dessss!"
Tangan kiri Kam Hong dengan miring dan amat kerasnya memenggal ke arah leher. Akan tetapi tangan itu meleset dan mengenai pundak, dan makhluk itu hanya bergoyang sedikit saja! Bahkan tangan kanannya meraih ke depan dan pada waktu Kam Hong menangkisnya dengan suling, dia terjengkang karena dorongan tenaga yang amat kuat! Kakinya menginjak salju yang longsor dan jatuhlah pemuda itu terjengkang di atas salju.
Sambil menggereng makhluk itu menubruk dengan seluruh bobot tubuhnya yang berat, kedua tangan dan kedua kakinya ditekuk mencengkeram, agaknya dia hendak langsung mencengkeram dan merobek-robek tubuh lawan. Tetapi Kam Hong telah menggulingkan tubuhnya cepat sekali ke kiri dan sulingnya bergerak ke depan, menusuk mata. Makhluk itu luput menubruk, akan tetapi masih dapat menggunakan lengannya yang panjang menyampok suling. Kam Hong meloncat dengan cepat sekali sebelum makhluk itu sempat bangun dan sulingnya diayun sekuat tenaga.
"Takkkk!!" Suling itu menghantam kepala akan tetapi.... ternyata kepala itu pun terlindung kekebalan dan suling itu membalik seperti mengenai kepala baja, terpental dan Kam Hong merasakan telapak tangannya panas.
Akan tetapi senjata suling emas itu adalah sebuah senjata pusaka yang ampuh, maka walau pun di luarnya tidak nampak bahwa pukulan itu mendatangkan akibat yang hebat bagi Yeti, akan tetapi ternyata makhluk itu terhuyung juga ke belakang. Hal ini agaknya membuat Yeti menjadi marah dan setelah dia dapat mengatur lagi keseimbangan tubuhnya, dia memandang Kam Hong dengan mata merah, kemudian dari mulutnya terdengar teriakan yang menggetarkan jantung, kemudian dia pun bergerak maju lebih cepat dan lebih dahsyat lagi dari pada tadi!
Kam Hong menjadi semakin repot. Bukan hanya kecepatan dan kekuatan makhluk itu yang membuatnya kewalahan, akan tetapi juga hujan salju yang mendatangkan rasa dingin dan menghalangi pandangan matanya dan juga pernapasannya. Akan tetapi sebaliknya, makhluk itu nampaknya sama sekali tidak terganggu oleh salju, bahkan makin deras salju turun, membuat dia agaknya menjadi semakin lincah!
Terjangan dahsyat dari Yeti itu kini bukan merupakan cengkeraman seperti tadi akan tetapi merupakan hantaman dengan kedua tangannya yang besar dan lengan yang panjang itu menghantam seperti tongkat besar, menyambar dari kanan kiri. Bukan seperti gerakan silat akan tetapi karena didorong oleh tenaga yang amat besar maka berbahaya bukan main!
Kam Hong meloncat ke belakang, akan tetapi Yeti menubruk lebih cepat lagi dan tangan kanannya menyambar dari sebelah kiri Kam Hong, sedangkan tangan kiri makhluk itu mencengkeram ke arah perut! Kam Hong tidak sempat mengelak lagi, maka dia lalu menangkis dengan sulingnya ke arah tangan kiri yang mencengkeram, sedangkan hantaman tangan kanan Yeti itu ditangkisnya dengan lengan kirinya yang diangkat ke atas.
"Desss! Dukkk!"
Akibat dari adu tenaga ini, tubuh Yeti terhuyung kembali ke belakang akan tetapi tubuh Kam Hong terpental dan terguling-guling! Ini saja sudah menjadi bukti bahwa Kam Hong benar-benar kalah kuat dalam hal tenaga. Celakanya, pada saat itu, kembali kaki Kam Hong menginjak tumpukan salju yang lunak sehingga dia tergelincir dan bergulingan jatuh dari lereng salju.
Yeti itu menggeram dan meloncat begitu saja dari atas untuk mengejar Kam Hong yang masih bergulingan! Melihat ini, Ci Sian menjerit penuh kengerian dan dia pun menjadi nekat, berlari dan meloncat turun pula untuk mengejar Kam Hong dan kalau perlu membela pemuda itu! Akan tetapi, karena tempat itu tinggi sekali, maka dia tidak dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan gadis cilik ini pun jatuh dan terguling-guling di sepanjang lereng salju, seperti Kam Hong!
Yeti itu telah tiba lebih dulu dan cepat sekali dia menubruk dan tahu-tahu dia telah menggunakan kedua tangannya yang kuat untuk memegang kedua lengan Kam Hong! Pendekar ini merasa betapa pergelangan tangannya seperti dijepit oleh baja-baja yang amat kuat, dan betapa pun dia berusaha untuk melepaskan diri, namun sia-sia belaka. Sulingnya terlepas dan dia sudah hampir putus harapan. Dengan tenaganya yang dahsyat tentu Yeti itu akan mencabik-cabik tubuhnya pula. Kekalahan dan putus asa membuat Kam Hong tidak melawan lagi, hanya dia mengerahkan tenaga untuk menahan jika makhluk itu hendak menarik putus kedua lengannya.
Tiba-tiba pada saat yang amat genting dan berbahaya bagi nyawa Kam Hong itu, angin bertiup kencang sekali dan terdengarlah suara bergemuruh dari atas. Tanah bersalju yang berada di bawah kaki Kam Hong itu tergetar dan bergoyang-goyang. Yeti dan Kam Hong menoleh dan melihat ke arah suara gemuruh itu. Mendadak Yeti mengeluarkan suara melengking dahsyat dan dia melemparkan Kam Hong ke samping, lalu dengan sikap amat ketakutan dia meloncat ke kanan, terus berloncatan dengan kecepatan seperti terbang meninggalkan tempat itu!
Kam Hong terpelanting, akan tetapi dia tidak mempedulikan hal ini karena dia terus memandang ke arah puncak gunung penuh salju itu. Suara makin bergemuruh dan dengan mata terbelalak dia melihat betapa sebagian dari puncak itu longsor dan kini salju menimpa turun seperti air bah, diikuti batu-batu es yang amat besar menggelundung ke bawah, ke arah tempat itu!
"Ci Sian....!" teriaknya dan dia melihat gadis cilik itu merangkak-rangkak karena Ci Sian juga baru saja dapat mengatasi kepeningannya karena bergulingan dari atas tadi.
Dengan jantung berdebar tegang dan tubuh agak gemetar karena cemas Kam Hong meloncat, menghampiri Ci Sian, menyambar tubuh gadis cilik itu, dipondongnya dan dia pun cepat meloncat ke kanan karena untuk lari sudah kekurangan waktu. Kedua kakinya berhasil mencapai lereng bukit, akan tetapi ketika kedua kakinya menginjak salju, yang diinjaknya runtuh ke bawah dan ternyata bukit itu pun ikut bergerak longsor terbawa dari atas! Kam Hong tak dapat menguasai dirinya. Dengan Ci Sian masih dipondongnya dia melayang turun bersama salju dan potongan-potongan es, merasa tubuhnya terpukul dari sana sini, dan dia masih mencoba untuk melindungi Ci Sian yang menjerit-jerit ketakutan itu dengan kedua lengan dan badannya. Mereka terbanting dan Kam Hong tidak ingat apa-apa lagi.....
KAMU SEDANG MEMBACA
SULING EMAS NAGA SILUMAN (seri ke 10 Bu Kek Siansu)
Ação(seri ke 10 Bu Kek Siansu) Jilid 1-54 Tamat