Hai, sebelum baca jangan lupa vote dan comment yaa!^^
Yuk yuk, semangatin author :))
Langit jingga datang juga, setelah sekian lama tak menampakkan keindahannya di ujung Kota Tua. Jam silver lingkaran yang bertengger di dinding kamarku telah menunjukkan pukul tiga lewat lima belas menit. Terdengar suara adzan dari komplek ke komplek yang saling bersautan, seakan mengharuskanku untuk menyucikan diri lalu melaksanakan kewajibanku sebagai umat Islam. Aku segera bergegas menuju dapur umum untuk membantu masyarakat yang terkena musibah.
Selama di dapur umum, aku bertemu dengan seorang lelaki yang berhasil mengalihkan pandanganku selalu tertuju padanya. Padahal menurut temanku yang bernama Dhealova, dia itu biasa aja. Tapi entah kenapa mataku selalu ingin memandang wajahnya yang terlihat biasa saja. Di waktu yang sama, lelaki itu tiba-tiba memandangku secara sengaja. Mungkin, karena dia merasa aku terus memperhatikan gerak-geriknya. Tetapi dia mengacuhkanku dan kembali fokus ke nasi yang sedang dibungkusnya. Ketika melihat responnya, hati kecilku yang berawal ingin mendapatkannya menjadi sedih.
"Bil, buruan weh bungkus nasinya. Keburu sore," Dhea.
Aku cuma diam hingga dia menepuk pundakku dengan sangat keras.
"Woy, Bil! Lu kenapa si? Malah ngelamun. Cepetan diselesaiin dulu bungkus nasinya," ucap Dhea mengagetkanku.
"E-eh iya Dhe, ini mau gua lanjutin kok hehe," jawabku gugup.
Aku segera menyelesaikan tugasku hingga waktu pertemuanku dengannya usai. Sebelum dia meninggalkan tempat itu, dia memberikan senyum hangat kepada Dhea. Tetapi Dhea tidak membalas itu, bahkan untuk melirik wajah yang menurutku tampan saja ogah. Melihat respon dari Dhea, aku berinisiatif untuk membalas senyuman itu. Hingga akhirnya, ia memalingkan pandangannya kepadaku dan memberikan senyum tipis yang tak dapat diartikan.
"Ayok Bil, buruan!" seru Dhea.
Mendengar suara toa Dhea, aku langsung berjalan menuju tempatnya sembari melambaikan tangan kepada lelaki misterius itu.
Di tengah heningnya perjalanan, Dhea mengejutkanku secara tiba-tiba.
"Lu naksir ya sama cowo itu?"
"Hah, apaan anjir. Enggaklah, yakali gua naksir sama orang yang nggak gua kenal", jawabku mengelak.
"Halah beneran? Kalo gua kenalin mau nggak?"
Sontak aku terdiam mendengar pertanyaan yang dilontarkan dhea. Bukannya menjawab, aku malah kebingungan sampai akhirnya banyak pertanyaan yang ada di benakku.
'Kok Dhea kenal ya, sama cowo itu? Kok bisa sih, si cowo tadi ngasih senyum ke Dhea? Apa Dhea pacarnya, ya? Tapi kalau memang dhea pacarnya, kenapa dhea nggak bales senyumnya yang manis? Gilasih, padahal gua aja ngarep dikasih senyum sama dhea, haha,' batinku.
Tiba-tiba aku sudah berada di depan sanggar gerakan pramuka untuk melakukan evaluasi kegiatan. Selama evaluasi, entah mengapa pikiranku selalu tertuju pada cowo itu. Setelah evaluasi selesai, Dhea pamit buat pulang duluan. Hingga akhirnya, hanya tersisa aku, Adit, dan Marcel di tempat itu. Saat aku dan Marcel sedang asik berbincang, Adit malah sibuk sendiri dengan gadgetnya.
Tak lama, aku mendengar suara mesin motor yang baru saja berhenti di halaman depan sanggar. aku mengacuhkannya dan kembali melanjut perbincanganku dengan kedua temanku. setelah itu, aku mendengar seorang membuka gagang pintu dan melangkahkan kakinya sembari menyapa Adit dan Marcel.
"Woi ngab, pokeran gas!" ajak seorang itu sambil bersalaman dengan Adit dan Marcel.
"Kuy!" jawab Marcel antusias.
Ketika ia mengajakku bersalaman, aku hanya menjulurkan tanganku lalu mengalihkan pandanganku untuk mencari tau siapa lelaki itu. Tetapi setelah melihat wajahnya yang bermasker, aku merasa asing dengan lelaki aneh itu. Namun aku tidak memikirkan itu.
"Yaudah sana lu ambil kartunya, gua tunggu di sini," ucapnya sambil membuka masker.
Aku sangat terkejut setelah melihat wajah di balik masker hitam itu. Spontan aku melototkan kedua bola mata dan membulatkan mulutku, hingga membuat adit melontarkan sebuah pertanyaan yang membuatku semakin gugup.
"Lu ngapain bengong anjir? Jelek banget sumpah muka lu kalo bengong gitu."
"E-eh ngga papa kok dit, cuman kaget aja hehe," jawabku terbata-bata.
"Lu suka ya sama Rio?!" tebak Adit.
Lalu Rio memotong pertanyaan Adit. "Apaan anjer, kenal aja enggak!"
Aku terdiam sejenak dan mengulas senyum dalam hati, Oh, jadi cowo ini namanya Rio. Cocoklah nama sama wajahnya'
Di tengah asiknya permainan, aku merasakan perutku kosong karena belum makan dari pagi.
"Eh angkringan kuy! Gua laper anjir belum makan dari pagi."
"Sama njir, gua juga laper banget," Jawab Rio semangat seakan ingin menyudahi permainan.
"Yaudah lah kuy, mau angkringan mana nih?" Tanya Adit.
"Deket lapangan aja kuy, murah-murah di sana. Kenyang juga wkwk," jawab Marcel.
"Heleh maunya sama yang murah anjir si Marcel," ledek Adit.
"Bukan gitu woilah maksud gua. Ahh dahlah susah ngomong sama lu Dit." Jawab Marcel pasrah.
"Ini jadi ke angkringan apa engga weh? Malah pada berantem," lerai Rio.
"Yaudah ayok. By the way Bil, kalo mau ke angkringan, lu boncengann sama siapa?"Tanya Adit.
"Eum, iya juga ya," jawabku sedikit berpikir.
"Ya sama gua lah, mau sama siapa lagi? Yakali sama lu berdua, dia bukan cabe anjir," jawab Rio tegas.
Mendengar pernyataan Rio, aku hanya bisa diam dan tersenyum sangat lebar di balik masker.
'Ini beneran atau cuma mimpi sih? Anjir jantung gua mau copot. Someone help me, please!' Batinku teriak.
Setelah itu aku langsung mengambil helmku dan bergegas menghampiri lelaki tampan yang aku idam-idamkan.
Tiba-tiba Rio memamanggilku dengan sangat lembut. Hingga tak sadar, kedua pipiku sudah berubah menjadi kepiting rebus.
"Biel, ayok naik."
'Tuhann, kenapa Engkau menciptakan cowo yang suaranya ngajak berumah tanggaa, plisss!' Batinku.
"Biel, buruan ih. Kenapa kamu malah bengong? Udah ditunggu adit sama marcel tuh," ucap Rio membuyarkan lamunanku.
"E-eh iya bentar," sautku sambil mengenakan helm.
Lalu, aku menaiki jok bagian belakang motor Rio. Namun, Rio tiba-tiba menghentikanku dan memasangkan pengait helm yang aku kenakan.
"Ceroboh banget, liat nih belum dikaitin," ucap Rio sambil mengaitkannya.
Jika ini mimpi, tolong siapapun tampar aku agar aku terbangun.
~ Salsabiela ~
. . . . .
Wah, gimana tuh kelanjutannya? Penasaran nggak? Kalau penasaran, jangan lupa vote dan comment yaa! ^^
By the way, ini cerita kedua aku ya. Semoga kalian suka sama cerita ini hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Right Chance (On Going)
RomanceHai, aku Bila. Lebih tepatnya Salsabiela. Singkat namun terselip banyak doa dan harapan dari kedua orang tuaku. Menjadi anggota pramuka yang bergerak di bidang sosial masyarakat membuatku menjadi sibuk akan kegiatan di lapangan. Hingga pada akhirnya...