Malam yang tadinya penuh sorak gembira berubah menjadi kosong dan sunyi. Ia menatap plafon putih dikamar yang serba biru itu. Gadis kecil di sampingnya sudah terlelap, menjelajahi alam bawah sadarnya.Adenaya, namanya sesingkat kebahagiaan yang terbentuk beberapa tahun yang lalu, sekejap mata tanpa arti apa-apa. Dua puluh empat tahun bukanlah usia yang matang baginya untuk memiliki anak yang baru menginjak tiga tahun ini, apalagi harus banting tulang sendiri untuk keperluan hidupnya. Pernikahannya kandas sesaat setelah buah hatinya lahir. Setelah kejadian itu, Naya memilih pergi jauh dari keluarganya, bukan bermaksud memutus tali persaudaraan. Namun, ia hanya ingin memulai semuanya dari nol bersama sang buah hati.
Di samping pekerjaannya sebagai housekeeper hotel, ia juga menulis sebagai hobi dan menyalurkan segala pemikirannya lewat tulisan. Beruntungnya, sudah lima hasil karyanya sudah dibukukan, dan dua karya terakhirnya terjual habis di pasaran hingga mengalami beberapa kali cetakan.
Ponselnya berdering saat ia hendak meninggalkan ranjang, membuat Raya, gadis kecil di sampingnya, menggeliat tak tenang. Segera saja ia mengelus punggung gadis itu.
“Hallo, Nay? Koneksi buruk, ya? Atau gimana?” ujar seseorang di dalam telpon.
Naya tersadar, ia sedikit menjauh dari ranjang dan menjawab, “Eh, iya. Maaf-maaf. Ada keperluan apa, Vin?”
“Aku kaget waktu ada informasi kalau kamu mau nerbitin buku lagi, dalam situasi kerjaan kamu yang ga ada santainya, kamu masih bisa menghasilkan karya semenarik ini. Anyway, aku kembali jadi editor kamu kali ini.”
“Hehehe. Eh, demi apa? Terus orang yang kemarin?
“Dia anak magang, tapi karena ada masalah keluarga yang cukup serius, dan mungkin nggak bisa nepatin deadlinenya, terus kantor juga mengundurkan jadwal magangya menjadi tahun depan. Jadi, gue ambil alih aja, lagian juga udah kembali di kantor mulai hari ini. Btw, kita udah nggak kontekan berapa bulan, ya?”
Dari sekian banyak penulis perempuan yang ditemuinya, hanya Naya yang menarik perhatian seorang Kevin Wardana. Pribadinya yang kalem, santai, juga mudah menyesuaikan diri, tanpa sadar membuat orang di sekitarnya nyaman dengannya.
Keduanya saling mengenal karena urusan pekerjaan. Sebenarnya jika tidak ada urusan kerjaan semacam ini, intensitas mereka bertemu juga tidak sering. Mungkin hanya Kevin yang tiba-tiba membawa pergi Raya dari penitipan anak untuk bermain atau sekedar makan malam bersama, saat Naya ada waktu luang.
“Kasihan ya, semoga cepet selesai deh masalahnya. Kira-kira dua bulan, tapi kayak udah lama banget rasa-rasanya ,” jawab Naya.
“Paling kamu rindu nih, jadi ngerasa lama deh.”
“Ahahaha, pede banget astaga. Jadi hampir dua bulan kamu di luar kota? Kerjaanya lancer kah?”
“Sebenarnya nggak sampai ,sih, biasalah, professional ya gini, cepet selesai kerjaanya, hahaha.”
“Oiya, hampir lupa, besok bisa ketemuan nggak? Soalnya ada yang janggal di ceritamu, jadi nanti bisa sedikit diubah.
Sekalian ngajak Raya jalan-jalan, hehehe.”“Gimana kalau selasa aja, karena cuma hari itu yang pulangnya cepet.”
>.>
Pukul empat, Naya mengganti seragam kerjanya dengan pakaian santai. Mengambil motor yang lumayan dekat dari tempat kerja. Langit selasa sore ini bersih dari awan-awan yang bergumul, cahaya dari sang surya juga masih menyilaukan mata. Kakinya berhenti melangkah saat ponselnya berdering.

KAMU SEDANG MEMBACA
Amor
Romance•Cerpen• (Jika ada kesalahan baik itu EYD, hal yang tidak logis, dan sebagainya, mohon kritik dan saran yang membangun. Terima kasih).