01

193 3 1
                                    

Published on April 24th, 2021






"Cantik.".

Seberkas kata itu mampu membuat Ranie terdiam seribu bahasa. Belum lagi, sepasang lengan yang menghentikan pergerakannya. Sang gadis berdiri membelakangi lawan bicaranya. Tangan kanannya yang terulur tengah menggenggam gelas berisi minuman bersoda dengan tiba-tiba mematung kala indera pendengarannya menangkap sebias suara yang tak asing. Gadis cantik berambut sebahu itu melirik sedikit pada seseorang bertubuh kekar yang mengurung kebebasannya. Sepasang telapak tangan besar nan berurat itu hinggap di kedua bahunya yang polos. Sial, batinnya. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, Ranie berharap Kak Rendra segera datang dan menghampirinya—ah, menyelamatkannya.

"Udah lama, ya, Ran. Kamu jadi makin cantik aja.", lanjut lelaki manis itu.

Ranie dapat mendengar jelas suara berat yang teredam musik khas malam akrab. "Kak... Nael?", ucapnya agak sedikit ragu.

"Aku gak ngira kita bisa ketemu di sini.", ujarnya.

Lelaki manis itu lengah. Setelah meletakkan gelas kaca itu, Ranie membalikkan tubuhnya. "Kok... Kakak ada di sini?!", pekiknya.

Nael tersenyum. Simpul itu, yang dulunya selalu menjadi penawar paling ampuh bagi Ranie. Deretan gigi yang menyempurnainya. Serupa seperti kelinci lucu, menurut gadis cantik itu. "Loh, emangnya aku gaboleh di sini? 'Kan aku mahasiswa di sini juga.", enteng Kak Nael.

"Jauhin cewek gua, Nael.", suara sebening permukaan laut itu menginterupsi acara reuni keduanya.

Itu Kak Rendra, datang entah dari mana. Setibanya ia di meja makanan penutup, lelaki tampan itu langsung menangkup tangan sang gadis sembari menyembunyikannya di balik tubuhnya. Baginya, itu hal yang wajib dilakukan, mengingat sesosok di hadapannya dan Ranie ini ialah seorang Nathanael Alaric. Manik rubah itu menatap sinis pada netra dengan binar indah. Tidak berlaku serupa, Kak Nael malah makin mengembangkan senyumnya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya. Sayang sekali, momen romantisnya dengan sang adik kelas harus ditunda terlebih dahulu. Ah, memang, menurut Nael, hanya Ranie yang masih bisa menyita atensi saat ini. Bahkan... saat dirinya sudah menjadi milik yang lain.

"Santai, Ren. Gua gak apa-apain Ranie, kok.", santai Nael.

"Udah ketemu, 'kan? Mending lo pergi sekarang.", tegas Rendra masih dengan tatapan khas kebencian.

"Duh... gimana, ya? Padahal gua masih kangen banget sama Ranie.", godanya. Padahal, Nael sangat tahu bahwa pernyataannya berikut dapat menyulut api amarah sang teman.

"Nathanael?!", bentak Kak Rendra.

Jika Ranie tidak sigap menahan kepalan tangan sang kekasih, mungkin Kak Nael saat ini sudah tersungkur di atas tanah berumput. "Kak?! Jangan sekarang.", ujarnya sembari sentengah mendekap lelaki kesayangannya.

"Kamu gapapa?", tanya Rendra khawatir. Ia memeriksa sekujur tubuh gadisnya. Syukurlah, gadis cantik berambut sebahu itu hanya terkejut.

"Yah... padahal gua duluan yang ketemu. Tapi, malah gua yang harus pergi duluan. Kalo gini caranya, gua pamit dulu deh. Lain kali kita ketemu lagi, ya, cantik.", tangan besar itu hampir saja menangkup dagu mungil Ranie jika tangan besar lainnya tidak dengan cekatan menepis. Ia mengakhirinya dengan sebuah kedipan khas rasa rindu.

WHAT INSIDE TTOGU'S MINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang