Pagi ini Rara bangun pagi, soalnya dia bukan tipe yang suka bergadang kalau bukan hari libur, nggak seperti Sunday yang tetap akan tancap gas bergadang entah itu untuk maraton drama noona-noona cantik ataupun bermain game apapun yang terjadi.
Dan pagi ini juga Rara disambut dengan Mama yang sudah berada di dapur menyusun dua porsi roti bakar dan susu lalu meletakkannya di atas meja. Apa Rara boleh panik sekarang? Sebab setiap dia berinteraksi dengan Mama pasti canggung.
Rara juga bingung mengapa demikian, padahal seorang putri dengan ibunya bukankah seharusnya lebih dekat? Apalagi diumur Rara yang sudah remaja, sosok ibu pasti akan berperan penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sikapnya. Tapi bagaimana mau berkembang? Dekat dengan Mama aja tidak.
"Ma..." Rara menegur Mama dengan takut-takut. Mama menoleh dan bingung.
"L-loh? Rara udah bangun?"
"Iya," Rara masih canggung dan mengambil air minum dan meneguknya sampai habis. Dan Rara bingung mau ngapain lagi sampai Mama akhirnya bicara lagi.
"Nanti Mama mau ke pasar jangan lupa bangunin Sunday, sarapan, sama kalau mau pergi sekolah kunci pintu ya"
"Iya," suasana kembali canggung sejenak.
"Oke, Mama pergi dulu kalau gitu," Mama langsung mengambil tas belanja yang ada di atas kulkas dan kunci motor kemudian meninggalkan Rara di dapur.
Hati-hati, Ma. Namun kata-kata itu tidak sampai keluar mulut Rara, hanya tersimpan di dalam hatinya.
Rara menghela nafas dan menaruh gelasnya ke wastafel. Rara kembali memikirkan mengapa ia selalu canggung dengan Mama. Ini jelas tidak wajar. Bahkan sepertinya ia lebih dekat dengan Bou Kristin, tetangga sebelah rumah dibandingkan dengan Mamanya sendiri. Selama ini ada Bang Linggom yang selalu menjadi perantara mereka, tetapi sejak Bang Linggom pergi dari rumah tiga tahun yang lalu untuk melanjutkan pendidikannya justru memperparah hubungan mereka. Sunday? Apa yang bisa diharapkan darinya. Pagi ini saja dia sudah merepotkan, daritadi kamarnya digedor-gedor tetap saja tidak terbuka. Terkunci dari dalam. Rara ingin mendobraknya tapi tenaganya tidak cukup sebab masih baru bangun tidur.
"HEH BODAAAATTTTT!!!! KALAU KAU TERLAMBAT KE SEKOLAH BUKAN SALAH KU YA?! AWAS KAU MERENGEK MINTAK DITUNGGUIN, BIAR SAJA NGGAK USAH SEKOLAH KAU!"
Setelah itu Rara pergi berberes, mandi, makan, dan bersantai sebentar di depan TV sambil memainkan ponselnya. Ia membuka chat dari teman masa kecilnya yang sekarang juga satu kelasnya. Namanya Kefas, tetangganya, anaknya Bou Kristin. Dikarenakan Bou Kristin adalah boru Manurung sama seperti Rara, jadi Kefas dan Rara adalah pariban.
Orang Batak kalau anaknya ber-pariban-an pasti selalu dijodoh-jodohin. Sama seperti Rara dan Kefas, sejak kecil selalu dijodoh-jodohin. Tapi kan Rara nggak mau, aneh aja kalau teman sejak dari orok tiba-tiba punya hubungan spesial seperti pacaran kalau putuskan bakalan canggung banget, Rara nggak mau ketika dia kehilangan pacarnya, ia juga kehilangan sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahtera
General FictionSelama ini Rara tidak curiga tentang mengapa ia selalu tidak bisa dekat dengan Mama. Sampai tiba seseorang mengirimkan pesan bahwa ia adalah ibu kandung Rara.