Bagian Satu

92 13 3
                                    

01:: Kue dari Musuh

01:: Kue dari Musuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

-

Seorang pria berambut pirang keluar dari sebuah kompartemen sendirian. Seraya membawa sebuah koper besar yang akan berguna untuk satu tahun kedepan. Semua orang sudah masuk ke kastil, hanya dia yang tinggal sendiri di sini.

Tahun baru, awal yang baru. Voldemort telah tiada, siswa tahun ke tujuh diminta untuk mengulang tahun terakhir mereka. Beruntung dia masih bisa bersekolah, dua temannya, Crabbe dan Goyle tak tahu bagaimana nasibnya mendekam di Azkaban. Setidaknya dia masih memiliki Zabini dan Si Bodoh Parkinson yang masih rela menjadi 'anteknya' di sisa tahun ini.

Draco datang ketika pesta di aula sudah selesai, ia sengaja melewatkannya. Ia meletakkan barangnya di pojok lorong, tempat seluruh siswa menaruh barang bawaan mereka. Di aula sana terlihat keramaian, segerombol siswa berdesak desakan entah mengincar apa. Draco yang penasaran mendatanginya. Oh, bahkan dua temannya, Blaise dan Pansy juga berada di sana.

"Apa yang terjadi?" tanya Draco.

"Oh, Granger membawa berkotak kotak kue untuk dibagikan. Mungkin jika kau mau, kau bisa mendatanginya. Siapa tahu dia punya beberapa sisa karena kudengar mereka banyak yang kehabisan." kata Pansy.

"Merlin, untuk apa kalian mengemis kue pada seorang Gryffindor bodoh apalagi Hermione Granger! Apakah kalian sudah kehilangan akal?" protes Draco. Pansy hanya mengedikkan bahu, tak peduli kalimat Draco.

"Perang sudah berakhir, kupikir tak ada gunanya bermusuhan dengan mereka. Kita sudah seharusnya berpikir dewasa, bukan?" kata Blaise. Mungkin Blaise bisa berpikir dewasa, tapi Draco tidak. Baginya mereka tetaplah musuh, dia tidak mau berteman dengan Gryffindor. Menjijikkan.

"Tidak bagiku." tegas Draco.

Hermione mendengar percakapan mereka, lantas menghampiri Draco. Ia masih memiliki satu kue untuk dirinya sendiri dan kini Hermione berniat memberikannya untuk Draco. Meskipun gadis itu masih sangat amat membencinya, namun, tak ada seorangpun yang tidak menyukai kue ini.

"Jika kau mau katakan saja, Malfoy. Aku masih ada sisa." Hermione berteriak dari belakangnya. Merlin, ekspresinya sangat mengejek. Draco menatap Hermione bengis, kemudian kue yang ada dalam genggaman gadis itu, oh sial, itu kue favoritnya! Bahkan makanan urutan nomor satu dalam daftar makanan favoritnya. Sialan. Dia akan sangat rugi jika menolaknya.

Baik. Hanya untuk kali ini Draco menerima pemberian darah lumpur. Ingat, hari ini saja!

Draco mengambilnya dari tangan Hermione, dengan setengah harga dirinya yang tersisa. Hermione tersenyum melihatnya, namun dengan ekspresi mengejek, pergi dari tempat itu menyusul Ginny yang menunggu di ujung lorong.

"Kau memberinya?" tanya Ginny tak percaya.

"Tampaknya pria itu menginginkannya, siapa yang tak mau makan kue selezat ini?" ujar Hermione, kue ini menjadi kue favoritnya seumur hidup gadis itu. Nampaknya Draco dan Hermione memiliki makanan favorit yang sama tanpa mereka sadari. Ginny menatap Hermione heran, tercengang dengan hal yang baru saja ia saksikan.

"Bukankah itu satu satunya kue yang tersisa? Lalu kau tak memakan satupun dari kue yang kau bagikan?" kata Ginny. Jika ia menjadi Hermione, kue itu tak akan ia berikan pada seorang Draco Malfoy yang angkuh. Pria itu cukup kaya untuk membelinya sendiri. "Tampaknya kau menyukai Draco Malfoy, Hermione." sambungnya.

Hermione mendorong punggung Ginny, "Itu tidak akan terjadi, Demi Merlin. Aku sangat membenci pria itu, mungkin ia daftar nomor dua orang yang paling kubenci setelah Voldemort." ucapnya kesal.

"Well, aku hanya menebak. Kau tak perlu semarah itu, Hermione." tawa Ginny mengejek.

"Aku akan membunuhmu jika seorangpun mendengar percakapan kita, Ginny. Berhenti membicarakannya." ujar Hermione. Mereka berhenti berbicara ketika mulai memasuki ruang rekreasi gryffindor.

Hermione tersenyum melihat hampir semua temannya memakan kuenya dengan semangat, termasuk Harry dan Ron, duduk di sana dengan tawa terlukis di bibir mereka. Gadis itu menghampiri mereka, berpisah dengan Ginny karena ia mau ke toilet. "Apakah enak?" tanyanya.

"Bloody hell, kau tidak mencobanya? Ini sangat enak." kata Ron semangat. Hermione menggeleng kecil, "aku kehabisan makananku sendiri, aku pikir." mendengar hal itu Harry dan Ron langsung berhenti mengunyah. Ron mengulurkan setengah sisa dari gigitannya pada Hermione, perempuan itu menggeleng.

"Tidak, itu milikmu. Makan saja."

"Demi Merlin, Hermione. Sebenarnya tadi aku mengambil tiga buah sekaligus, maafkan aku. Ambil saja ini." ucap Ron. Hermione mengerucut, mengambil kue itu dan memakannya.

"Lezat." katanya.

"Tentu saja, aku tahu kau membuatnya bersama ibumu semalaman 'kan?" kata Ron. Hermione tertawa dan mengangguk, tentu saja pria itu tahu, karena Hermione memberi tahunya beberapa waktu lalu. Ia sangat semangat membawa kue buatannya dan ibunya ke Hogwarts.

Hermione meninggalkan mereka, tubuhnya ingin beristirahat setelah perjalanan jauh yang melelahkan hari ini. Sementara itu, Harry menatap Ron tercengang. Ron berbohong, pria itu hanya mengambil satu kue, dan ia memberikannya pada Hermione.

"Kau masih menyukainya, Ron." senggol Harry tertawa.

"Setidaknya aku sudah mencicipinya sedikit." ucapnya menghibur diri. Rahasia umum, Ron menyukai Hermione. Gadis itu tahu, sejak sangat lama ia menyadarinya sebelum rumor menyebar. Namun Hermione hanya diam hingga detik ini, gadis itu berpikir Ron berhenti menyukainya semenjak berpacaran dengan Lavender Brown.

Padahal nyatanya, alasan Ron dan Lavender putus adalah karena Ron tak bisa menghapus rasanya untuk Hermione.

--

Di lain tempat, ruang rekreasi slytherin. Pansy Parkinson sibuk menertawai Draco yang wajahnya sudah merah padam. Begitu pula Blaise, bahkan ia memanggil Theo hanya untuk menertawainya. Sial, Draco malu kepayang. Kuenya sudah ditelan, sesalnya baru datang. Untuk apa ia ambil kue itu? Hanya bisa mempermalukan dia di hadapan teman-temannya.

"Hahaha, kudengar jelas kau bilang 'untuk apa kalian mengemis kue pada seorang gryffindor apalagi Hermione Granger' lalu gadis itu datang dan pria ini mengambil kuenya." ejek Pansy. Theo mendengarnya ikut tercengang.

"Sepertinya banyak anak asrama kita yang melihatnya, kudengar Daphne membicarakan itu pada teman-temannya." ucap Theo. Draco menggeram, kesal, kesal pada dirinya sendiri karena menerima kue itu. Lagipula untuk apa Hermione memberinya kue? Apakah gadis itu menggemarinya sehingga menawarkan kue itu pada Draco?

Pria ini sibuk menyalahkan Hermione, padahal jelas jelas ia yang mengambilnya sendiri dari tangan gadis itu.

"Aku tidak menyukai Si Darah Lumpur itu." kalimat Draco.

"Well, tidak ada yang mengatakan kau menyukainya, Draco." ucap Blaise.

"Kau menyukainya, Draco? Secepat ini?" kata Theo tak percaya. Sial, hari yang sial. Dia salah bicara, temannya salah mengartikan. Baik, dia menyerah.

"Aku lelah, aku ingin beristirahat." ucap Draco beranjak dari sana dan menuju kamar.

"Sepertinya Tuan Muda ini cukup kesal, aku akan membuatnya lebih kesal di lain hari." tawa Pansy, kemudian ia ikut beranjak menuju ruang tidurnya.

Draco membanting tubuhnya kasar, darah lumpur sialan. Gadis itu begitu menghancurkan hari pertamanya di Hogwarts. Wajah Hermione benar benar menghantui pikirannya, ingin sekali ia menendang wajah gadis itu agar menyingkir dari kepala pria itu sekarang.

"Darah lumpur tak tahu diri, kau pikir aku bisa menyukaimu? Lebih baik aku mencium kaki Argus Filch dibanding jatuh cinta pada Muggle-born sepertimu." ucapnya lalu memejamkan mata.

-

halo, gimana kabarnya? hope u doing well ya. dan semoga kalian senang dengan work baru sy trimakasi >___<

AmortentiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang