Prolog

161 9 6
                                    

SEATTLE, 2001

Hari itu pada awal summer holiday, anak-anak yang seumuran denganku berlari keluar dari rumah mereka lalu bermain bersama. Mungkin pada hari itu orang tua mereka belum sempat merencanakan untuk menghabiskan waktu summer holiday. Berbeda dengan orang tuaku yang malah menunda rencana untuk pergi menghabiskan liburan kali ini. Mereka menundanya hingga kurang lebih seminggu dengan alasan Papa masih harus bekerja di New York. Sebagai seorang anak, aku tidak bisa berbuat apa-apa akan keputusan itu. Yang pasti, aku sudah tidak sabar menghabiskan waktu liburanku dengan berkuda, memancing, dan berjemur. Aku sungguh tidak sabar.

Berbeda dengan Kevin, kakakku, yang menghabiskan waktu sementara awal liburannya dengan melukis di dalam kamarnya. Saking asyiknya melukis, ia hanya keluar dari kamarnya untuk makan dan mandi. Sedangkan aku? Sementara ini aku menghabiskan waktuku dengan bercokol di depan televisi menonton kartun-kartun kesayanganku yang mulai membosankan karena episode-episodenya selalu diulang-ulang.

Aku tidak pandai bergaul dengan orang-orang baru di sekitarku. Jadi, aku tidak memiliki teman dekat ataupun teman bermain. Mungkin hanya sebatas kenal dan tahu, selebihnya tidak akrab.

Mama baru saja membeli rumah ini tiga bulan yang lalu. Kemudian aku, Kevin, dan Mama pindah dari New York ke Seattle. Mama memutuskan tinggal di Seattle karena banyak laut di sini. Ya, Mama menyukai laut karena sejak masih di bangku sekolah dasar Mama tinggal dan bekerja di Denpasar, Bali, yang tak heran di sana banyak pantai dan laut. Sedangkan Papa kini tinggal dan bekerja di New York. Awalnya, Papa menyarankan kami untuk tinggal di New York. Namun Mama kurang setuju karena New York terlalu glamor dan gemerlap sana-sini.

Ada satu keluarga yang dekat dengan keluargaku sejak pertama kali kami pindah ke Seattle, Keluarga Clayton. Keluarga Clayton tinggal tepat di depan rumahku, maksudku rumah kami saling berhadapan. Mereka sangat ramah terutama Mr. dan Mrs. Clayton. Mereka memiliki tiga anak yaitu: Kenneth, Mia, dan Jill. Jill adalah bayi yang baru lahir dua bulan yang lalu. Lalu Mia, umurnya masih empat tahun dan tahun ini dia baru masuk di kindergarten. Mia gadis kecil yang pendiam dan jarang sekali keluar rumah, sama halnya denganku. Kemudian Kenneth, usianya terpaut setahun lebih tua denganku dan dia sering bermain di luar rumah dengan teman-teman sebayanya. He's playful dan terkadang dia suka ceroboh.

Aku mengamati keadaan di luar rumah lewat jendela besar di ruang perapian. Segerombolan anak laki-laki sedang bermain di tanah lapang yang terletak di samping rumah keluarga Clayton. Aku tidak tahu mereka sedang bermain apa, tetapi menurutku mereka sangat enjoy dengan permainan yang mereka mainkan. Aku mengaihkan pandanganku tepat setelah itu aku mendapati Kenneth Clayton sedang berjalan ke arah rumahku. Aku mengernyit, mereka-reka mengapa ia ke rumahku.

Beberapa detik kemudian, bel rumah berbunyi. Mama memintaku untuk membuka pintu. Tanpa banyak bicara, aku langsung membukakan pintu rumahku.

"Hey...." sapa Kenneth begitu pintu terbuka dan melihatku. Seperti biasa ia tersenyum amat manis saat menyapa, hingga gigiku dibuatnya sakit. "Kakakmu ada di rumah, kan?"

"Siapa yang datang, Sweetie? Oh, Kenneth. What's going on?" Mama tiba-tiba muncul di belakangku.

"Aku ingin mengajak Kevin bermain di luar. Apakah dia bisa?"

"Okay, kutanyakan padanya dulu. Kau bisa menunggu dulu di dalam. Masuklah!"

Kenneth menuruti apa yang dikatakan Mama. Ia duduk menunggu di ruang tamu. Mama memintaku menemani Kenneth di situ, sedangkan Mama pergi ke kamar Kevin. Aku tidak yakin Kevin akan mau ikut bermain bersama anak-anak yang lain di luar. Soalnya Kevin tidak menyukai hal-hal yang seperti anak kecil. Padahal dia masih duduk di kelas lima middle school dan bisa dikatakan anak kecil juga. Kevin memang tidak bisa dimengerti.

If You Were MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang