Chapter 01. Coklat Putih

6 0 0
                                    

Tidak membalas
Bukan berarti tidak berharap
Kalo kamu seperti ini, bagaimana semesta akan membuka jalan
Untuk kita berdua

Aku membuka catatan lama, kisahku berakhir tanpa air mata yang menetes.
Aku menatap benda di jari manis yang tersemat disana minggu lalu.
Sempurna, akhirnya aku akan menikah dengan orang yang bukan kuperjuangkan.
Sekarang yang menjadi pertanyaan
Apakah aku yakin?

Aku menelungkupkan kepalaku di meja kerja
-----------------------------------------------
Lila menepuk pundak Irana pelan.
“Na bangun na, di panggil pak Deo di ruang meeting. Naa bangunn.”
“Yayaya…” ujar Irana sambil melangkah menuju wastafel.
Lila termenung menatap Irana yang berjalan kearah ruang meeting.
“Permisi,”
“Masuk.”
Irana masuk dengan sopan ke dalam ruangan. Dahinya mengerut heran. Sepi sekali.
Dia terdiam di depan orang yang satu-satunya ada di dalam ruangan itu.
“Duduk na..” suruhnya.
Dia adalah Deonar, CEO perusahaan ini. Sekaligus orang yang sudah Irana anggap sebagai sahabat sekaligus kakak.

“Maaf pak, ada apa ya?” Irana menatap Deo serius.
“Ga usah pakai bahasa formal Na, aku cuma mau bilang, besok aku kerumahmu ya.” Kata Deo sambil tertawa kecil melihat raut wajah Irana yang serius.

Irana terdiam lalu bergerak bangun dari tempat duduknya mendekati Deo.

“Ih. Reseeee. Aku lagi enak tidur, dibangunin, disuruh kesini cepet, kirain ada apaan, cuma bilang mau ke rumah.Apa apaan sih kamu.” Kata Irana berkacak pinggang sambil mengomel di depan Deo.
Deo meringis kecil.
Lalu meminta maaf ke Irana. Dia mengeluarkan coklat putih dari balik jasnya.
“Maaf yaa.” Kata deo sambil mengulurkan coklat itu ke Irana.
Bagi Irana coklat putih memiliki arti sendiri dalam hidupnya.
“Yang namanya coklat tuh warna coklat, dan mengapa aku suka warna putih. Anggap saja coklat putih adalah lembah sedih yang berhasil terhapus oleh kebaikan dan keceriaan.” Katanya jika ditanya mengapa dia suka coklat putih.

Irana berbinar melihatnya lalu mengambilnya cepat.
“Maaf diterima.” Katanya.
“Seperti biasa.” Deo tersenyum kecil lalu melihat jam di tangannya.

“Na. Aku keluar bentar ya, kamu kembali ke meja kerja aja, nanti pulang bareng.” Kata Deo.

Irana mengangguk lalu melangkah kembali ke meja kerjanya untuk melanjutkan tidurnya.
Lila memperhatikan Irana keluar dari ruang meeting. Dia melihat sebatang coklat putih kesukaannya ada di genggaman.

Irana melangkah dengan sedikit ceria lalu menghampiri sahabatnya sambil tersenyum.
“La aku maafin kamu kok, walaupun kamu udah bangunin aku buat hal sepele tapi aku dapet coklat. Yuk makan bareng.” Kata irana.
Lila melongo mendengarnya. “Dipanggil CEO hal sepele?” pikir Lila sambil geleng-geleng. Dia mengambil coklat bagian yag diberikan oleh Irana lalu memakannya.
“Emang pak deo ngomong hal apa na?” Tanya Lila penasaran.
“Ohh, dia cuma ngomong mau kerumah besok.” Jawab Irana santai.
Uhuk. Uhuk. Lila terbatuk. Bisa bisanya seorang CEO bilang mau kerumahnya, Irana bisa sesantai ini.
“Minum minum ih, kok bisa tersedak sih.” Ujar Irana sambil menyodorkan minum.
“Kamu kok bisa sih santai banget Na, pak Deo bilang ga alasan dia mau kerumah kamu?”
“Engga sih, habis main tinggal main, ngapain ngomong, aku sama Deo kan udah kaya kakak ade.” Kata Irana.
“Na kalo pak Deo mau kerumah kamu buat ngelamar kamu gimana?” Tanya Lila was -was. Dia tau watak Irana seperti apa, apalagi dia masih berharap sama masa lalunya.
“Gak mungkin lah, ya kali atasan sama karyawan biasa kaya aku bersatu. Mau jadi apaan besok.” Kata Irana bercanda.
“Jadi power ranger hahaha.” Sahut Lila. “Tapi kamu yakin, dia cuma main biasa?”
“Yakin, lagian dia juga tau, aku tuh masih mengharapkan Alfa yang masih menggantungku sampai sekarang.” Kata Irana sambil mengingat masa lalunya.
Lila miris menatap Irana, banyak lelaki yang mendekatinya tapi sayangnya sikap ramahnya hanya sebatas ramah tamah makhluk sosial bukan ramah terbuka hatinya.
Lila sangat setuju jika ada salah satu yang melamar Irana, karena dia ingin Irana punya sosok yang mengimbanginya, bukan berat sebelah.
Dalam hati Irana juga merasa was-was. Apa benar Deo ada maksud dan tujuan lain mau datang kerumahnya. Jika benar, mengapa Irana?padahal dia tau Irana masih sulit membuka hati untuk siapapun, apalagi ketika mengingat Alfa seakan hatinya sudah mati rasa.
Dia menatap coklat putih kesukaannya yang tinggal beberapa potong, lalu berkata dalam hati “Apa aku bisa menjadi coklat putih untuknya?”

Apakah aku siap untuk menerima orang baru?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Turn AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang