Hujan tak lagi rintik-rintik, menyisakan bau hujan yang sedikit lagi hilang dari aromanya. Setelah menghirup dalam-dalam semua aroma hujan yang tersisa itu, terdengar hembusan nafas yang cukup berat baginya untuk melangkah. Seseorang berjalan menuju ruangan yang di sebrangnya.
Tok.. tok.. tok..
"Masuk aja kak" terdengar suara pria dari dalam sana sedikit berteriak. Gadis beramput panjang ini membukanya dengan pelan, menampilkan pemandangan adiknya yang kini tumbuh menjulang tinggi dan semampai. Bagaimana bisa ia begitu mirip dengan mendiang ayahnya, pikirnya.
"Kamu udah siap?" Tanyanya pada adik satu-satunya itu dengan nada lembut namun dingin.
"Udah, mau berangkat sekarang?" Tanya sang adik pada kakak perempuannya yang masih setia berdidi di depan pintu kamarnya.
Gadis berambut panjang sedikit ikal di ujungnya itu hanya mengangguk dan senyumnya terlihat tipis namun tulus menanggapi adiknya. Adiknya terlihat asih, lugu dan lucu dimatanya meskipun kini, tinggi badannya jauh lebih tinggi darinya.
Ada hati yang berat untuk meninggalkan segala kenangan, baik senang, suka dan duka. Tetapi kepedihan itu hanya akan mengurung dirinya, sehingga Ia memutuskan untuk membebaskan dirinya.
♧♧♧
Atas nama Alinka Syafanya Zilky dan Alanka Syafanya Zilky sekilas nama mereka berbuda tertera di paspor yang dibunakannya untuk bepergian ke luar negeri.
"Baiklah barangnya boleh di ambil" instruksi itu hanya membuat tubuh gadis ini bergerak seperlunya.
Pasangan adik-kakak itu sudah hanya mengangguk dan melelang pergi. Ketika di pintu keluar, laki-laki itu menggemgam tangan perempuan itu
"Aku bakal melingungi kakak. Sekarang hanya ada kita" remaja dengan wajah polos ini mencoba menguatkan sang kakak dengan menggenggam tangan kakak perempuannya itu.
"Hmm. Kakak cuma punya kamu sekarang" jawab perempuan itu tersenyum hangat. Keduanya melangkah ke lembaran baru.
♧♧♧
Seorang laki-laki yang terlihat berwibawa sedang menunggu seseorang di rumah mewah bercorak putih dan abu-abu itu.
Sebuah mobil sudah berhenti di depan rumah itu dan segera pria dewasa itu menyambut penumpang mobil tersebut.
"Owhh akhirnya kalian sampai juga" ucap pria itu sambil memeluk anak laki-laki yang lebih tinggi darinya.
"Iya om. Gimana om kabarnya?" Remaja laki-laki ini terlihat senang di sambut hangat oleh salah satu kerabatnya.
"Om baik. Kalian juga baik kan?" Sekarang pria baru itu menepuk pelan pucuk kepala perempuan cantik di samping anak lelaki tadi.
"Iya om, kami juga baik" jawab mantap Alan mewakili jawaban kakak perempuannya, Alin.
"Baiklah, sekarang kita masuk ke rumah kalian. Ahh dan banyak yang harus om jelaskan ke kalian berdua" ucapan itu membuat kakak dan adik ini ikut melangkah memasuki rumah yang akan mereka tempati.
"Baiklah om sangat bahagia melihat kalian tumbuh baik seperti ini. Alinka, kamu punya om yang akan membantu urusan kamu" ucap laki-laki paruh baya ini ketika mereka duduk di ruang tamu.
"Termasuk urusan rumah sakit, bagaimana rencana kamu?" Pria paruh baya itu menanyai Alinka.
"Alin masih butuh bantuan om Rama untuk rumah sakit. Alin rencananya akan mengambil pendidikan kedokteran disini. Sampai Alin siap, baru om bisa menyerahkannya ke Alin" jelas Alin yang baru saja membuka mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuition
General FictionAda yang lucu dengan takdir, ia tidak tertebak dan lebih menyebalkannya dia tidak bisa di pilih. Seperti baju yang kekecilan untuk dipakai, seperti hasrat yang mencoba memenuhi dunia, intuisiku selalu mengarah padamu. Raga tidak bisa Jingga miliki...