Bab 1 : Soda dan Wine

13 1 0
                                    

Suara derik hak sepatunya mengisi keheningan yang tiba-tiba menyelimuti ruangan ini. Ia membanting tubuhnya ke kursi kerja, lantas membuka salah satu dari tumpukan berkas yang memenuhi meja kerjanya. Wanita itu menatap tulisan-tulisan di sana dengan dahi yang mengernyit sembari mengetuk meja dengan ujung jari-jemarinya. Dihadapannya terdapat dua orang yang kompak menyatukan kedua tangan di depan perut, menunggu reaksi wanita itu dengan penuh kegelisahan.

"Bukankah sudah kubilang, jangan membuat campaign seperti itu?" ucap wanita itu seraya menutup berkas itu dengan kasar.

"Ya, Bu. Tapi—"

"KENAPA TIDAK MENURUTIKU?!"

Mereka terdiam. Suhu di ruangan ini terasa menurun drastis.

"Saya nggak mau tahu. Dalam tiga hari, bubarkan semua campaign ini dan buat sesuatu yang bisa menutupinya!"

"KELUAR."

     Semua orang selain dirinya mengatup gigi mereka dengan rapat, lalu meninggalkan ruangannya. Ia menyandarkan punggungnya, menghela napas berat. Tidak, bukan ia menyesal karena telah membentak karyawan-karyawannya. Tetapi, ia lelah karena orang-orang bodoh itu selalu mengikuti isi hatinya, lantas menganggap ucapannya angin lalu. Lihatlah apa yang terjadi. Campaign itu hanya membuang uang saja.

     Nara memang tidak membangun perusahaan ini dari nol. Kakeknya yang mendirikan, Ayahnya yang mengembangkan. Ia memang hanya meneruskan kinerja baik Ayah sejak tiga tahun yang lalu karena Ayah menepati kursi Kakek sebagai founder dari perusahaan induk lepas Kakek meninggal dunia karena liver-nya. Ia menjadi CEO di Shooyu, e-commerce terbesar di negara ini. Keluarganya memiliki tiga anak perusahaan, yaitu Shooyu di bidang e-commerce, Valentine di bidang fashion, dan Younite di bagian furniture. Kakek memiliki tiga orang putra dan Ayah Nara adalah putra pertama. Tiap putra mewariskan anak perusahaan dan berdasarkan wasiat Kakek, induk perusahaan, Nata Company dan Shooyu jatuh pada Ayah Nara. Ayah menunjuk Nara untuk memegang Shooyu.

Namun, walau Nara tidak membangun perusahaan ini, tetapi kini Nara bertanggung jawab dengan Shooyu. Tetapi, beberapa pegawai tidak berinisiatif mendengarkannya karena mereka meremehkannya. Nara masih berada di awal 30an, termuda di jajaran eksekutif Shooyu. Ada berbagai keberpihakan di antara para eksekutif sehingga mudah bagi Nara untuk melihat orang-orang yang pro dan kontra padanya. Orang-orang yang pro dengan Nara adalah orang-orang yang pernah bekerja dengan keluarga Nara dan kesetiaannya patut diapresiasi. Namun, pihak yang kontra adalah orang-orang yang tidak setuju dengan keputusan Kakek untuk memberikan Nata Company dan Shooyu pada Ayah Nara. Beberapa dari mereka juga terlibat langsung dengan Nozi, paman Nara yang menjadi CEO di Younite. Nara tahu itu semua, tetapi ia berusaha untuk bersikap professional karena mau bagaimanapun, mereka harus bekerja sama untuk memajukan Shooyu. Namun, ketidakprofessionalan mereka sangat mengganggu Nara.

"Bu, makan siang apa hari ini?"

Nara berusaha menenangkan diri hingga tidak sadar Dhea, sekretarisnya, telah berada dihadapannya. Dari semua orang yang bekerja di perusahaan ini, Dhea adalah orang kepercayaan Nara. Dhea telah bekerja cukup lama untuk keluarganya. Umurnya lima tahun lebih tua dari Nara, tetapi ia telah menjadi sekretaris Ayah Nara ketika beliau masih menjadi CEO di Shooyu. Ayah pun juga memastikan pada Nara bahwa Dhea adalah salah satu orang yang berpihak pada mereka.

"Aku nggak berselera. Take your time." ucap Nara, lalu mengalihkan pandangannya pada PC dihadapannya, memeriksa beberapa laporan penting yang baru masuk dari perwakilan divisi perusahaan.

     Dhea menganggukkan kepalanya, "Nanti malam ada makan malam bersama pegawai dari divisi Creative karena keberhasilan mereka dalam mencapai target bulan ini. Ibu diundang oleh Pak David."

     Nara tidak pernah ikut makan malam perusahaan, jadi ia tidak berniat untuk ikut makan malam tersebut. Ia menolaknya tanpa alasan dan Dhea mengerti, seolah-olah sudah terbiasa. Dhea pun meninggalkan ruangan Nara dan membiarkan wanita itu tenggelam dalam kesibukannya.

‧₊˚ ☁️⋅♡🪐༘⋆

Kepulan asap menyelimuti ruangan ini. Nara sangat terganggu, tetapi ia berusaha menikmati soda yang ada dihadapannya. Tadi, ia benar-benar tidak mau menghadiri makan malam apapun. Tetapi, Pak David datang ke ruangannya dan meminta Nara untuk hadir di makan malam timnya. Pak David adalah teman karib Ayah, juga salah satu orang kepercayaan Nara. Karena beliau meminta langsung, Nara jadi segan menolak dan menerima ajakannya sembari menyatakan bahwa ia tidak akan lebih dari tiga puluh menit di sana. Pak David tidak mempermasalahkannya. Paling penting, Nara hadir di perayaan tersebut.

     Hal yang tidak disukai oleh Nara dari perayaan-perayaan divisi di perusahaannya adalah kesunyian. Nara tahu bahwa kehadirannya dapat membuat atmosfer membeku. Ia sangat tahu bagaimana dirinya di mata para karyawannya. Atasan yang kejam dan tanpa belas kasihan. Nara tahu, tetapi ia memilih untuk mengabaikannya. Ia lebih memilih untuk 'menyingkirkan' dirinya dari kehidupan mereka. Nara akan berkomunikasi dengan mereka perihal pekerjaan saja. Bagi Nara, begitulah sikap seorang profesional.

     "Cheers for Shooyu! Cheers for Creative!" seru Pak David sembari mengangkat gelas wine-nya setinggi dada. Semua karyawan bersorak, saling membenturkan gelas-gelas wine hingga berdenting. Nara meneguk sodanya sekali lagi, enggan ikut serta. Ia tidak ingin mabuk hari ini. Ada beberapa pekerjaan yang masih harus diselesaikan.

     Pak David mengajaknya bicara untuk beberapa saat. Nara meresponnya sembari berkali-kali menatap jam yang melingkar di tangan kirinya. Begitu tepat 30 menit ia berada di tempat itu, Nara beranjak dari kursi, berpamitan dengan Pak David.

     "Tunggu sebentar," ujar Pak David, "Ada sesuatu yang harus saya tunjukkan."

     "Kamu ingat, saya pernah menceritakan seseorang yang sangat andil dalam proyek ini, kan?"

     Ah, Nara ingat. Tiga hari yang lalu, ketika proyek tim berhasil dan mencapai target divisi, Pak David menyebutkan seseorang yang memiliki ide-ide inovatif yang menjadi peran penting dalam keberhasilan proyek tersebut. Pak David menyarankan Nara untuk memberikan bonus pada orang itu dan Nara tidak keberatan karena kinerjanya diakui oleh Pak David. Pak David tidak menyebutkan namanya. Entah disebut tetapi Nara tidak mengingatnya atau beliau tidak menyebutkan namanya.

     "Zid, sini!"

     Nara mengangkat kepalanya, hendak melihat seseorang yang mampu membuat Pak David terkesima dengan kinerjanya. Selama Nara memimpin perusahaan, ia tidak pernah mendengar Pak David merekomendasikan seseorang. Maka dari itu, Nara penasaran dengan sosok itu.

     Seorang pria yang mengenakan kemeja putih dan dasi berwarna navy beranjak dari kursi, lalu menghampiri Nara dan Pak David. Rambutnya rapi dengan kacamata bulat yang membingkai indera penglihatannya. Tidak, bukan itu yang membuat Nara mematung, tidak berkutik. Kedua matanya tidak bisa berkedip, seakan-akan waktu berhenti pada momen tersebut.

     Pria itu menatapnya dengan tatapan asing, lalu mengulurkan tangannya.

     "Perkenalkan, Bu. Saya Zidan, dari Tim Creative."

     Sialan. Apa dia sudah melupakan segalanya?

‧₊˚ ☁️⋅♡🪐༘⋆

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Why Did We Break Up?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang