2

12 1 0
                                    

Osamu baru paham bagaimana perasaan semacam ini bekerja sangat efektif bagi kehidupannya yang suram. Presensi tetangga gadis mutiara itu mampu bersinar di tempat tergelap dalam hati Samu. Ia kalah berkali-kali.

Bahkan ketika tubuhnya sibuk mengeluarkan keringat karena bermain voli, pikirannya melayang pada kejadian tempo hari itu. Malam kelabu yang menjadi mimpi buruk bagi kembarannya. Bukan berarti Osamu menjelma menjadi saudara yang jahat, tetapi adilkah dunia ini jika hanya Atsumu yang merasa mampu dan sanggup meraih apapun dalam segala hal? Osamu pun mempunyai keegoisan bernama ambisi meski Nara tak bisa dilabeli dengan suatu kepemilikan karena terlalu berharga.

Dia mutiara. Osamu ingat deru nafas Nara yang candu di musim hujan kala itu. Bibir kecilnya meniup lucu kepulan asap kopi di depan meja cafe, di depan Osamu. Hanya berdua. Karena pada awalnya, Osamulah yang lebih dulu menemukan Nara, mengenal gadis mutiara itu, dan yang mengambil hatinya tanpa permisi.

Dua pipinya merekah stroberi, aroma kopi bercampur parfum citrus Nara membangunkan senyum Osamu menjadi sumringah. Kali pertama bagi kembar kelabu itu merasa gugup. Yang bisa Ia rasakan hanya rasa mulas yang setiap lima detik mendera pencernaannya bersamaan rasa menggelitik yang memaksa bibir selalu tersenyum.

"Kau suka kopi? " Katanya lambat, takut jika suara gugupnya ikut menyelinap di udara dan malah membunyikan suara aneh.

Si gadis mutiara kelabu nampak berpikir meski Ia sudah menyiapkan jawabannya. Semacam, mengulur waktu agar durasi berduaan bersama kembar Osamu terasa lama. "Ya tentu. Meskipun kau tahu pahit, tapi kita tak bisa berhenti menikmatinya. Semua orang suka kopi, Osamu juga kan?"

Osamu bersemu merah, lentera samudra gadisnya tertuju tepat pada netra kelabunya yang kelam. Ia cepat-cepat menjawab sebelum jatuh lebih dalam palung samudra biru gadis itu. "Ya. Aku suka, tapi aku lebih suka Nara." Katanya. Ia tak sadar sudah membalas semburat merah di pipi sang lawan bicara. Refleks, Osamu mengangkat cangkir kopi panas lalu meneguknya tanpa aba-aba. "Ashh panas."

Dengan sigap sang gadis menyodorkan air mineral yang Ia beli tadi sebelum menuju cafe. Maksud hati ingin membiarkan Osamu mendinginkan lidah karena panas kopi tadi, pria di hadapannya justru tersedak, air keluar dari hidung dan mulut, menyembur tepat di hadapan wajah cantik sang bidadari.

"Astaga, maaf." Ia panik sendiri sedangkan gadis di depannya terkikik geli.

"Aku ingin marah tapi wajahmu saat panik itu lucu. Mirip Atsumu." Katanya. Setengah telapak tangannya menutupi bibir yang terbahak.

Osamu mendengus, pipinya kembali di rubungi rona kemerahan. Tiba-tiba Osamu terbesit pikiran untuk menggoda sang gadis. "Apa Atsumu lebih lucu daripada aku?" Osamu menggunakan telapak tangannya untuk menumpu pipi kanannya.

"Umm, bagaimana ya, sulit sekali membedakan mana yang lebih lucu karena wajah kalian sama. Tapi Osamu itu lebih dewasa."

"Kalau Atsumu? "

"Atsumu lebih tampan." Katanya. Terus terang, perkataan yang di lontarkan lawan bicaranya itu singkat namun sanggup menggeser sedikit lempengan kecil di hati Samu.

"Huh? Menyebalkan sekali." Sang gadis justru tertawa. Miya rambut kelabu melanjut kebiasaannya menopang dagu.

"Tapi Samu, kita ini sedang mengerjakan tugas apa berkencan? Kenapa anggota yang lain tidak datang?" Netra samudra mungil itu mengerjap lucu. Tentu saja mereka tidak akan pernah datang karena Samu tak pernah mengatakan akan mengerjakan tugas dengan yang lain apalagi Atsumu.

"Kalau aku mengatakan kita berkencan apa kau marah? " Lawan bicaranya mendadak diam, mungkin kali ini Osamu benar-benar melewati sesuatu yang bernama batas. Padahal tempo hari Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga mulutnya agar tak kelepasan berbicara yang tidak-tidak.

"Boleh saja, tapi aku lebih suka mengerjakan tugas bersama-sama." Tukas bibir mungil di depannya itu. Kemudian sang tubuh bak gitar spanyol itu beranjak, melangkah pelan sebelum akhirnya lenyap dari pandangan Osamu.

Kerja bagus Osamu, kau baru saja mengusir kesempatan langka bersama gadis pujaanmu. Kedua pipinya kembali di topang bersama sejuta gundah mendera hati. Osamu tak memiliki niat bergerak barang selangkah pun mengejar sang gadis. Baru ketika jarum jam di pergelangan tangannya menunjuk tepat di angka empat, kaki panjang nan kekar itu berdiri tegap. Menuntun langkah menuju rumah.

Sesampainya, Osamu terkejut meski hidupnya selalu penuh dengan hal tak terduga ketika memulai hubungan dengan sang gadis rembulan. Ia benar-benar tak bisa di baca.

"Lama sekali kau Samu. Darimana saja." Kembarannya, Atsumu berteriak nyaring. Lalu diikuti suara protes dua orang temannya, Suna Rintarou dan Otsuka Rika. Di pojok meja, Nara menunjukkan senyum manisnya untuk Osamu.

"Ya ampun kamu darimana saja. Bunda pikir terjadi sesuatu, tapi Tsumu bilang biarkan saja. Ayo teman-temanmu sudah menunggu." Bunda menarik lengan Osamu yang masih terpaku di depan pintu lalu mendorong tubuh kekar itu duduk di samping Nara.

Keduanya hanya terdiam diantara keriuhan Atsumu, Suna dan Rika meski pandangan tak bisa bohong jika melirik sepintas satu sama lain. Lantas mereka berempat mulai mengerjakan tugas kelompok.

Yang terpintar diantara ke limanya mendapat porsi bicara dan mengatur kelompok lebih banyak dari yang lain, Otsuka Rika dan Haru Nara. Meski keduanya sering cek cok, tetapi ketiga pria tampan itu seketika berebut menenangkan hati sang pujaan masing-masing. Tetapi diantara pandangan saling suka itu, ada sekeping dua keping hati yang justru saling tarik menarik dengan yang lain. Suna menyukai Otsuka Rika sedang menyukai si kembar kelabu, sedang si kelabu suka si gadis mutiara.

"Osamu, boleh aku minta segelas air putih? "

"Boleh kok." Yang menjawab segera beranjak dari duduknya lalu menghilang di balik pintu kamar si kembar. Tak lama, Otsu Rika ikut berdiri dan melangkah dibelakang Osamu.

"Osamu... " Panggilan manis itu segera membuat sang pemilik nama membalikkan badannya.

"Oh, Rika, biar aku saja yang mengambilkan air. "

"Tidak apa, badanku pegal, jadi aku ingin sedikit menggerakkan kakiku. Tadi Osamu pergi kemana?" Si kembar kelabu merubah arah pandangannya, nampak berpikir sebelum memutuskan untuk jujur. "Dari cafe. Minum kopi. Sendirian. " Jelas Osamu. Seakan mengerti raut wajah lawan bicaranya.

Sang gadis tersenyum cerah seakan kekhawatiran dan firasat buruknya yang selama ini musnah seketika. Keduanya berbelok di tangga terakhir, menuju dapur. Osamu segera mengambilkan segelas air untuk si gadis lalu segera naik kembali ke atas.

Rumah si kembar Miya terdiri dari lorong-lorong panjang, gelap dan nyaris sunyi jika tak ada suara samar-samar dari kamar tempat mereka mengerjakan tugas.

"Jika ada yang tidak Osamu-kun mengerti, aku bisa membantu kok." Si gadis cantik bersuara, meski kepalanya menunduk, kedua tangannya tertaut satu sama lain, semacam mencoba menyalurkan kegugupan yang mendera. Keduanya ikut berbelok dan menapaki tangga ke kanan sebelum akhirnya membuka pintu dengan tulisan 'Miya twins' menggantung gagah di depannya.

Cklek. Osamu belum sempat puas menarik napas tetapi hatinya mendadak dimampatkan oleh dua pasang sedang berciuman tepat di hadapannya. Atsumu dan sang gadis pujaanya, Nara. Kedua bibir mereka menyatu. Benar-benar menyatu tepat di hadapan Osamu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BETWEEN THE TWINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang