Di hari yang cukup terik, menyengat lapisan epidermis kulitku membuatku enggan untuk mencoba keluar dari balik gubuk yang selama ini menjadi naunganku. Hidupku sendiri, sebatang kara. Ibuku meninggal 5 tahun yang lalu, sedangkan Ayahku, sejak umurku 2 tahun dia juga telah pergi entah kemana. Dari cerita yang ku dapat dari ibu, ayahku pergi karena tak sanggup menerima kenyataan bahwa bisnisnya telah bangkrut lantaran ditipu oleh rekannya sendiri. Terakhir ku dengar, ayah kini berada di Jepang, memiliki istri baru dengan hidup yang bisa dibilang cukup berada. Setelah itu entahlah, aku tak pernah lagi mendengar kabarnya bahkan sampai dewasa ini.
Ibuku tau jika ayahku sudah memiliki istri baru. Bahkan tanpa proses perceraian, dia menikah lagi. Dipikirnya, mungkin tak akan lagi dia menginjakkan kaki ke Korea, kembali pada wanitanya dan hidup sengsara. Aku sempat berpikir, apakah dia ingat bahwa dia juga memilikiku, darah dagingnya sendiri?
Saat pertama tau tentang cerita ini aku sempat kesal, bahkan marah. Bagaimana bisa dia meninggalkan istri dan anaknya, kemudian pergi mencari wanita baru. Mungkinkah perkara penipuan bisnisnya hanyalah sebuah omong kosong belaka?
Terlalu malas kini aku memikirkan hal-hal yang menurutku sudah tak penting lagi. Terlebih alasan mengapa kesehatan ibuku mulai menurun dan akhirnya pergi menemui ajalnya adalah karena laki-laki yang dulu ku sebut sebagai ayah. Aku tak ingin lagi mengingatnya.
"Kim Yoona, kau di dalam?" samar-samar ku dengar namaku disebut oleh seseorang di balik pintu.
Aku terbangun dari dudukku kala selesai menyantap ramyeonku. Ku buka pintu tua yang sudah kehilangan beberapa baudnya, menampilkan sosok pemuda berbadan atletis dengan senyum kelinci yang sudah sangat ku kenal, "Ada apa Jung?"
Bisa ku lihat dengan jelas bagaimana dua gigi kelincinya terpampang nyata menampakkan kehadirannya. "Bantu aku!"
"Apa?"
"Temani aku mengambil abalone pesanan ibuku."
Mataku merotasi malas. Di cuaca terik seperti ini, pemuda bernama Jeon Jungkook ini justru memaksaku menemaninya keluar. Memaksa? Memang permintaannya terdengar tak ada paksaan. Tapi jangan salah, berani aku mengatakan kata tidak, maka habislah aku. Bukan apa-apa. Aku hanya sedang tidak ingin mendengar rengekannya yang terdengar seperti bayi kelaparan. Sungguh mengganggu indera pendengaranku.
Usianya memang sudah menginjak angka 22 tahun, tarpaut 2 tahun lebih muda dariku. Tapi lantaran hidupnya yang selalu ditimang-timang oleh ayah dan ibunya sedari bayi membuatnya menjadi seperti seorang pangeran. Ya, dia lebih muda dariku. Tapi tak pernah mau memanggilku dengan sebutan noona. Pemuda nakal memang.
Tapi dialah satu-satunya temanku. Bahkan keluarganya sudah menganggapku seperti keluarga mereka sendiri. Saat keluargaku terpuruk dan ayahku meninggalkan rumah, hanya keluarga Jungkook yang mau merangkul kami. Dan juga, aku dan Jungkook tumbuh bersama. Rumah kami tak berjarak jauh, hanya terpisahkan oleh sebuah gudang penyimpanan yang dulu sering ku jadikan tempat bermain bersama Jungkook.
"Cepatlah sedikit. Kau tidak lihat matahari sangat ingin membakar kita?" ucapku kesal. Sengaja aku mempercepat langkahku menuju toko tempat Jungkook mengambil abalone milik ibunya, justru membuat pemuda itu menguji kesabaranku. Dari belakang ku lihat anak nakal itu mengendarai sepedanya tanpa memberitahuku. Jika aku tau dia membawa sepeda maka aku tidak akan berjalan secepat ini, membuat nafasku tersengal juga perutku yang sedikit koclak, lantaran langsung ku teguk sebotol air dengan terburu-buru setelah menyelesaikan makanku. Sialan, batinku.
"Naiklah" tuturnya seraya menunjukkan senyum jahilnya.
Dengan mata yang sengaja sedikit ku pincingkan guna memberikan kesan sedikit mengintimidasi pada pemuda yang baru saja mengerjaiku, nyatanya tak berefek apa-apa baginya. "Kau tidak bisa menakut-nakutiku dengan cara seperti itu Kim Yoona."
KAMU SEDANG MEMBACA
•The Destiny• || MYG
FanficIni kisahku. Bertemu denganmu tak pernah menjadi sebuah penyesalan untukku - Kim Yoona Bertemu denganmu menjadi satu hal yang paling ku syukuri. Meski kini aku begitu membenci perpisahan ini - Min Yoongi