Bulan Aghnia akan masuk perkuliahan elit Universitas PADJAJARAN. Karena, itu pun dapat beasiswa dalam kecerdasannya. Namun ia tidak ingin menyerah demi sebuah cita-cita, ia bakal menggenggam sebuah prinsip kehidupannya. Bahwa berjuang tidak semudah membalikkan telapak tangan, harus ada kerikil dan jalan yang begitu terjal yang ia lewati, walau lelah, ia berikan seulas senyum pada dunia! Agar perjuangan hidupnya dapat diringan'kan.Memakai seragam nan-rapih dan anggun, aku berangkat sekolah pakai sepeda dari pemberian sang Ayah yang bernama Hans.
Flashback on~
Waktu itu... Bulan meminta pada sang Ayah untuk membelikan sebuah sepeda, mana ada sih seorang Ayah yang tidak bisa menuruti permintaan putri yang sangat cantik? Pada saat itu jua.
Ayah Langsung membelikan sepeda teruntuk putri tersayangnya, Setelah membelikan sepeda baru untuk putrinya. sang Ayah pergi ke kantor, dia meminta izin pada putrinya bahwa ada kerjaan kantornya yang harus diselesaikan, "Ayah pamit dulu yah. Nak," mencium kedua pipi putrinya sambil Tersenyum kecut.
Bulan juga mencium kening ayahnya, segera ayah berlalu pergi...
Pada saat Bulan memasuki rumah, ia pergi ke dapur yang sudah disajikan makanan mie instan dan nasi goreng oleh Bi Atun. Setelah melahap makanan, Bulan mencoba mengendarai sepeda pemberian Ayahnya mengelilingi sebuah kompleks perumahan.
Sedikit kebahagiaan dalam benaknya, secercah asa telah ia genggam demi sebuah cinta satu-satunya di dunia, yaitu : menjaga Ayahnya.
Tiba-tiba ada pengendara motor yang melaju kencang dari arah berlawanan, untung. Bulan membelokkan sepedanya, hanya saja. Ada sedikit goresan dikakinya yang lecet, "aw..." meniup-niup pada luka digoresan kakinya.
Langsung bulan melanjutkan mengendarai sepedanya. Karena, sebentar lagi sudah waktu sore.
..
.
Tiba di depan pintu rumahnya, bi Atun membukakan pintu, "ehh... Non, habis ke mana aja?"
"Bi, aku habis mengelilingi kompleks perumahan. Mau mencoba sepeda pemberian dari Ayah," sambil tersenyum merekah dibibir Bulan.
"Lalu. Kaki non kenapa ko pada lecet begitu?"
"Tidak apa-apa. Bi, ini kecelakaan kecil, aku masih bisa berjalan, ohyah. P3knya di mana bi?"
"Ini... Non, bibi bantu buat perban luka yang dikaki Non,"
"makasih banyak bi. Udah bibi buatkan makan malam aja. Yah."
"Baiklah, Non. Bibi izin ke dapur dulu," bi Atun melenggang pergi ke dapur. Aku mengoleskan betadine, di bagian lutut kaki hingga memerban.
Ketika aku sedang mengambil air minum yang telah kuteguk, bi Atun memanggilku. "Non, non..."
"Iya bi. Ada apa?"
"Ini dari rumah sakit. Katanya ingin bicara dengan Non?"
"Btw... Memang siapa yang sakit, Bi?"
"Tidak tahu, Non?" Dengan raut wajah kekhawatiran yang tergambarkan.
Segera aku mengambil-alih telepon.
"Apakah ini dengan Bulan Aghnia?""Iya, Sus! Dengan saya sendiri," deg. Ketika namaku dipanggil ada perasaan mengganjal.
"Gini, mbak, Ayah mbak..." Berujar seorang Suster seakan terputus-putus.
Ada rasa sesak yang mengguncang dada seakan mencabik ruang sanubari, "ada apa dengan Ayah, saya... Sus?" Tak sengaja air mataku menumpah-ruah segala rasa.
"Maaf. Ayah mbak Bulan meninggal karena kecelakaan yang mengakibatkan kendaraan mobilnya rusak parah dan nyawa beliau tidak bisa tertolong."
Bumi seakan menarikku untuk menopang agar selalu kuat. Kenyataannya... Semua itu, aku tak mampu hingga terjatuh beberapa kali, "sekarang. Apa nama rumah sakitnya, Sus?"
"Arya Medika."
"Baiklah Sus, aku segera ke sana..."
Telephonpun sudah di akhiri...
"Bi, aku mau pergi ke rumah sakit dulu. Yah,"
"Baik Non, hati-hati di jalan."
Yaa Tuhanku... Ini terlalu sadis untuk aku terima
Pedih, kian menganga saat luka itu terbukaAku tak sanggup kehilangan orang yang begitu kucinta
Apa ini sebuah takdir dariMu
Jika memang benar, begitu!
Izinkanku untuk mengikhlaskannya.
Di rumah sakit Arya Medika.
Aku langsung berlari menuju ruang Emergency UGD, setelah menunggu. Suster mempersilahkan aku masuk diruang UGD. "Maaf mbak, nyawa Ayah mbak tidak bisa kami tolong, saya segenap Dokter di sini turut berduka cita. Saya permisi dulu mbak,"
Saat kutatap wajahmu, Ayah. Ada wajah yang berseri-seri kaulukiskan
Baswara pada atma sang cakrawala memberi bianglala
Saat Ayah gata, secebis dalam diri merasa gamang
Hakiki dalam duniaku berderai penuh sesakMakasih banyak, Ayah... Aku bangga punya Ayah sepertimu
Kau begitu kuat bahkan hebat.
Suatu saat... Aku ingin jadi sepertimu
Karena jiwamu begitu tangguh dalam sanubariku.Tersenyum merekah walau kesedihan hadir membawa segenggam cinta dan pergi untuk membawa luka.
#Love_yourself2000
***
Ketika ayahnya meninggal dunia. Bulan diterpa beberapa cobaan; Perusahaan sang Ayah bangkrut, lagi, dan lagi... Harus rela melepaskan peninggalan ayahnya, beruntungnya rumah hanya satu-satu yang ia miliki sekarang.
Flashback off~
Saat tiba di Universitas PADJAJARAN, aku bersemangat pagi... Mulai saat ini lupakan tentang kesedihan dan hadirnya bahagia bakal menjemput kita, aura bulan sungguh memikat orang-orang yang melihatnya, segera ia tersenyum. Sampai ada yang nabrak tiang bendera, ada yang sampai tak sengaja sedang minum air putih malah membasah-kuyupkan pakaian, ada yang melihatnya sampai saling bertabrakan dengan yang lain, ada yang berjalan sama pacarnya. Namun, si cewek menutupkan mata si cowok.
Masuk ke kelas
"Assalamu'alaikum ... Guys," dengan suara khas ciamiknya sampai ada beberapa temannya langsung duduk ditempat dan terdiam.
Seketika hening.
"Etdahhh. Bulan yang berkilau pada saat kegelapan, kenapa sih masih pagi bikin tensi turun aja, hello." Ucap Syeina, yang menampilkan wajah cemberutnya.
"Lagian pagi-pagi udah kek pasar yang riuh banget, hadehhh..."
"Elahh, Bulan yang redup, enak kek pasar. Kali aja suasana gini banyak kenang-kenangan yang ditorehkan," ujar si ketua kampret, nama aslinya... Rayen Wijaya.
Sedangkan dari kejauhan Bulan hanya meremas tangannya ke arah Rayen.
Makasih banyak atas support kalian guys, kepo dengan jalan cerita bulan ikuti terus jejaknya yeah. Jangan sampai ketinggalan, beri vote dan mohon krisarnya guys🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam-Diam Jatuh Cinta
Teen FictionAda seorang gadis berkuliah di Bandung bernama Bulan Aghnia, biasa dipanggil Bulan... Umur 20 Tahun dari kalangan keluarga sederhana yang melanjutkan kuliahnya demi sebuah impian di masa depan, ia tak pernah menyerah dalam menuntut ilmu, ia selalu d...