Pemenang lomba Matematika tingkat nasional kali ini adalah ...."
Semua siswa yang berkumpul ikut merasakan ketegangan yang dirasakan kedua peserta yang kini duduk dibangku paling depan.
"Mentari Safa Semesta."
Tak ada tepuk tangan yang meriah ketika nama Mentari disebutkan dengan lantang oleh Pak Guru, semua siswa-siswi berharap Langit-lah yang menjadi pemenang kali ini. Bukan Mentari si cewek no life nan cupu, banyak yang tak mengenalnya atau bahkan acuh dengan keberadaannya.Jika saat istirahat para siswi menghabiskan waktunya dengan berbincang-bincang dengan beberapa temannya, maka hanya Mentari yang menghabiskan waktunya di perpustakaan ditemani oleh Melia teman satu-satunya yang entah apa alasannya hingga betah berteman dengan Tari.
♡♡♡
"Gila, cewek cupu itu pinter juga."
"Bisa-bisanya dalam kompetisi yang kedua kali ini, lo kalah lagi, Lang." Kedua teman Langit terus berbincang. Sementara Langit sendiri tengah merutuki dirinya sendiri yang merasa bersalah karna kalah saing.
"Udah diem, gue bakal berusaha nyingkirin dia dari sekolah ini." Langit tersenyum menyeringai beberapa ide gila muncul dalam benaknya untuk membuat Tari merasa tak betah di sekolah ini.
"Gue dukung lo, bro," sahut kedua teman Langit tertawa bersamaan.
Tak lama seseorang yang mereka bicarakan datang, Tari duduk di pojokan bangku paling belakang, gadis itu terus mendunduk tatkala menyadari hanya dirinyalah, Langit dan kedua temannya yang berada di kelas ini.
Langit berjalan menuju Tari yang jauh dari tempat duduknya, Tari yang merasa Langit berjalan menuju dirinya terus menunduk dan berpura-pura sibuk membaca.
"Selamat ya, hebat juga lo." Langit menyodorkan satu tangannya mengajak bersalaman, selang beberapa menit tak ada sahutan dari gadis dihadapannya, Langit menarik kembali lengan kekarnya sementara kedua temannya yang hanya menyaksikan tertawa cekikikan.
"Sialan," gumam Langit.
"Kok bisa ya, cewek se-cupu lo bisa menangin lomba Matematika go Internasional itu, jangan-jangan ...." Langit menghentikan ucapannya sembari terus menatap Tari yang semakin menunduk, gadis itu tipe seseorang yang lebih memilih menghindari masalah dengan diamnya.
"Lo ngerayu Pak Amir, ya," lanjutnya menyebut nama seorang guru di kelasnya, sembari tertawa Langit menoleh pada Leon dan Rian yang ikut tertawa.
Tari mendongak menatap lelaki yang berada di depannya, diwajahnya tersirat kekesalan pada Langit, begitu juga Langit ia mengalihkan pandangannya pada Tari kedua netra itu beradu pandang, ada getaran aneh yang dirasakan Langit saat menatap Tari dari dekat, gadis itu tampak mempesona dengan gayanya.
"Ekhemm." Leon dan Rian menutup pandang kedua netra yang tak sengaja bertemu tadi, kedua lelaki itu tertawa menyaksikan Langit yang gelagapan.
"Pantesan gak menang, pola pikir kamu terlalu sempit," sahut Tari penuh penekanan, gadis itu bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan kelasnya, simple namun mampu membuat Langit berpaling.
"Gila, gila, gila, bisa-bisanya gue malu-maluin diri sendiri dihadapan cewek cupu itu." Langit merutuki dirinya sendiri sesaat setelah Tari pergi.
"Tenang Lang, masih banyak cara," ujar Rian menepuk bahu Langit.
"Lagian lo juga sih pake nuduh dia kek gitu segala," timpal Leon.
"Arrrgh." Wajahnya merah padam, Langit berusaha memendam kekesalannya.
♡♡♡
Melia heran melihat Tari yang terlihat kesal, ia mengintip dari celah jendela dan mendapati tiga sekawan yang rupawan.

KAMU SEDANG MEMBACA
L A T A R
Teen Fiction"Sebagai Langit, gue mau jadi latar belakang lo Mentari yang selalu gue tunggu setiap hari." -Langit Bagaskara- ♡♡♡ Berawal dari gadis cupu, berubah menjadi primadona di SMA Bangsa Taruna semua itu ia lakukan demi membalaskan dendamnya, namun ... bu...