Prolog

25 2 8
                                    

3 tahun yang lalu aku memulai kisah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

3 tahun yang lalu aku memulai kisah ini.

Bertemu dengan dia yang membuatku menjadi sekuat ini bukanlah hal yang ku sesali. Aku sadar ini masalahku. Aku sadar ini kesalahanku. Dan aku ceroboh.

Aku bukan orang yang mudah menaruh hatiku pada seseorang. Terutama pada mereka yang baru ku kenal. Tapi entahlah, hal ini menjadi satu pengecualian untuk laki-laki berkulit pucat itu. Laki-laki yang sejak awal aku bertemu dengannya dengan sorot mata yang seolah-olah mengatakan "ini takdirku". Bodoh sekali memang aku langsung mempercayainya. Mempercayai sorot mata yang bahkan baru pertama kali ku lihat. "Takdirku?" Aah, mungkin otakku sudah tidak waras. Bukan, mungkin juga hatiku yang lebih tidak waras.

Dari sorot mata itu perlahan aku mulai mempunyai keinginan untuk menjaganya, untuk merawatnya. Tak munafik, akupun ingin bersamanya---memilikinya. Gila memang. Aku mulai serakah.

Sungguh, sebelumnya aku bukanlah perempuan seperti ini. Aku tak pernah benar-benar memuja sesuatu diluar batas. Namun dia telah merubahku sepenuhnya. Melihat kulit pucatnya saja membuatku gila.

"Mengapa kau selalu menatapku seperti itu?"

Aku terdiam, sembari masih sibuk memandangi dua bola mata coklat madu dengan seulas senyum yang ku tampilkan.

"Aku menyukai matamu"

Dua bola mata coklat madu yang entah sejak kapan menjadi sebuah candu untukku. Sorot mata yang terkesan dingin itu justru membuatku jatuh cinta lagi dan lagi.

Jangan berpikir aku wanita nakal yang berani mengungkapkan perasaanku dengan frontal. Aku tak senakal itu. Jika laki-laki bernama Min Yoongi itu tak mengatakan dia menyukaiku, akupun tak akan berani mengungkapkan bagaimana perasaanku.

"Aku menyukaimu." ucapnya seraya mengulas rambutku.

Aku tak kuasa untuk menolaknya. Justru ini yang selalu ku inginkan darinya, sentuhannya.

"Kau bahkan tak mengenalku dengan baik, begitupun aku."

Matanya menelisik jemarinya yang sedari tadi sibuk mengulas rambutku tak henti-hentinya. "Kau tau? Tanpa alasan, rasa suka bisa hadir kapan saja."

Benar, dan aku merasakannya. Aku sudah menyukainya bahkan dari awal aku bertemu dengannya. Tak butuh waktu lama dan alasan apapun. Secepat itu dia mampu membuatku jatuh cinta.

"Saat kau hadir untuk pertama kali dalam hidupku, aku bertanya-tanya wanita seperti apa dirimu. Bagaimana bisa kau mau merawatku disaat aku tak mengingat apapun."

Aku terdiam memandangnya, mengingat bagaimana awal aku bertemu dengannya. Mungkin Tuhan memang sudah mentakdirkan pertemuan kita.

"Aku memang ingin ingatanku kembali lagi. Tapi aku ingin kau juga tetap ada disini, di sisiku, menemaniku."

Aku sangat mengingat jelas apa yang dia ucapkannya. Setiap katanya, dengan tatapan yang sungguh masih terngiang di memoriku, aku masih mengingatnya. 3 tahun hidup bersama mungkin bukan waktu yang lama. Tapi dengan semua kenangan yang kami ciptakan bersama, mampu mengubah hidupku sepenuhnya.

Tak memungkiri fakta bahwa aku sering mengkhawatirkan hal-hal yang menurutku bisa saja terjadi dan merenggut semua kebahagiaanku.

Sungguh aku tak ingin menjadi seperti ini. Memaksakan takdir mengikuti kemauanku. Keserakahan yang muncul dalam diriku tak lain karena kebodohanku menuruti keegoisan yang bersemayam sejak dirinya hadir.

Jika Tuhan mengizinkanku mewujudkan semua keinginan yang ku punya, maka aku akan menjadi manusia paling beruntung di dunia. Tapi itu mustahil. Takdir tak pernah semenyenangkan itu. Dalam hidupku, mereka justru lebih sering mempermainkanku. Membuatku menjadi seperti orang tolol.

Dan benar, nyatanya kini takdir juga yang seakan membuatku bangun dari mimpi panjangku.




Tbc.

Sebelumnya ku ucapkan terimakasih untuk yang bersedia dan berkenan mampir membaca ceritaku. Semoga kalian suka.
Terimakasih juga yang sudah sudi memberikan votenya untuk mendukungku. Ini berarti buatku, terimakasih banyak 💜

•The Destiny• || MYGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang