Sekarang aku tengah sibuk dengan urusan dapur. Menyiapkan makan malam untuk diriku juga bubur untuk laki-laki yang masih terbaring lemah dan belum juga sadarkan diri di kamarku. Entahlah aku berharap dia akan segera sadar dan baik-baik saja. Bisa jadi masalah jika sesuatu yang buruk terjadi padanya, terlebih dia berada di rumahku. Bisa-bisa kawanan polisi datang ke rumah untuk memburuku.
Setelah ku tinggal beberapa mangkuk makanan yang masih mengepulkan asapnya di meja makan, aku beranjak ke kamarku melihat kondisinya. Aku mengompresnya karena ku rasa dia demam. Ku biarkan handuk kompres itu menempel di tempatnya, kemudian ku tinggikan selimutnya untuk lebih menghangatkannya. Ku perhatikan sebentar wajahnya, bisa ku tebak sepertinya dia masih muda. Bagaimana bisa dia terdampar dengan kondisi seperti ini? Apa ada orang yang jahat padanya? Atau dia sengaja menenggelamkan diri hingga ombak menariknya hingga kesini? Lamunanku buyar manakala mendengar suara air yang sedang ku masak telah mendidih. Saat aku akan beranjak guna mematikan kompor, tiba-tiba tanganku tertahan.
"Jangan. Jangan pergi."
Aku memutar atensiku. Suara itu keluar dari mulut laki-laki yang masih terbujur lemas bahkan dengan mata yang masih enggan untuk membuka. Aku kembali duduk di tepi ranjang, melihat raut wajahnya yang terlihat ketakutan. Aku penasaran siapa dia, dan bagaimana dia bisa seperti ini. Kemudian aku berusaha mengambil pakaian yang tadi dia kenakan saat baru ku temukan. Ku cari dalam kantong celananya adakah sesuatu yang bisa menjadi petunjuk untuk mengetahui siapa dia. Yasss! Aku menemukannya. Sebuah dompet dengan beberapa uang tunai yang tak begitu banyak, kartu Atm, dan juga--kartu nama.
"Nama Min Yoongi, umur 25 tahun, alamat---Seoul. Seoul?" aku terbelalak. Bagaimana bisa dia sampai di Busan dalam kondisi mengenaskan seperti ini. Orang mana yang tega melukainya? Atau bagaimana jika dia memang orang jahat yang kemudian dibantai habis oleh musuhnya? Imajinasiku sungguh luar biasa bukan.
"Ah, tidak Yoona. Buang pikiran kotormu. Kau terlalu banyak menonton film." gumamku seraya menggigit perlahan kuku ibu jari tanganku.
"Tapi dilihat dari wajahnya, sepertinya dia bukan orang jahat."
Aku bisa melihat dengan jelas kulit putih bersih, bahkan lebih terlihat pucat milik laki-laki ini. Sepertinya dia berasal dari kalangan berada. Atau mungkin seorang mafia yang mempunyai mension mewah nan megah dengan banyak maid dan bodyguard di dalamnya. Samar-samar aku mendengar rancuannya lagi.
"Tidak. Ku mohon jangan tinggalkan aku."
Dengan refleks aku menggenggam tanggannya. Menepuk-nepuk pelan punggung tangannya guna memberikan ketenangan. "Siapa yang dia maksud akan meninggalkan? Apakah kekasihnya?" gumamku tak sadar.
Toktoktok
Bisa ku dengar dengan sangat jelas suara ketukan pintu yang dilihat dari cara dia mengetuk seperti akan mendobraknya, ku rasa aku tau siapa orangnya.
"Ya! Kim Yoona! Buka pintunya!"
"Anak sialan!" umpatku seraya beranjak membukakan pintu. "Kau ingin merusak pintu rumahku? Tidak bisakah kau tidak membuat keributan di rumahku Jeon Jungkook?"
"Maaf. Aku hanya mengantarkan ini, ibuku membuat sup abalone. Makanlah."
Mataku tiba-tiba berbinar melihat semangkuk sup abalone di tangan Jungkook, kemudian langsung saja ku sambar. Ibu Jungkook memang sangat pengertian.
"Sampaikan terimakasihku pada ibumu." belum sempat aku beranjak masuk, anak nakal itu malah menahan tanganku.
"Apakah laki-laki itu baik-baik saja?"
"Dia belum sadar, tapi ku lihat demamnya sudah turun. Jadi mungkin sebentar lagi dia akan sadar."
"Apa kau tidak takut? Bisa saja dia orang jahat, atau seorang mafia yang sedang diburu oleh musuhnya." aku melongo mendengar bagaimana Jungkook bisa mempunyai pemikiran yang sama sepertiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
•The Destiny• || MYG
FanfictionIni kisahku. Bertemu denganmu tak pernah menjadi sebuah penyesalan untukku - Kim Yoona Bertemu denganmu menjadi satu hal yang paling ku syukuri. Meski kini aku begitu membenci perpisahan ini - Min Yoongi