Tenten duduk diatas kasur seraya menyilang kakinya. Dan tak lama, Neji keluar dari kamar mandi. Pria itu baru saja membersihkan tubuhnya.
"Kau sudah selesai?" Tanya Tenten seraya tersenyum. Neji yang sudah duduk didekat Tenten hanya mengangguk kecil. Seperti biasa, wajahnya sangat datar.
Tenten kembali tersenyum, lalu ia beranjak dari duduknya. "Aku akan siapkan makan malam."
Namun, ketika Tenten sudah berdiri dan bersiap untuk pergi dari kamar, Neji mencekal tangannya.
"Tidak perlu."
Tenten menolehkan kepalanya kearah Neji. Dan entah sejak kapan kini pria yang sudah resmi menjadi suaminya itu sudah berdiri dibelakangnya.
"Kau tidak lapar?"
Neji tak menjawab pertanyaan Tenten. Ia lebih memilih untuk mendekati Tenten agar jarak mereka lebih dekat.
Tenten diam memaku. Bagaimana tidak? Jaraknya dengan Neji sekarang begitu dekat. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Namun tentunya ia harus siap.
Neji menatap Tenten dalam. Mata coklat yang selalu berbinar itu benar-benar bisa membuatnya merasa nyaman. Namun, sampai detik ini ia tak tahu. Apakah mata coklat milik Tenten yang menurutnya indah itu akan tetap bisa melihat sosok dirinya seperti ini?
"Neji, ada apa?"
Neji menggelengkan kepalanya pelan setelah ia sadar bahwa ia sudah membuat Tenten bingung karena terus menatapnya. Ia menyentuh pipi Tenten. Memberikan isyarat bahwa tidak ada apa-apa.
"Maaf. Hanya tempat seperti ini yang bisa kita tempati. Tapi aku janji, besok aku akan mencari pekerjaan agar kita bisa membeli rumah yang lebih besar."
Tenten terkekeh. Ia merasa lucu karena Neji berkata seperti itu. Ia melepaskan tangan Neji yang ada dipipinya, lalu menggenggam kedua tangan Neji.
"Ada apa?" Tanya Neji bingung.
"Hey, muka datar. Dengar, ya. Aku tak perlu rumah besar. Rumah sekecil apa pun akan terasa nyaman jika aku menempatinya bersamamu. Kau paham?"
Neji tetap memasang wajah datar. Entah mengapa, tidak bisa ada perubahan di dirinya jika menyangkut soal ini. Tapi, Tenten tahu. Walau pun Neji bersikap seperti itu, jauh dalam hatinya yang paling dalam pria itu sangat mencintainya.
"Lagi pula, kenapa kau tidak ingin tinggal dirumah ibuku?"
"Aku tak ingin merepotkannya."
"Benarkah?" Tanya Tenten yang seperti terdengar menggoda Neji. "Bukan karena yang lain?"
"Maksudmu?" Tanya Neji bingung. Sepertinya ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang Tenten ucapkan barusan.
"Tidak ada maksud apa-apa." Jawab Tenten seraya menutup mulutnya menahan tawa.
Neji berusaha mencerna ucapan Tenten. Setelah ia mengerti, ia langsung melakukan hal yang tak terduga.
Cuppp...
Satu kecupan dipipi Tenten berhasil Neji daratkan. Setelah itu Neji menatap Tenten datar seperti biasa. Sedangkan Tenten, ia terkejut bukan main.
"Tidak baik menggoda pria sepertiku." Ucapnya datar.
Tenten diam. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan. Dan belum juga ia menghilangkan rasa keterkejutannya akibat kecupan Neji dipipinya, kini ia semakin dibuat terkejut ketika Neji mengangkat tubuhnya.
"Neji..." Panggil Tenten pelan, yang hanya ditanggapi oleh Neji dengan tatapan singkat.
Neji dengan pelan menurunkan tubuh Tenten keatas kasur. Lalu, ia diam diatas Tenten dengan kedua tangannya yang ia taruh dikedua sisi kepala Tenten untuk menahan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because You Are a Friend To Share Pain
ContoNeji, setelah kehilangan kedua orang tuanya ia berubah menjadi pria dingin dan bengis. Ia siap menjadi seorang pembunuh ketika ada orang yang membutuhkan jasanya. Hingga pada suatu hari, dia bertemu seorang gadis yang selalu terlihat ceria. Tenten...