Bagian Empat

22.1K 3.1K 854
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sembari menunggu Rintarou, aku membereskan barang-barang yang sekiranya perlu dibereskan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sembari menunggu Rintarou, aku membereskan barang-barang yang sekiranya perlu dibereskan. Kulihat Atsumu hanya diam memandang langit-langit. Pukul menunjukkan pukul enam, seharusnya makan malam untuk Atsumu sudah datang.

"Sam.." aku menoleh mendengar panggilan singkat dari Atsumu.

"Makasih." Aku tersenyum kecil dan mengangguk. Lalu aku menepuk pundaknya.

"Makasih juga, Tsum. Lo ngasih gue harapan hari ini. Bertahan sebentar lagi, ya." Atsumu tersenyum lagi, lalu mengangguk.

Rintarou datang dengan senyum, aku membalas senyumannya. Setelah sedikit berbincang, aku akhirnya menutup pintu kamar ruangan Atsumu.

Aku berjalan dengan hati yang senang, setelah sekian lama pulang dengan keadaan resah, kini aku bisa sedikit tenang. Aku bahkan sempat bersenandung di parkiran. Terbayang olehku wajah Atsumu yang lebih periang hari ini, seluruh percakapan kami, dan beberapa pertengkaran kecil kami yang sudah jarang terjadi.

Aku tidak pernah sepercaya diri ini lagi. Kuputuskan memberi diriku sedikit hadiah dengan mampir ke kafe yang sudah jarang aku kunjungi. Aku pesan satu gelas kopi dan memilih duduk di dekat jendela. Kulihat orang-orang di sekitarku yang mengobrol dengan orang-orang tersayang mereka. Terbesit dalam pikiranku mungkin aku bisa mengajak Atsumu kesini lagi bahkan bersama Rin.

Ponselku bergetar, wanita yang aku sukai mengirim pesan padaku! Ah, hari ini dunia sedang berpihak kepada keluarga Miya. Hariku semakin sempurna karena chat ku dengan Yachi Hitoka lumayan panjang dan seru. Aku benar-benar bahagia, ternyata Tuhan masih memberiku kesempatan tersenyum. Rasanya aku ingin meminta maaf pada Tuhan karena sering berburuk sangka pada-Nya.

Kota yang ramai menemaniku, suara klakson mobil, suara manusia yang berlalu lalang, dan lampu kota yang cantik membuat aku semakin senang. Aku bersenandung dengan ria di mobilku, melemparkan senyum pada setiap pejalan kaki yang lewat di trotoar.

"Atsumu! tebak siapa yang di-chat gebetan hari ini." Aku berteriak ketika memasuki rumah.

Tetapi tidak ada jawaban.

Aku berjalan ke arah kamar Atsumu, ku buka pintu dan hawa dingin langsung menusuk tubuhku.

Saking bahagianya, aku lupa kalau kembaranku kini masih terbaring di rumah sakit. Aku melupakan bahwa ia sedang berjuang dengan susah payah.

Aku lupa, hal yang membuatku bahagia tidak ada disini.

Aku terbiasa berteriak dan meledek Atsumu ketika hariku baik. Aku akan memasakkan makanan kesukaannya sebagai perayaan.

Tetapi kini tak ada yang menyautiku, tak ada yang bermuka masam karena iri, tak ada yang memakan masakanku lagi malam ini.

Bisa-bisanya aku melupakan kemungkinan situasi kondisinya bisa menurun kapanpun. Betapa jahatnya aku untuk berpikir bahwa semua bisa kembali normal. Penyakitnya menyerang syaraf, ia bahkan kesulitan berjalan dan bergerak!

Betapa egoisnya kau, Osamu.

Aku memasuki kamarnya yang masih rapih. Ku lihat barang-barang Atsumu yang mulai sedikit berdebu.

Akankah ia mendapat kesempatan menempati kamar ini lagi? Apa Tuhan akan memberikan kesempatan untuk Atsumu menghangatkan ruangan dingin ini lagi.

Ku lihat ke meja tempat ia biasa membuat tugas, ada sebuah topi hitam dengan logo onigiri.

Topi itu, aku ingat pernah menolaknya saat kami bertengkar.

Saat itu Atsumu sudah sakit tetapi belum separah sekarang. Kami berdebat sesuatu yang berhubungan dengan kuliah. Aku sangat marah dan tak mau bicara dengannya. Ia datang sambil membawaa paper bag berisi topi ini dan cemilan kecil untukku, sebagai tanda damai.

Namun aku menolaknya.

Apa yang Atsumu rasakan saat itu, ya?

Aku membawa topi itu bersamaku ke kamar milikku. Lagi, aku takut membuka baju lagi.

Aku takut melihat family bar yang ada di tubuhku.

Namun akhirnya aku memberanikan diri, membuka baju dengan mata terpejam. Kutatap diriku di kaca, tubuhku sudah tidak se-atletis dulu. Siapa peduli sih, menurutku ini adil.

Karena tubuh Atsumu semakin kurus, jadi aku juga harus seperti itu.

Jika kalian bingung mengapa aku memikirkan Atsumu terus, kalian aneh.

Tentu aku akan memikirkannya, hanya dia yang aku punya. Aku lahir berbarengan dengannya, aku tumbuh bersamanya, aku tertawa dan menangis bersamanya.

Lalu kau sadar, setengah bagian dirimu itu akan meninggalkanmu suatu saat nanti. Meninggalkanmu dalam kesendirian, tak dapat bersandar pada siapapun lagi, tak punya teman tertawa lagi.

Kalian pasti akan bersikap sama denganku.

Setelah berganti baju, aku duduk di pinggir kasur. Ku tarik nafasku dan bersiap untuk tidur karena besok aku harus memasak makanan kesukaan Atsumu.

Aku meyakinkan diriku malam ini, bahwa semua akan baik-baik saja.


To Be Continued

ClinomaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang