Sasuke berdiri didepan daun pintu yang tertutup rapat. Rasa sesal menggerogoti dadanya hingga untuk sekedar bernapas saja ia merasa sesak.
Harusanya ia bisa berpikir dengan jernih. Harusnya ia bisa membuat Hinata merasa nyaman terhadap dirinya, bukannya takut terhadap dirinya.
Kejadian sore tadi sangat membekas dalam ingatannya. Bagaimana ia menjamah tubuh Hinata yang ketakutan dibawah kukungan tubuh besarnya. Bagaimana wajah kesakitan Hinata yang disebabkan oleh kebejatannya untuk memaksa, merobek selaput dara sang gadis yang ia rubah menjadi wanita.
Harusnya ia bisa memikirkan cara lain untuk menahan Hinata agar mendengarkan ucapannya dan bertahan disisinya.
Tapi apa? Ia bahkan tidak hanya menyakiti hati Hinata tapi juga fisiknya...
"Hinata... Kumohon, buka pintunya."
Sudah satu jam Sasuke melakukannya. Berdiri dengan menempelkan kening pada permukaan daun pintu yang dingin sembari melafalkan permohonan maaf berulang kali.
Mendekati tengah malam setelah Sasuke terbangun tanpa adanya Hinata di dalam dekapannya ia menjadi kalang kabut. Sasuke takut jika Hinata benar-benar memilih pergi dan bersikeras pada keinginannya untuk bercerai setelah apa yang sudah dilakukannya.
Sasuke ketakutan. Bahkan perasaan dingin yang merasuk dibalik rongga dadanya memaksanya untuk segera bangun dan bergegas mencari Hinata. Ia tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi hingga kemudian, suara isakan yang datang dari arah pintu kamar Hinata membuat rasa takutnya mereda namun sesal kemudian mendominasi.
"Hinata kumohon..."
Ia tidak bisa seperti ini. Bahkan penampilannya sangat kacau. Ia tidak ingin menakuti Hinata dengan penampilannya namun berbenah juga bukanlah pilihan. Ia tidak ingin disaat ia berganti pakaian Hinata justru sudah menghilang dari jangkaunnya.
"Hinata..."
Suara knop pintu yang diputar membuat Sasuke mundur. Pintu yang semenjak tadi tertutup kini sudah terbuka dan menampilkan sosok Hinata yang sudah rapi.
"Hinata."
"Aku ingin pulang."
"Apa?"
Hinata segera melengos, melenggang pergi meninggalkan Sasuke yang mematung di depan pintu kamarnya. Sasuke masih belum bisa memperoses satu informasi yang baru saja di dapatnya.
Pulang?
Pulang kemana? Bukankah rumah yang lantainya tengah mereka pijak adalah rumah Hinata juga? Lalu pulang kemana yang Hinata maksud? Sasuke tidak ingin Hinata pergi. Bahkan membayangkan Hinata akan mengambil satu langkah untuk menjauh dan meninggalkannya jauh dibelakang ia tak sanggup.
Dosanya memang besar, Sasuke bahkan tak keberatan jika selama hidupnya ia harus memohon ampun asalkan Hinata tetap berada disisinya.
Ia yang sudah terbiasa hidup bersama dengan Hinata. Ia yang sudah merasa nyaman dengan hadirnya Hinata. Dan ia yang sudah menyadari jika tanpa Hinata, ketakutan dan kehampaan sedikit demi sedikit mulai merembes menggerogotinya dari dalam tak menginginkan hal ini untuk terjadi.
Hinata tidak bisa meninggalkannya setelah apa yang ia lakukan. Jantung yang pada awalnya tak pernah berdegup untuk Hinata kini mulai menggila takut kehilangan.
Sasuke tidak bisa membayangkan hari esok tanpa hadirnya sosok Hinata. Ia ingin agar setiap harinya hanya wajah cantik si pemilik helai indigo yang menyapanya. Sasuke memang sudah sangat terlambat karena baru menyadari arti dari hadirnya seorang Hinata di dalam hidupnya tapi...
KAMU SEDANG MEMBACA
STITCHES
FanfictionSasuke tidak mencintainya. Hinata sudah tahu. Sasuka tidak bahagia bersamanya. Hinata juga sudah tahu. Sasuke terpaksa menikah dengannya. Hinata pastikan ia juga sudah tahu. Hatinya tak sekuat rumput liar yang tidak mudah untuk mati dan layu. Hatiny...