1

8 1 0
                                    


Sialnya aku masih terbangun di keesokan harinya, tidak tahu harus melakukan apa lagi aku memutuskan untuk mandi dan pergi keluar dari rumah. Aku membuka pintu kamar dan seketika tubuhku membeku saat melihat tubuh Ibuku tergantung. Tahu yang kemarin masih ada di meja makan tanpa tersentuh. 

"Eomma!!!!" Teriakku. Tangisku pecah dan aku terus memanggil Ibuku. Tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini. 

"Eomma!" 

**

Aku terduduk lemas, pihak kepolisian telah memasang garis polisi di rumahku dan sedang dalam pemeriksaan. Para tetangga terlihat sedang berbisik dan menatap sinis kearahku, mereka selalu mengira aku adalah anak yang tidak berguna dan membawa sial pada kedua orangtuaku. Kalau itu memang benar, mengapa Tuhan tidak mengambil nyawaku saja?

"Oh Sehun?" tanya seorang petugas kepolisian. Aku menoleh kearahnya, dia menyodorkan selembar kertas kepadaku,

"Sepertinya Ibumu menulisnya untukmu sebelum mengakhiri hidupnya." Ucapnya. Aku membuka kertas tersebut dan membacanya,

Untuk anakku, Oh Sehun. Maafkan Ibu karena telah gagal membesarkanmu, Ibu tidak bisa menjadikanmu anak yang sukses dan harus menderita dengan kesengsaraan di hidupmu yang masih muda. Sehun, kau harus lebih kuat dari Ibu. Kau harus hidup lebih baik, makan dengan baik, maafkan Ibu karena telah meninggalkanmu seperti ini, jaga dirimu baik-baik Sehun-ah. Anak Ibu yang manis, Oh Sehun. 

Aku meremas kertas tersebut dan membuangnya, petugas polisi memintaku untuk ikut ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian, dan bertemu dengan Ayah. 

"Ibumu bunuh diri?" Tanya Ayah dari balik sel. Aku hanya terdiam dan mengangguk, Ayah menatapku sendu,

"Ini semua salahku, maafkan aku karena tidak bisa memberi kalian kehidupan yang layak." Gumamnya. Aku masih terdiam, wajahku datar, hatiku hampa, tatapanku kosong. 

Aku keluar dari kantor polisi setelah mengurus segala urusan mengenai kematian Ibuku, ia terbukti melakukan aksi bunuh diri dan jasadnya akan di kremasi besok. Aku berjalan di sepanjang jalan dibawah teriknya matahari. Perutku sangat perih, namun aku tetap berjalan tanpa tujuan. 

Aku berhenti di depan kantor kecil yang menyediakan lowongan pekerjaan harian, seorang pria tua menoleh sesaat aku memasuki kantornya. 

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya. 

"Aku sedang mencari pekerjaan." Ucapku. Pria tua tersebut menatapku aneh dan melirikku dari atas sampai bawah,

"Kau tidak terlihat seperti orang yang memerlukan pekerjaan, nak. Apakah kau model?" tanyanya sambil terkekeh pelan. 

"Tolong berikan aku pekerjaan, aku benar-benar butuh pekerjaan untuk bertahan hidup." 

"Pria muda yang tampan sepertimu seharusnya tidak mencari lowongan pekerjaan di sini, nak. Kau seharusnya sudah debut menjadi artis terkenal, aku hanya memiliki lowongan sebagai kuli bangunan dan-"

"Akan kulaksanakan." Potongku, 

"Tolong berikan pekerjaan itu kepadaku, aku mohon." 

Pria tua dihadapanku menghela nafasnya, menatapku prihatin "Baiklah, akan kuberikan." ucapnya. 

"Terima kasih! Terima kasih banyak! Terima kasih atas bantuanmu!" Aku membungkuk memberi hormat kepada pria tua di hadapanku. Ia terkekeh pelan sambil menepuk punggungku,

"Jangan putus asa, anak muda harus tetap semangat. Kau mengerti?" 

Aku mengangguk pelan dan ia tersenyum lembut kepadaku. 

NOBLESSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang