Self remember : you are strong

3 1 0
                                    

Aku adalah anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan segala hal, termasuk kesedihan.
Di mata semua orang aku selalu terlihat baik-baik saja. Aku seperti diatur untuk menjadi manusia robot. Tidak berhati, tidak berperasaan, dan tidak bisa merasakan perasaan.

"Ah orang tuaku tuh beda zaman denganku, mungkin itu alasan kenapa mereka tidak bisa mengerti aku."

Berlindung dibalik kata 'itu' aku selalu mewajarkan hal tersebut terjadi padaku. Bertahun-tahun lamanya, hingga aku menjadi pribadi dewasa yang lemah. Aku takut bentakan, aku takut amarah orang, dan aku takut dimarahi.

"Hey kenapa kamu tidak pernah terlihat marah?" Kamu lupa aku manusia robot? Aku tidak diatur untuk marah. Aku diatur untuk diam di segala situasi, serumit apapun.

Segalanya harus sempurna di mataku agar aku tidak terkena masalah. Hidup seperti ini sangatlah rumit. Ada bayangan hitam di diri ku yang selalu berteriak "Ayo kita kejalan dan menabrakan diri atau mau lompat dari gedung yang tinggi? Itu sakitnya sementara!" Tapi aku tau itu hanya tipuan semata karena aku sadar yang ingin aku hilangkan adalah akar masalahnya bukan diriku.

Apakah kamu pernah didengarkan? Jika iya, aku akan sangat iri denganmu.
Apakah kamu pernah diapresiasi? Jika iya, aku ingin kehidupan kamu.

Aku tidak menuntut banyak. Aku hanya ingin didengarkan. Aku ingin didengarkan sebagaimana manusia yang bersuara.

Puncak amarah terbesar dimana saat aku mengalami pertengkaran hebat dengan seorang pria yang aku sebut ayah. "Jika begitu adanya kenapa tidak anda buat saja anak yang bisu dan tuli?" Lalu dia terdiam sebentar dan melanjutkan mencari kesalahanku. Ya, dia sangat pintar memang. Aku cukup bangga punya orang tua pintar tapi sayang sekali kepintarannya itu tertutup dengan keegoisannya.

Aku ingat sekali, aku menangis untuk pertama kalinya di depan orang tuaku. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku pikir itu akan membuat ia berpikir dan tidak mengulangi kesalahannya tetapi itu hanyalah harapan semata. Setelah lupa, ia akan mengulangi hal itu dan aku tidak akan mau menangis di hadapannya lagi.

Apakah kamu pernah diapresiasi oleh orang tua kamu? Jika iya, bersyukurlah. Ratusan bahkan ribuan anak di luar sana ada yang tidak pernah diapresiasi oleh orang tuanya sendiri, termasuk aku.

Bermula dari kelas 3 bangku sekolah dasar aku telah menyadari bahwa pikiranku lebih dewasa dari teman sebayaku. Jiwa ingin bersaingku sangatlah tinggi. Tau mengapa? Aku sakit sekali selalu dibanding-bandingkan dengan anak orang lain.

Yang aku ingat sekali waktu dulu ada pelajaran tulis menyambung. Teman dekatku tulisannya memang bagus dan ibuku melihat itu lalu berkata "kamu lihat tulisan dia? Tulisannya bagus dan rapi nggak kayak kamu jelek, nggak bisa kebaca." Waktu itu aku nggak tau apa itu sakit hati, yang aku tau hanyalah aku sedih ibuku berkata seperti itu. Aku mulai menulis setiap hari agar tulisanku bagus sampai ibu berkata "bagus."

Hal itu berlanjut terus. Aku selalu berusaha mendapatkan nilai bagus dan harus masuk peringkat 10 besar di sekolah. SD, SMP, SMA aku tidak pernah absen untuk masuk ke 10 besar. Mungkin bagi sebagian anak itu tidaklah penting, aku pun merasa itu tidak penting tetapi aku terpaksa. Apakah itu keinginanku? Tidak, aku hanya tidak ingin dibandingi lagi.

Keadaan seperti ini membuat aku takut untuk kenal dengan orang lain. Aku takut menjadi beban orang lain dan aku takut disakiti. Aku memang tidak pernah disakiti secara fisik namun pepatah memang benar bahwa lidah lebih tajam dari pisau mana pun. Aku hampir menyerah dengan keadaan hanya karena sesuatu tak bertulang itu.

Aku tidak ingin orang lain merasakan apa yang aku rasakan. Aku selalu berdoa untuk kebahagiaan semua orang di dunia ini.

Tulisan ini aku buat sebagai pengingatku bahwa aku harus tetap waras dengan keadaan apapun. Seburuk apapun hari ini, esok, atau nanti ingat saja bahwa aku pernah sangat kuat sampai bisa di titik ini.

AbditoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang