Bagian Dua

27.9K 3.6K 563
                                    

Satu tahun lalu, dari sudut pandang Miya Osamu.

Aku memandang kertas di depanku. Ini aneh, kenapa nilaiku lebih besar dari nilai Atsumu. Kulihat Atsumu yang duduk di kursi meja makan, memandangi kertas hasil ujiannya juga.

"Tumben." Sindirku sembari meledeknya.

Namun aneh, Atsumu tidak membalas ledekanku.

"Napa lo? Ada yang dipikirin?" Melihat raut muka Atsumu yang kebingungan, aku duduk di kursi yang tidak jauh darinya.

"Akhir-akhir ini gue susah mahamin materi. Mata gue juga kayak burem." Aku memandang wajahnya, sedikit pucat memang.

"Lo kecapekan kali, take a day off aja." Atsumu kembali memandangi kertas ujiannya, lalu dengan cepat tersenyum dan mengangguk.

"Lo kalo perhatian gitu sama gue jelek ah." Atsumu tertawa lepas sambil bangkit dari kursinya.

Aku hanya menggelengkan kepalaku.

Akhir-akhir ini Atsumu banyak mengeluh. Punggungnya terasa nyeri, dan seringkali pusing.

Namanya juga Atsumu, terlalu aktif. Mungkin hanya kelelahan.

Namun yang paling parah adalah perubahan suasana hatinya.

Ia kesal, senang, sedih dalam waktu yang sangat cepat. Aku berinisiatif untuk mengajaknya mengobrol.

Aku membuka pintu kamar Atsumu, kudapati ia memegang kepalanya, wajahnya kesakitan.

"Lo kenapa, Atsumu?" Aku mendekat ke arahnya, ia masih duduk di pinggir ranjangnya. Dia masih mengerang kesakitan.

Apa yang harus aku lakukan?

Sorenya aku memutuskan untuk membawa Atsumu ke rumah sakit. Keadaannya tak kunjung membaik, mukanya semakin pucat dan ia terus-terusan berkata bahwa kepalanya sakit.

Sesampainya di rumah sakit aku membiarkan Atsumu duduk dan aku yang mengurus semuanya. Kulihat ia masih memegangi kepalanya ketika aku meninggalkannya.

Aku duduk di sampingnya ketika dokter dan seorang perawat mempersilakhan kami untuk pemeriksaan. Atsumu menjelaskan keluhan yang ia rasakan. Pusing, kehilangan pengelihatan, kesulitan memahami, dan nyeri pada bagian punggung.

Aku sedikit tak percaya, karena Atsumu tidak terlihat seperti itu. Lalu dokter menanyakan riwayat penyakit dan keluarga.

Dokter dengan jelas mengatakan kemungkinan hal ini berkaitan dengan gangguan pada syaraf.

Aku yang tadinya bersandar langsung menegakkan tubuhku.

Kulihat Atsumu masih dengan wajah datarnya dan mengangguk pelan kala ia mendengar instruksi dokter untuk menjalani beberapa tes penunjang untuk memastikan penyakit yang Atsumu alami. Untuk sementara dokter memberi obat-obat untuk meredakan gejala-gejala aneh yang Atsumu alami.

Di mobil ia kembali mengoceh mengenai hal-hal lucu yang terjadi di kampus.

Oh, Atsumu. Lo gak harus menyembunyikan semuanya. Gue satu-satunya keluarga lo disini.

"Sam, kalau-kalau penyakit gue ini lumayan parah. Jangan kasianin gue ya." Tiba-tiba ia serius dan memandangi kantung berisi obat-obatan di tangannya.

"Apaan sih, Tsum. Lo kecapekan aja gue bilang kan, syaraf lo mumet kali gak dipake istirahat sama orang aneh kayak lo." Jujur, sulit sekali mencairkan suasana saat aku merasa takut. Kudengar Atsumu terkekeh pelan.

"Gue cuma gak mau lo ngabisin waktu di hidup lo cuma gara-gara gue." lagi, Atsumu berkata dengan serius.

"Eh anjing, jangan berani-berani lo ngomong gitu lagi. Kita cuma punya satu sama lain. Lo mau emang kalo suatu saat lo bangun dan lo tau light bar lo tinggal satu?" Aku menggenggam erat setir mobil. Sungguh aku tak habis pikir mengapa Atsumu berkata seolah dia sudah mati?

Kulihat ia tertawa keras sambil terus meledekku habis-habisan. Katanya sakit kepala, tapi tertawa di atas tenggorokan.

Dua minggu berlalu, hasil tes darah dan MRI scan Atsumu sudah keluar.

Multiple Sclerosis.

Namanya saja sudah aneh. Aku yang mengambil hasil tes tersebut karena Atsumu masih mengeluh sakit kepala setelah pulang dari kampus.

Rasanya aku ingin menutup telinga agar tak bisa mendengar apa yang dokter jelaskan. Dadaku sesak, rasa takut bergerumul di dalam tubuhku mendengar setiap tuturan dari dokter yang selama dua minggu ini memeriksa Atsumu.

Kenapa? Kenapa hanya Atsumu?

Satu jam berlalu, aku pulang ke rumah dengan perasaan hampa. Kulihat jalanan yang macet di depanku, sedikit bersyukur aku tidak perlu cepat-cepat memberi tahu Atsumu.

Saat jalanan mulai lancar aku segera bergegas pulang, aku tidak tahu harus berpikir apa. Harusnya aku memikirkan hal-hal positif dan memberikan dukungan untuk Atsumu.

Ku buka pintu, menyaksikan Atsumu yang terdiam di depan layar laptop.

"Multiple Sclerosis." ucapnya lirih.

Brengsek, ternyata pihak rumah sakit mengirimi Atsumu e-mail.

Ia menatapku dengan senyum, seakan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.

◐◒◓◑

Author's note.

Multiple Scelerosis adalah suatu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh yang harusnya melindungi malah menyerang dan menggerogoti lapisan syaraf pada tubuh manusia.

Gejala umum penyakit ini berupa kehilangan pengelihatan, nyeri, rasa lelah, perubahan suasana hati, dan lain-lain.

Penyakit ini terhitung langka dan jarang menyerang pria. Kerusakan syaraf akibat Multiple Scelerosis menjadikan komunikasi antara tubuh dan otak terganggu.

To be continued

ClinomaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang