Aku terbangun di pagi hari, kepalaku terasa pening dan tenggorokanku kering padahal aku tidak minum alkohol semalam.
Aku membalikkan tubuhku dan terkejut saat melihat seorang wanita tengah tertidur pulas tanpa busana. Ah, benar
tadi malam kami melakukannya. Aku menahan senyumanku setelah mengingat-ngingat kembali adegan panas yang kami lakukan semalam. Wanita ini ternyata mahir juga.
Aku menatap wajah mungilnya, bibir merahnya, dia terlihat sangat tenang sekali saat tertidur. Tanganku terulur hendak mengelus surai lembutnya, suaminya sangat bodoh karena telah menyelingkuhi wanita se cantik dia.
Matanya mulai terbuka perlahan, ia tidak tampak terkejut saat terbangun disebelah pria asing yang bahkan tidak ia ketahui namanya.
"Apakah kau selalu terbangun secantik ini?" tanyaku. Ia tersenyum lalu menelusupkan wajahnya di dada bidangku, "Hentikan, masih pagi sudah menggodaku?" gumamnya. Aku terkekeh pelan lalu menarik tubuhnya menempel lebih dekat denganku.
"Omong-omong, kau belum memberitahu namamu." ucapku. Ia tertawa pelan, "Call me Irene."
Irene, nama yang cantik. Ia terdengar seperti putri yang dilahirkan dari keluarga bangsawan. Aku termenung sesaat, tidak seharusnya ia berada di dekapan laki-laki sepertiku. Seharusnya ia berada di pelukan laki-laki kaya raya, dan berwibawa.
"Aku harus pergi." gumamku. Irene menoleh kearahku bingung, "Mau kemana?"
"Aku harus pergi mencari kerja." jawabku. Irene menatapku sambil sesekali mengerjapkan matanya,
"Tidak perlu mencari kerja." ujarnya sambil mengelus pipiku pelan, "Kau hanya perlu bersamaku."
Aku hanya diam menatap wajah wanita dihadapanku yang seakan-akan memohon untuk aku tidak pergi. Irene meraih tanganku dan menarik tubuhku untuk dipeluknya. Sesaat kemudian aku mendengar suara isak tangis,
ia menangis.
***
Irene membuka pintu apartemen mewahnya dan menarikku masuk dengan wajahnya yang ceria.
"Ini rumah barumu, Sehun." ucapnya. Aku terpana dengan seluruh isi ruangan apartemen yang kelewat mewah ini karena aku belum pernah tinggal di rumah yang memiliki parabot mahal.
"Irene-"
"Kita bisa memulai semuanya disini!" serunya dan menunjukan senyumannya yang manis. Aku menoleh kearahnya terkejut, bukankah ia terlalu mudah percaya kepada orang asing? Bagaimana kalau suaminya mengetahui ini semua? Bukankah ia akan mendapatkan banyak masalah?
Aku ingin pergi, aku tidak ingin ia berakhir seperti Chaeri. Namun, saat aku menatap matanya yang rapuh, senyumannya yang menyimpan banyak kepedihan,
aku tidak tega meninggalkannya.
Lantas aku menarik tubuhnya kedalam pelukanku dan mengecup pucuk kepalanya lembut. Aku tidak akan meninggalkanmu, kataku dalam hati.
Irene pamit untuk pulang ke rumah aslinya, ia bilang ia harus membawa beberapa baju dari sana. Kupikir itu hanyalah alasan ia untuk pulang karena takut dengan suaminya. Irene bercerita banyak kepadaku mengenai suaminya. Bagaimana di awal pertemuannya dengan Kim Junmyeon laki-laki yang sangat manis dan baik hati, ia jatuh cinta kepada sosok pria tersebut. Namun, suatu saat Junmyeon mengalami depresi berat karena bisnis nya terancam bangkrut. Dari situ Irene tidak pernah lagi merasakan hangatnya seorang Junmyeon, suaminya itu selalu pulang dengan keadaan mabuk, marah-marah dan kasar dan suatu ketika Irene memergoki suaminya tengah berselingkuh dengan sekretaris rivalnya.
Sebenarnya aku tidak meminta ia untuk menceritakan itu semua kepadaku, namun sepertinya Irene sudah melimpahkan kepercayaannya kepadaku. Wanita bodoh itu, sangat sangat rapuh.