1. Glacia Amor?

24.3K 2.4K 29
                                    

Glacia tersentak dalam alam tidurnya. Kelopak mata mengerjap pelan menyesuaikan cahaya. Samar-samar ia mendapati dua gadis serupa di sebelah kanannya.

"Eugh, pasti masih mimpi."

Ia memejamkan mata lagi, mengusir bayangan semu itu--anggapannya tadi. Tetapi, ketika membuka mata sekalu lagi dua sosok itu masih ada. Pandangan keduanya sarat akan kekhawatiran.

"Cia, bagaimana keadaanmu? Apa masih sakit?"

"Mau makan? Biar aku suapi."

Tanya mereka bergantian. Glacia masih terdiam, bingung dengan keadaan. Mengenal mereka saja tidak, lalu sekarang--Tunggu, Glacia baru sadar tempatnya berada. Ranjang putih dengan aksen mawar, dinding pun bermotif sama ditambah sebuah pedang menembus bunga mawar sebagai pelengkap seakan itu simbol.

"Aku di mana?" tanya Glacia memecah keheningan beberapa menit lalu. Ia beralih kembali pada dua gadis di depannya.

"Kita berada di ruang kesehatan academy."

Mulut Glacia membuka, ruang kesehatan seluas ini? Gila sekali, ini bisa dipakai menampung satu desa pun cukup. Dipikir-pikir keanehan ini mungkin hanyalah mimpi. Glacia yakin akan hal itu.

Sudahlah, ia akan menjalaninya hingga terbangun dari mimpi. Meski dunia ini terasa asing dan aneh, tidak menutup kemungkinan bahwa ia suka dengan hal-hal baru. Pertama-tama ia harus tahu siapa identitasnya.

"Namaku siapa?"

Dahi dua gadis lainnya berkerut bingung, menatap semakin khawatir pada Glacia.

"Kamu gak apa-apa? Kepala pusing? Mau aku panggilkan perawat? Bagaimana--"

"Hust. Berisik. Tinggal jawab apa susahnya." Glacia kesal tentu saja, ia tidak suka hal-hal basa-basi.

"Glacia Amor," cicit salah satu gadis itu.

Glacia Amor. Nama itu terus terngiang di kepalanya. Seperti mendapat pukulan benda tajam di kepala ia meringis sambil mencengkeram tepi ranjang.

"Arghhhhh!"

Sontak saja teriakan keras itu mengundang kekhawatiran dua sosok lainnya. Mereka bergegas keluar meninggalkan Glacia yang tengah menahan sakit. Tangannya gemetar kala darah keluar dari mulutnya, hingga menyesakkan dada. Terakhir yang ia lihat sosok-sosok samar mendekat pada ranjangnya.

•• Glacia The Villain's••

Sebuah sinar membayang di kelopak mata Glacia yang tertutup seakan memaksanya untuk terbangun. Perlahan netra bewarna ungu itu terbuka, menyisir keadaan sekitar. Hanya cahaya putih beserta air di pijakannya entah datang darimana.

Ia menunduk dan membulatkan mata. Bayangan terpantul di permukaan air merefleksikkan gadis berambut abu-abu, bernetra ungu. Satu kata menggambarkannya : Sempurna!

"Cantik sekali," tergagap Glacia berdiri, tapi anehnya sosok cantik itu juga mengikutinya. Berputar berulangkali, memencet pipinya, menjambak rambut sudah ia lakukan. Hasilnya sama, bayangan mengikuti setiap gerakannya. Bagaimana bisa?!

"Hahahahaha."

Gelak tawa memecah lamunan Glacia. Di depannya berdiri sosok yang membuatnya bingung tadi.

"Kau si Cantik?" Mata Glacia menatap berbinar-binar.

"Aku adalah kamu."

"Ha?!"

Si Cantik--begitulah Glacia menyebutnya tidak menjawab, hanya membalas dengan senyuman.
Lalu berbalik badan. Tak mau ketinggalan Glacia mengikuti jejak gadis itu.

Pandangannya mengitari sekitar, masih kosong seperti tadi. Tidak ada tumbuhan, rumah bahkan langit seakan runtuh berganti asap kelabu.

"Kemarilah."

Tangan Glacia entah sejak kapan berada di genggaman gadis itu, ia menurut saja diajak kemanapun asal bukan hal berbahaya.

Langkah keduanya terhenti, Glacia hendak menatap hal di depannya, tetapi sebuah sengatan membuatnya tersentak.

Bayang-bayang kejadian merasuki otaknya.

"Dasar wanita ja*lang, beraninya kau membuat kekasih saya menderita? Bahkan hendak membunuhnya!" Sosok pria benetra merah dengan rambut hitam mentapnya tajam, menuding-nuding gadis yang tersungkur.

Glacia menatap penasaran pada sosok itu. Siapa? Tanyanya dalam hati. Ketika perlahan gadis itu mendongak, Glacia terkejut bukan main. Itu si Cantik!

"Glacia Amor, saya jatuhkan hukuman mati. Di depan semua rakyat kau akan digantung di tengah-tengah alun kota. Prajurit tangkap gadis sialan ini!"

Mendapat perintah dari Tuan mereka, sigap beberapa orang berseragam ala kerajaan kuno mendekat pada Glacia.

"Tidak! Bukan salahku. Dengarkan aku Evan, percayalah." Teriakannya hanyalah sia-sia, sosok yang dipanggil Evan itu menatap Glacia dingin disertai jijik.

Tangisannya kian menjadi, rambut awut-awutan, baju sobek sana-sini sudah tak layak digunakan. Luka lebam menghiasi wajahnya beserta beberapa bagian tubuh yang tidak tertutup pakaian. Ah, apa baju kumal dan rusak itu layak disebut pakaian?

Glacia mengarahkan tatapannya pada pemuda bersurai perak dengan netra ungu sama dengannya. "Kak Joan tolong aku. Tidak! Kak Joan!"

Lagi-lagi sia-sia.

Glacia berdiri melihat gadis cantik itu, nama sama dengannya. Entah kenapa dadanya sesak. Seolah dirinya adalah gadis itu.

"Benar kamu adalah dia. Glacia Amor, lebih tepatnya kita sosok yang sama."

Suara itu datang menghampirinya.

"Maksudnya?"

"Kita, aku dan kamu adalah Glacia Amor. Tolong bantu aku merubah hidupku ini dan jagalah orang-orang tersayangku. Selamat tinggal."

"Hei-hei!"

Glacia masih mencerna, spontan berteriak saat sosok di depannya menghilang.

Maksudnya apa, sih? Aku adalah dia? Bagimana bisa?

"Tidak mungkin, pemikiranku salah, kan?" Glacia tertawa masam. "Masuk ke tubuh orang? Hanya bahan candaan saja.

Aku mohon siapa pun keluarkan diriku dari sini! Bisa-bisa bertambah gila berlama-lama memikirkan semua kejadian membingungkan ini."

Mau kembali?

Sepertinya familiar, ia pernah di posisi ini. Benar, mimpinya sebelum sadar.

"Aku ingin kembali," ujar Glacia mantap meski was-was menunggu apa di dalam sana.

Selamat datang Glacia Amor the Villain's
- Novel The Royal Princess Phineas

WHAT? ANTAGONIS?!

•••

Gimana prolog sama part 1?
Semoga suka, ya

Ketemu dipart selanjutnya 👋

22-04-2021

Big love
Okta

Tokoh karakter di cerita ini

Tokoh karakter di cerita ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[1] Glacia The Villain's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang