O5

204 24 0
                                    

          Chani sedang merenung sendirian di kamar dormnya, khawatir ketika mendapat kabar bahwa hyung kesayangannya tidak dapat melanjutkan waktu promosi Summer Breeze bersama SF9.

"Punggungnya sakit", hanya itu yang bisa Chani ingat perihal perkataan sang manager. Tentu tak hanya Chani yang sedih mendengarnya, member lain juga. Merasa kurang kalau satu member saja tidak ikut promosi bersama, apalagi jika itu mengenai kesehatan member.

          Chani menjambak rambutnya frustasi, kenapa bisa-bisanya ia sering minta digendong pada pacar tingginya tersebut, dan masalahnya Rowoon juga senang sekali menggendong Chani. Sumpah, Chani pikir, punggung Rowoon sakit karenanya.

Tok tok tok.

"H–hyung? Bolehkah aku masuk?" Mata bulat Chani menelisik ke dalam kamar Rowoon setelah mengetuk, mencari keberadaan Rowoon yang masih meringkuk di kasurnya. Sementara tangannya masih setia berada di gagang pintu, takut-takut hyungnya tersebut sedang tidak mau diganggu.

          Rowoon menoleh ke arah pintu, melihat wajah Chani yang terlihat menggemaskan sedang mengintip sembari bertanya dengan gagap. Ia tersenyum dan menganggukkan kepala, melambaikan tangannya mengisyaratkan si adik untuk mendekat padanya. Chani langsung masuk dan berjalan ke arah Rowoon, berjongkok di samping tempat tidur sang kakak.

"Kenapa datang kesini? Tumben sekali" Tanya Rowoon sembari mengelus pipi chani dengan telunjuknya.

"Ya sudah aku kembali" jawab Chani ketus, ia berdiri dan merajuk hendak kembali lagi ke dormnya.

"Tunggu..." tangan Rowoon menarik pergelangan Chani yang hampir saja betul-betul pergi barusan. "Aku senang kau ada di sini, temani aku, Chan" mimik Rowoon berubah sendu, terlihat sekali bahwa ia sedih. Chani yang melihatnya tentu saja sedih juga.

"Apakah terasa sakit sekali?" Tanya Chani yang baru saja kembali berjongkok di pinggir kasur Rowoon, wajahnya seperti bayi yang ingin menangis.

          Rowoon mengangguk, tersenyum kecil untuk meyakinkan bayinya bahwa ia akan baik-baik saja. Chani menggenggam tangan Rowoon, mengusap-ngusap punggung tangan milik sang kakak, berharap bahwa genggaman tangannya juga berhasil meyakinkan bahwa Rowoon akan baik-baik saja.

"Maafkan aku" ujar Chani, menunduk sedih.

"Untuk?"

"Untuk aku yang sering sekali minta digendong" lanjut Chani.

          Rowoon terkekeh, ia tau betul bahwa penyebab punggungnya cidera bukanlah karena Chani. Toh chani selalu meminta digendong di depan, bukan di punggung.

"Chani, sayang. Bukan, tentu saja ini bukan karena kau yang selalu minta digendong" jawab Rowoon sembari mengelus lembut surai kecoklatan milik Chani.

"Lalu?"

"Kemari" ajak Rowoon kepada Chani, ia menepuk-nepuk tempat di sampingnya. Mengajak Chani berbaring, karena mungkin saja kedepannya mereka akan sibuk dan memiliki waktu lebih sedikit untuk memanjakan satu sama lain.

"Kenapa aku harus?" Chani memiringkan kepalanya, Rowoon hanya menghela nafas, sungguh ia sedang tidak ingin beragumen dengan sang adik saat ini.

"Kedepannya kita akan sibuk dengan jadwal masing-masing, tak mau kah kau bersama denganku lebih lama hari ini, Chan?"

          Chani menurut, ia langsung membaringkan badannya sembari menghadap Rowoon. Tangannya meraih pipi Rowoon, mengelusnya sayang sembari tersenyum.

          Menurut Rowoon, senyum Chani adalah salah satu yang paling ampuh menjadi obat penenang untuknya, dalam situasi apapun. Chani memang terhitung jarang sekali tersenyum pada pacarnya tersebut, ia lebih sering menggerutu dan cemberut. Namun tetap di mata si tinggi, Chani sungguh-sungguh manis dan menggemaskan.

          Mata mereka saling bertatapan lama sekali, Rowoon juga sudah mengecup bibir Chani beberapa kali sejak tadi, pikirnya mana tahan untuk tidak menciumi pria lucu itu?

"Jadi, alasan punggungmu sakit?" Tanya Chani menghentikan Rowoon menciuminya.

"Tidak tau" jawab Rowoon sembari menaikkan bahu dan menggeleng.

"Sudah aku katakan padamu, berhentilah bertumbuh tinggi hyung! Aku merasa tulangmu sudah lelah tumbuh semakin tinggi" gerutu Chani lalu menggembungkan pipi dan mengerucutkan bibirnya. Sungguh, ini lah yang membuat Rowoon tidak tahan dengan Chani, ia sungguh menggemaskan bahkan tanpa ia sadari!

           Rowoon memeluk kepala si adik, merasa lucu dengan pemaparan dari Chani ditambah lagi tingkahnya yang barusan berhasil membuat Rowoon ingin menggigitnya. Kalau saja Rowoon jahat, pipi Chani pasti sudah digigit sekarang.

"Aku rasa punggungku sakit karena memang harus sakit, tidak ada penyebabnya. Di dunia ini memang banyak sekali yang tidak bisa dijelaskan, termasuk punggungku" jelas Rowoon sembari memeluk kembali tubuh yang lebih kecil.

"Hmm.. jatuh cinta padamu juga salah satu yang terjadi begitu saja" lanjut Rowoon.

         Wajah Chani memerah, ia mengalihkan pandangannya kemana-mana, menelah ludahnya kasar dan berakhir menyembunyikan wajahnya di antara ceruk leher Rowoon.

"Aku bukan menggombal, hanya saja rasanya aku perlu banyak-banyak mengatakan ini padamu" jelas Rowoon, seakan ia tau bahwa Chani hanya menganggap kata-katanya sebagai sebuah rayuan belaka.

          Perasaan Chani campur aduk, ia tidak tau harus merasa sedih, terharu atau senang. Sejujurnya ia bahagia sekali mendengar pernyataan Rowoon barusan, di sisi lain ia masih merasa bersalah atas dirinya yang merasa tidak bisa menjaga Rowoon dengan baik.

          Chani juga bukan pribadi yang cengeng, beberapa momen sedih dan haru telah ia lewatkan tanpa harus menangis. Tapi kali ini rasanya benteng pertahanannya untuk tidak menangis runtuh begitu saja, pelupuk matanya sudah basah dan menetes di kaos yang Rowoon kenakan.

"Chan?" Rowoon yang merasa kaosnya basah langsung memastikan bahwa Chani baik-baik saja di dekapannya, pasalnya ia tau betul Chani bukan seseorang yang mudah menangis.

          Dieratkan pelukannya pada punggung Chani, Rowoon mengusap-ngusapnya dengan sayang sembari ia tepuk-tepuk pelan sesekali, menciumi pucuk kepala kesayangannya, mencoba menenangkan Chani dengan itu semua.

"Kau harus banyak istirahat dan minum obat, hyung" ujar Chani sembari sesenggukan dengan suara yang terpendam.

          Rowoon terkekeh, tau betul Chani sedang mengkhawatirkannya saat ini. Ia mengangguk, dengan tangannya yang masih setia mengusap punggung Chani.

          Malam itu keduanya saling menatap di atas kasur milik si tinggi, sembari memeluk sayang satu sama lain. Di dalam hati Chani, ia hanya bisa berdoa sembari meyakini dirinya sendiri bahwa Rowoon akan baik-baik saja, dengannya disini atau saat tidak dengannya di luar sana.

"Aku sungguh menyayangimu hyung, sungguh. Aku bersumpah menyayangimu jauh melebihi apapun" ujar Chani tegas sembari mengeratkan pelukannya, dibalas senyuman lembut dari Rowoon karena kapan lagi ia dapat mendengar kata-kata manis dari bayinya tersebut?

"Aku juga Chani, aku menyayangimu lebih dari apapun" balas Rowoon kembali memeluk kepala Chani dan mengecupinya. Lalu mereka terlelap bersama, berharap besok dapat menghadirkan hari yang lebih baik lagi bagi keduanya.

Hyung.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang