1 | Awal di Dua Puluh Tahun

24 4 5
                                    

Dian menatap miris tumpukan kertas yang berceceran di depannya. Besok adalah hari terakhir pengumpulan tugas, dan dirinya belum menyelesaikan satu soal pun. Kalau saja tidak mengingat biaya yang sudah dikeluarkan, mungkin Dian sudah membakar semua kertas itu.

Dian menyesal memilih matematika sebagai jurusan kuliahnya. Andai dia bisa kembali ke masa lalu, mungkin lebih baik memilih jurusan bahasa atau sejarah daripada matematika. Benar-benar memusingkan!

Ponsel yang tergeletak di atas meja tiba-tiba memunculkan notifikasi. Dian tersenyum lebar saat melihat pemberitahuan di ponselnya. Sebuah alarm yang mengingatkan bahwa gadis itu sekarang sudah genap berumur dua puluh tahun.

Dian memandangi tanggal di ponselnya cukup lama. Masih sedikit tak percaya kalau dirinya sudah berusia seperlima abad. Cewek itu tersenyum lantas meletakkan benda itu. Dian tidak terlalu mengharapkan ucapan selamat ulang tahun dari orang-orang yang dikenalnya. Orang tuanya sudah tidak ada. Kerabatnya juga tidak terlalu dekat. Sahabat? Dian rasa ia terlalu introvert sehingga bisa dibilang dia tak memiliki sahabat. Mungkin kalau ada yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya, Dian akan menanggapi besok saja. Itu pun kalau ada. Kalau tidak, ya nggak masalah. Dian sudah terbiasa.

Dian melirik tumpukan tugasnya lagi. Cewek itu menghembuskan nafas kasar. Mungkin lebih baik menganggap semua tugas itu sebagai hadiah ulang tahunnya. Dengan begitu mungkin bisa menambah sedikit motivasinya untuk mengerjakan.

"Integral dari sin kuadrat tiga x cos tiga x dx," ucap Dian membaca soal nomor satu. Sejak kemarin dia selalu dipusingkan dengan soal itu dan teman-temannya. Sebenarnya apa gunanya pusing-pusing mempelajari hal semacam itu? Toh dalam kehidupan sehari-hari nggak bakal dipakai, pikirnya.

Dian terdiam sejenak setelah membaca sebuah soal. Dahinya mengernyit heran. Seperti ada ikatan yang terlepas di dalam otaknya.

"Eh, kok tiba-tiba gue paham yah?" Benang kusut di otak Dian seakan terurai. Cewek itu mulai menuliskan sesuatu di lembar jawaban.

Tak terasa sudah setengah jam Dian berkutat dengan tugasnya. "Hah! Gue nggak nyangka. Akhirnya selesai juga ni tugas!" seru Dian puas. Cewek itu merentangkan tangannya, mengulat.

"Bujuk Buneng!"

Dian tersentak kaget saat gelas yang dari tadi berada di depannya tiba-tiba terlempar cukup jauh. Benda itu hancur berkeping-keping. Dian melongo menatap pecahan gelas yang berserakan di lantai. Dia melihat sekeliling, memastikan tidak ada setan atau sejenisnya.

Dian menghela nafas. "Itu cuma kesenggol. Jangan mikir macem-macem!" ucapnya pada diri sendiri, walaupun dia sangat yakin kalau saat benda itu terjatuh, Dian tidak sedang menyentuh apapun. Cewek itu berjalan menuju pojok kamar kosnya dan mengambil tempat sampah. Pecahan gelas itu harus segera dibersihkan sebelum melukai.

Saat akan mengambil pecahan gelas yang lumayan besar, Dian dikejutkan oleh air di lantai yang tiba-tiba melayang. Bentuknya tidak teratur dan arahnya ke atas. Sontak Dian menarik tangannya menjauh. Dan pada saat itu juga, air tersebut jatuh ke lantai.

Dian takjub dengan apa yang baru saja ia saksikan. Seperti sihir saja. Tak ingin terlalu lama berlarut dalam kekagumannya, Dian kembali mengarahkan tangannya ke air yang ada di depannya.

Ajaib! Air itu terangkat!

Dian tersenyum lebar. Ini benar-benar menakjubkan. Cewek itu mencoba menggerakkan tangannya ke kiri dan ke kanan. Senyum Dian semakin lebar ketika air itu mengikuti arah geraknya.

"Ini gue lagi nggak ngimpi, kan?!" pekik Dian girang. Cewek itu menggerakkan tangan ke segala arah dan bermain-main dengan air yang bentuknya masih tidak beraturan.

Super ColourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang