Bagian Tunggal

143 19 29
                                    

Langit senja bersembunyi di balik awan mendung kelabu. Menutupi matahari yang sebentar lagi akan tenggelam dan bergantian posisi dengan bulan dan bintang.

Hujan baru saja selesai turun dan membasahi kota. Beberapa orang sudah kembali keluar untuk melakukan hal yang sempat tertunda oleh hujan.

Inojin duduk di atas rerumputan hijau yang masih basah karena hujan. Ia sedang sibuk menggoreskan cat air pada kanvas di depannya.

Bukan, Inojin bukanlah pelukis jalanan yang di sepanjang jalan hidupnya selalu melukis setiap hari di berbagai tempat. Kapan pun dan dimana pun.

Ia baru saja datang ke padang rumput ini pada beberapa saat yang lalu. Menentukan sudut yang pas dan mulai menumpahkan imajinasi yang sedang berputar di otaknya di atas kanvas lukisnya.

Dia tidak bisa melukis di rumah. Rumahnya mungkin lebih layak disebut sangkar daripada istana seperti yang biasa orang lain katakan.

Ibunya paling tidak menyukai karya seni atau apapun hal yang bersangkutan dengan hal itu. Wanita Yamanaka itu selalu melarang anaknya untuk tidak melakukan suatu hal yang berhubungan dengan itu.

Bahkan ayahnya, Yamanaka Sai yang merupakan pelukis terkenal seantero negeri pun harus pensiun dari pekerjaan kebanggaannya itu. Alasannya sama seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sang istri tidak menyukai hal-hal yang berbau seni.

Tapi sepertinya, bukan Yamanaka Inojin namanya kalau tidak berbuat seenaknya sendiri.

Dia izin pamit dari ibunya dengan alasan ingin menikmati keindahan pelangi yang muncul setelah hujan membasahi kota kelahirannya, kota tercintanya.

Padahal kenyataannya, dia tidak hanya ingin menikmati pemandangan yang sedikit langka itu. Dia juga ingin kabur dari ibunya, ingin kabur meninggalkan larangannya.

Inojin segera membereskan alat lukis yang tadi dia gunakan. Lukisannya sudah selesai. Kini, saatnya dia kembali ke rumah dan merebahkan diri di kasur tercintanya.

Sebentar lagi, malam dengan bulan dan bintangnya yang indah akan tiba menggantikan sore hari yang kelabu ini.

"Mau kubantu?" terdengar derap langkah seseorang menghampiri Inojin yang sedang kerepotan membereskan alat lukisnya.

Inojin mendongakkan kepalanya. Mata aquamarine-nya menangkap sesosok gadis dengan senyuman manis terlukis di wajahnya yang memiliki dua guratan garis di masing-masing pipinya.

"Eh tidak usah, ano.. " kata Inojin menyipitkan matanya, berusaha mengenali gadis manis yang sedang berdiri di hadapannya itu.

"Himawari." seakan mengetahui isi pikiran lelaki yang ada di hadapannya, gadis itu memperkenalkan namanya.

"Ah iya, itu dia. Tidak usah Himawari-san, saya tidak mau merepotkan. Tapi terima kasih atas tawarannya." Inojin menggelengkan kepalanya, tersenyum. Ia segera melangkahkan kakinya meninggalkan padang rumput itu.

Himawari berjalan mengejar lelaki pemilik surai pirang itu, berjalan di sebelahnya. "Kau tahu, lukisanmu sangat indah Yamanaka-san." puji Himawari yang masih mempertahankan senyum manis di wajahnya itu.

Inojin terdiam. Dari ratusan atau pun bahkan ribuan orang yang pernah bertemu dengannya, hanya gadis bersurai biru dongker inilah yang pernah memuji lukisannya.

Gadis ini langka.

[InoHima Oneshoots-Colorful Canvas]

Seakan suatu kebetulan yang memang digariskan di catatan takdir. Inojin dan Himawari selalu bertemu di padang rumput itu setiap hujan baru selesai membasahi kota.

Colorful Canvas : After Rain in the Afternoon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang