Can I hope?

280 39 120
                                    


hulaww laila desu~

wah udah lama ga up ya

aku kangen kalian.

gomen nee, harusnya aku up tadi malem. tapi aku...ketiduran..hehe

-warn!-

-gore content 

-angst(?)

-bahaya di baca waktu puasa (menurut aku O_O)

-rating 16+ (gaada aneh-aneh kok, cuma ya...laila takut ada yang ga nyaman)

-disarankan dibaca pas malem (trus kenapa up pagi? karena laila takut wifi ga mendukung di malam hari:) antisipasi aja)


oke cukup cuap-cuapnya.

Happy reading~






There is a thing that i can't stop it,

your unstopable another side.

Cause of my weakness,

and my cruel destiny that like never ending curse.

-Tenn



Saat aku merasakan tangan hangatnya yang menangkup pipiku, dengan tatapan yang melembut, aku pikir dia memutuskan untuk menghentikan kegilaan ini.

Namun ternyata, sepertinya hal itu memang mustahil terjadi. Dengan senyum yang terukir, mengucapkan hal tabu yang selama ini berusaha aku hindari.

'Adikmu akan kemari'

'Deg'

Tiga kata itu, seakan menghujam tubuhku dengan ribuan jarum tak kasat mata. Menghentikan semua fungsi tubuhku seketika. Netraku melebar sesaat setelah kalimat itu terucap dari bibirnya, mengantarkan sengatan pada setiap sarafku yang menegang. Dan kali ini aku tak menggigil. Hanya merasa kaku.

Terdiam, dengan tubuh yang mulai mendingin.

Dengan kesadaran tak seberapa, walau rasanya suaraku tertelan ketakutan yang menjadi-jadi hingga tertahan di tenggorokanku yang kering, aku berusaha mengumpulkan keberanian untuk menanyakan alasannya melakukan ini.

"Apa yang kau inginkan dari Riku??!"

Beruntung aku bisa meredam suaraku yang bergetar. Dengan nada yang di buat-buat, berharap ia tak menyadari betapa aku ketakutan saat ia mulai melepaskan tangkupan tangannya pada pipiku.

Dengan senyum yang mulai memudar ia merangkak perlahan, menurunkan kakinya dari kasurku dan menjejakkannya pada lantai marmer yang dingin. Ia bangkit dari duduknya, menampakkan punggungnya yang terbalut kemeja tipis hingga aku dapat melihat kulitnya yang memucat karena hawa dingin belum juga meninggalkan rumah.

Sinar matahari yang seharusnya membawa kehangatan nampaknya masih tertahan di luar gorden yang melingkupi jendela rumah. Hanya dapat menunggu hingga hawa hangat itu merambat melalui tembok rumah yang tak pernah terang ini.

Ia melangkah menjauh, berjalan sedikit terhuyung ke arah kamarnya. Meninggalkanku dengan sejuta rasa takut yang kembali menggelayuti. Berbagai pikiran buruk pun menghantui ku, menarik sisi hati yang sudah lama ku sembunyikan. Kekhawatiran yang tak ter-elakkan, seakan menjadi pembuka pagi ku yang biasanya diwarnai oleh merah dari darah yang tercipta dari sobekan di tubuhku.

Crimson On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang