1

281 31 5
                                    

"Ibuuu!! Buuu!"

"Oposih le? Ra usah teriak nopo to?"

"Iki loh," Memberikan sebuah amplop ke wanita dihadapannya. "Aku dapat beasiswa sekolah ke Jakarta!"

Terdiam, melebarkan matanya wanita itu kemudian memeluk anaknya dengan erat. "Ya Gustiii," Teringat akan sesuatu wanita tersebut mendorong pelan anaknya. "Eh ini kamu gak preng preng yang di tipi itu kan?"

"Ya masa aku nge preng dapat beasiswa toh buk. Ketinggian preng-e."

"Sek, sek. Ibuk buka dulu ki amplop-e." Membuka amplop tersebut, lalu menarik selembar kertas yang berada di amplop tersebut. Membaca sebentar isi dari selembaran kertas yang sudah terlipat tiga itu. Sekali lagi, ia memeluk anaknya dengan sangat erat. Lebih erat daripada sebelumnya. "Ibu bangga sama kamu nak!"

"Hiks.. Tapi aku gak mau pisah sama Ibu." Ucap si anak. Tentu saja. Siapa orang yang ingin berpisah dengan satu-satunya keluarga yang ia miliki.

"Gak papa toh le. Kamu cukup fokus cari prestasi disana gak usah mikiran ibuk."

"Iya buk doain aku ya nanti kalo udah sekolah disana."

"Iya iya.. Udah sana, mandi terus makan."

"Okey!" Lalu yang muda pergi ke kamar mandi meninggalkan seorang ibu yang sedang tersenyum kecil melihat anaknya sudah semakin besar.

Betapa beruntungnya ia memiliki anak yang bisa mendapatkan beasiswa, dan lebih mengejutkannya anaknya bisa sekolah ke kota besar sana. Entah apakah ini rezeki atau memang sudah usaha anaknya untuk mendapatkan beasiswa. Yang pasti ia sangat bersyukur.

Damar.

Semoga dia aman-aman saja sekolah di luar pantauannya.

***

"Kayaknya uang jajan kamu harus dikurangin."

"Loh Pah! Mana bisa gitu."

"Kamu kira papah gak tau kelakuan kamu di sekolah hah? Tahun ini kamu naik ke kelas dua belas. Di saring dikit dong kelakuan kamu itu."

"Masa muda pah, masa mudaaa. Ya harus dinikmatin lah."

"Masa muda masa muda. Titit kamu itu masa muda. Nih tadi, balapan liar kan? Bilangnya kerja kelompok. Iyain aja, masa muda."

"Tau darimana!? Papah mata-matain aku yah? Ahhh malesin."

"Lah beneran? Papah nebak aja loh."

"Boong. Pasti diem-diem nyuruh mata-mata Papah ngikutin aku."

"Lupakan soal balapan, pikirin masa depan kamu. Kamu bakalan jadi penerus Papah. Masa penerus Papah kelakuannya kayak monyet kelaparan."

"Gimana tuh pah."

"Ya kayak kamu. Persis."

"Cih ngeselin."

"Bahasa kamu itu, sama orang tua ngomongnya kayak sama temen."

"Udahlah! Capek, diceramahin gak ada abis-abisnya."

Sang anak pun keluar dari ruangan ayahnya. Belum sampai pintu keluar ayahnya kembali berucap, "Putusin pacar kamu itu. Jangan cari yang matre, cari yang biasa-biasa aja. Kalo bisa yang polos."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DAMAR - [ boyslove ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang